Meski Taliban menyatakan siap kembali berunding dengan AS, terlalu dini untuk melihat hasil perundingan yang digagas Presiden Donald Trump pada 2018.
Oleh
·2 menit baca
Seusai mengunjungi pasukan Amerika Serikat (AS) di Afghanistan, Kamis (28/11/2019), Presiden Trump mengatakan, Taliban setuju untuk melanjutkan perundingan damai. Setelah terjadi beberapa kali pertemuan, Trump membatalkan perundingan damai lewat Twitter pada September 2019 lalu setelah seorang tentara AS tewas dalam serangan Taliban.
”Taliban ingin membuat kesepakatan dan kami akan bertemu. AS mengatakan harus ada gencatan senjata. Dahulu mereka menyatakan tidak ingin, tetapi sekarang mereka ingin melakukan gencatan senjata. Mungkin ini akan dapat terlaksana,” kata Trump.
Ucapan Trump seolah mendapat konfirmasi dari pemimpin Taliban. Mereka mengatakan telah bertemu dengan pejabat senior AS di Doha, Qatar, tempat Taliban berkantor, pekan lalu. Mereka juga akan melanjutkan pembicaraan damai secara formal dalam waktu dekat.
”Kami siap untuk memulai kembali perundingan. Sikap kami masih sama. Jika pembicaraan damai dimulai, itu akan dilanjutkan dari tahap di mana pembicaraan terhenti,” kata Juru Bicara Taliban Zabihullah Mujahid, Jumat (29/11).
Kami siap untuk memulai kembali perundingan.
Kunjungan Trump ke Afghanistan terjadi beberapa hari setelah pertukaran tawanan antara Pemerintah Afghanistan dan Taliban. Seorang AS dan seorang Australia yang disandera tahun 2016 dibebaskan oleh Taliban bersama 10 tentara Afghanistan sebagai imbalan atas pembebasan tiga anggota senior Jaringan Haqqani, yang terkait Taliban. Pertukaran itu meningkatkan harapan hidupnya pembicaraan damai antara Taliban dan AS yang dilakukan di Doha sejak tahun lalu.
Taliban tetap menolak bernegosiasi secara resmi dengan Pemerintah Afghanistan karena menganggap Presiden Ashraf Ghani itu boneka AS. Namun, upaya diplomatik terus dilakukan untuk mendorong dialog. Usai bertemu Trump, Ghani mengatakan perlunya gencatan senjata dengan Taliban.
Namun, sikap Ghani belum banyak berarti karena masih menunggu hasil resmi pemilu presiden Afghanistan yang digelar 28 September 2019. Ghani menghadapi pesaing berat, Abdullah Abdullah. Sampai dua bulan lebih pemilu, hasil resmi belum diumumkan sehingga berpotensi menambah ruwet peta kekuasaan di Afghanistan.
Ada sekitar 13.000 pasukan AS dan ribuan pasukan NATO di Afghanistan. Mereka ditempatkan menyusul invasi AS setelah serangan kelompok teroris Al Qaeda pada 11 September 2001 di AS. Sekitar 2.400 tentara AS tewas dalam konflik Afghanistan.
Meski masih terlalu dini untuk melihat hasilnya, upaya Trump berdialog dengan Taliban patut didukung. Indonesia pun pernah mengupayakan perundingan. Memang tidak mudah, tetapi upaya terus-menerus menjadi pesan penting untuk menunjukkan kepedulian kita kepada warga Afghanistan.