Usulan amendemen UUD 1945 berpotensi melebar ke mana-mana. Terkait hal itu, Presiden Joko Widodo meminta usulan amendemen tidak usah dilanjutkan.
Oleh
Agnes Theodora WW / Nina Susilo / Rini Kustiasih
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Presiden Joko Widodo menunjukkan sikap gusar dan rasa kecewanya terkait usulan amendemen Undang-Undang Dasar 1945 yang cenderung melebar ke mana-mana dan menjadi bola liar. Oleh karena itu, Presiden Jokowi menolak amendemen UUD 1945 dan meminta bangsa Indonesia lebih baik fokus pada upaya menghadapi berbagai tekanan eksternal dan membangun Indonesia.
”Kalau ada yang mengusulkan (masa jabatan) presiden tiga periode, itu ada tiga (kemungkinan) menurut saya. Satu, ingin menampar muka saya, dan ingin cari muka. Ketiga, ingin menjerumuskan (saya),” tutur Presiden Jokowi kepada pers sebelum makan siang bersama di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (2/12/2019).
Presiden Jokowi menambahkan, dirinya itu produk dari pemilihan umum presiden dan wakil presiden secara langsung. Untuk itu, ia tidak menginginkan perubahan cara pemilihan, apalagi mengembalikan pemilihan presiden dan wapres secara tidak langsung melalui MPR.
Saat ada usulan amendemen UUD 1945 pun, menurut Presiden Jokowi, pihaknya mempertanyakan apakah amendemennya kemungkinannya tidak akan melebar dari isu haluan negara semata. Usulan amendemen UUD 1945 dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan awalnya menginginkan amendemen semacam garis besar haluan negara, yang diharapkan menjadi acuan setiap presiden terpilih menjalankan tugasnya.
Saat pertemuan pimpinan MPR dengan Presiden Jokowi di Istana Merdeka pada Oktober lalu, Ketua MPR Bambang Soesatyo memberikan jaminan amendemen UUD 1945 tidak akan menjadi bola liar (Kompas, 17 Oktober 2019).
”Sekarang kenyataannya begitu, kan, ada yang lari ke (isu) presiden dipilih MPR, ke presiden tiga periode, presiden satu kali, tetapi delapan tahun. Jadi, lebih baik tak usah amendemen. Kita konsentrasi ke tekanan-tekanan eksternal yang bukan sesuatu yang mudah untuk diselesaikan,” tutur Presiden Jokowi.
Indonesia saat ini disebutkan tengah menghadapi berbagai tekanan internal dan eksternal, mulai dari perang dagang Amerika Serikat-China, hingga defisit transaksi berjalan.
Demokrasi jalan terbaik
Secara terpisah, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto mengatakan, amendemen tidak perlu dalam waktu dekat ini. Partai Golkar pun akan mengkaji secara mendalam. Sikap ini diambil karena perekonomian menjadi perhatian untuk mendorong stabilitas politik dan ekonomi Indonesia serta ASEAN.
”Indonesia adalah udara untuk dunia. Maka, stabilitas politik penting dan amendemen dalam waktu dekat tidak perlu,” ujarnya melalui pesan singkat.
Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat Hinca Panjaitan menyatakan, demokrasi merupakan jalan terbaik. Oleh karena itu, pemilihan presiden dan kepala daerah secara langsung menjadi cara terbaik membangun Indonesia. Perpanjangan masa jabatan presiden juga ditolak.
Direktur Pusat Kajian Pancasila dan Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Jember Bayu Dwi Anggono mengatakan, wacana mengutak-atik sistem pemilihan presiden menjadi dipilih kembali oleh MPR dan perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode dinilai menjadi upaya melemahkan bangunan demokrasi yang susah payah diperjuangkan bangsa Indonesia saat Reformasi 1998.
Dengan demikian, sikap tegas Presiden Jokowi yang menolak wacana tersebut adalah langkah tepat menjaga demokrasi Indonesia tetap pada jalurnya.