Simfoni Persatuan dari Yogyakarta untuk Harmoni Negeri
Mendung yang melingkupi langit Kota Yogyakarta tak menyurutkan antusiasme warga yang ingin menyaksikan pentas bertajuk ”Harmoni Musikku, Harmoni Negeriku, Bersatulah Indonesiaku”,
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·5 menit baca
Alunan instrumen lagu nasional “Pada Pahlawan” melantun merdu dari Kilometer Nol Kota Yogyakarta, Sabtu (30/11/2019) malam. Harmoni musik yang dibawakan kelompok orkestra Sekolah Menengah Musik Negeri 2 Bantul itu, menambah syahdu suasana malam yang sedang dinikmati para pengunjung dan wisatawan Malioboro.
Di monumen itu, ratusan siswa Sekolah Menengah Musik (SMM) Negeri 2 Kasihan, Bantul, DI Yogyakarta tampil dengan musik orkestra, menghibur wisatawan malam Minggu. Setidaknya 13 lagu dibawakan dengan konduktor, Sapta Ksvara Kusbini, yang juga guru seni musik di SMMN itu.
Uniknya, pada lagu “Pada Pahlawan” tampil sebagai konduktor kehormatan yakni Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Notonogoro, suami Gusti Kanjeng Ratu Hayu, putri keempat Sri Sultan Hamengkubowo X dan Gusti Kanjeng Ratu Hemas. Keduanya menikah 22 Oktober 2013 dan telah dikaruniai seorang putra, Raden Mas Manteyyo Kuncoro Suryonegoro.
Ratusan pengunjung menikmati alunan orkestra bertema “Harmoni Musikku, Harmoni Negeriku, Besatulah Indonesiaku”. Beberapa turis asing tampak duduk santai di tribun penonton, menikmati alunan musik orkestra malam itu sambil mengambil gambar. Mereka menempati tribun dan pelataran Monumen Serangan Umum 1 Maret yang terletak di ujung selatan Jalan Malioboro tersebut.
Pengunjung mengabadikan penampilan apik, merdu, harmonis, dan inspiratif oleh para siswa itu dengan ponsel masing-masing. Salah satu lagu yang menjadi rebutan pengambilan foto, yakni “Pada Pahlawan”, dengan konduktor kehormatan KPH Haryo Notonogoro.
Notonegoro malam itu tampil gemilang. Ia memiliki jiwa seni yang tak kalah dengan seniman lain. Semangatnya berapi-api, memimpin lagu dan musik “Pada Pahlawan”, dengan durasi sekitar empat menit.
Kepahlawanan
Selain lagu “Pada Pahlawan”, ditampilkan pula 12 lagu lain dengan konduktor Sapta Ksvara, guru musik SMMN Yogyakarta. Lagu “Jogja Istimewa” karya Djarot (Jogja Hip Hop Fondation) mengawali pentas malam itu, selain lagu Indonesia Raya karya WR Soepratman.
Jogja Istimewa diaransemen ulang oleh Sapta Ksvara Kusbini dan dibawakan sangat meriah sehingga pengunjung yang terdiri dari kaum muda ikut berjoget dan bernyanyi, sambil berswafoto di depan tulisan lampu warna “Kilometer Nol”.
Terlebih saat komposisi lagu “Kebyar-Kebyar” karya Gombloh dimainkan. Begitu orkestra dan suara solo Keysa, siswi SMM berkumandang, pengunjung makin membeludak. Mereka berjubel masuk melalui pintu pagar.
Lagu-lagu yang dimainkan lainnya yakni Simfoni Raya karya Guruh Soekarno Putra, Untukmu Pahlawan Revolusi karya Ismail Marzuki, Dwi Warna (H Mutahar), Bangun Pemuda Pemudi (Alfred Simanjuntak), dan Bukit Kemenangan (Djuhari). Ada juga tiga lagu perjuangan karya Cornel Simanjuntak, yakni Maju Tak Gentar, Indonesia Jaya, dan Varia Tembang Nusantara.
Lagu-lagu ini ditampikan dengan penuh semangat oleh pemain musik (orkestra), solo, dan koor meski di tengah rintik gerimis. Konduktor Sapta Ksvara Kusbini, putra pengarang lagu kebangsaan “Padamu Negeri”, Kusbini ini tampil prima, menunjukkan kelas sebagai salah satu konduktor nasional.
Lagu “Bagimu Negeri” karya Kusbini mengakhiri pentas Orkestra malam itu. Secara spontan, tamu, undangan, dan hadirin berdiri dan bernyanyi bersama. Apalagi, lagu ini sudah identik dengan konduktor Sapta Ksvara Kusbini.
Tepuk tangan riuh pun disampaikan kepada Sapta Kusbini yang tampil memukau, dilanjutkan pemberian penghargaan kepada Pangeran Haryo Notonogoro, dan sejumlah pihak.
Kusbini sendiri tampak begitu bahagia usai pentas malam itu. Ia memperlihatkan bunga yang dihadiahkan panitia kepada anak-anak asuhannya sambil mengacungkan jempol dan melambaikan kedua tangan kepada hadirin. Wajah cerah penuh senyum pun ditampakkan sebagai ungkapan kesempurnaan penampilan malam itu.
Pemersatu perbedaan
KPH Haryo Notonogoro mengatakan, dirinya bangga ikut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Kebetulan, dirinya juga ditunjuk menangani bidang musik di Keraton Yogyakarta. Tugasnya, melestarikan dan mengembangkan kesenian Yogyakarta di antaranya karawitan, tari, ukir, batik, dan lainnya.
“Musik menjadi pemersatu semua pihak. Dalam musik ada prinsip harmonisasi sama seperti penampilan siswa SMMI Yogyakarta malam ini. Sejumlah alat musik termasuk perkusi yang paling sulit, dapat melahirkan nada-nada yang harmonis sehingga enak dinikmati pendengar,” tuturnya.
Notonegoro melanjutkan, musik itu sifatnya mengharmonisasikan nada-nada dari setiap bunyi yang dikeluarkan alat tertentu. Karena itu musik memiliki sifat universal, pemersatu, dan membangun kebersamaan dari setiap perbedaan.
Keberagaman ada di mana-mana, di setiap belahan bumi ini. Tidak boleh ada yang mempertentangkan. Seperti halnya nada dalam musik, perbedaan hendaknya menjadi pemersatu, dan perangkai keharmonisan hidup bersama. Jangan dipertentangkan atau dipersoalkan satu dengan yang lain.
Sifat, jenis, dan bunyi yang dihasilkan dari sumber yang berbeda dari setiap alat musik, nyatanya melahirkan nada-nada yang sangat harmonis. Demikian pula perbedaan suku, agama, ras, dan antar-golongan di masyarakat. Semua mengarah pada satu tujuan, yakni keharmonisan hidup, persatuan, dan kesatuan untuk mencapai tujuan hidup berbangsa dan bernegara.
“Melalui pentas orkestra lagu-lagu perjuangan, persatuan, dan varia nusantara malam ini, kita serukan persatuan dan kesatuan bagi bangsa. Musik yang ditampilkan anak-anak muda ini ingin menyampaikan kepada seluruh masyarakat Indonesia tentang pentingnya persatuan dan kesatuan demi keharmonisan hidup,” kata Notonegoro.
Kepala SMMN Kasihan, Bantul, Yogyakarta, Agus Suranto menyampaikan terimakasih atas kehadiran semua pihak, terutama KPH Notonegoro yang ikut ambil bagian sebagai konduktor kehormatan pentas.
“Mohon maaf atas kekurangan dan kelalain dalam pentas musik orchestra malam ini. Setiap penampilan seni, selalu diupayakan yang terbaik. Tetapi sebagi manusia, tentu tidak luput dari kekurangan,” kata Agus.
Seperti tema pentas, “Harmoni Musikku, Harmoni Negeriku, Bersatu Bangsaku”, dalam komposisi musik, teruntai pesan kepada semua pihak bahwa keamanan, persatuan, dan kesatuan itu begitu penting. Dari titik Nol Kilometer Yogyakarta, pesan itu disampaikan ke penjuru negeri.