Pemerintah pusat diminta turun tangan untuk mengatasi persoalan tambang emas ilegal di Sumatera Barat. Pemerintah provinsi dan kepolisian di daerah dinilai tidak dapat menyelesaikan persoalan yang terus berulang ini.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS - Pemerintah pusat diminta turun tangan untuk mengatasi persoalan tambang emas ilegal di Sumatera Barat. Pemerintah provinsi dan kepolisian di daerah dinilai tidak dapat menyelesaikan persoalan yang terus berulang ini. Sementara itu, polisi tengah mendalami kasus ini dan akan berkoordinasi dengan pemda untuk melakukan penertiban dan penindakan.
Kepala Departemen Advokasi dan Kampanye Walhi Sumbar Yoni Candra di Padang, Rabu (4/12/2019) mengatakan, pemerintah pusat mesti turun tangan karena Pemprov Sumbar dan Polda Sumbar tidak serius dalam menertibkan dan menindak aktivitas tambang emas ilegal. Pembiaran itu membuat tambang ilegal yang masif sejak 2010 ini terus berlangsung hingga sekarang.
“Kami berharap penanganan masalah tambang emas ilegal ini diberlakukan seperti kasus kebakaran hutan kemarin. Presiden mencopot kapolres, dandim, termasuk kapolda, jika aktivitas tambang ilegal masih ada di wilayahnya,” kata Yoni.
Kompas bersama tim BNPB, Sabtu-Jumat (23-29/11/2019), menemukan aktivitas tambang ilegal di Solok Selatan, Dharmasraya, dan Sijunjung. Aktivitas tambang menggunakan ekskavator dan mesin pompa air diesel merusak Sungai Batanghari di kawasan Hutan Lindung Batanghari dan anak sungainya.
Kami berharap penanganan masalah tambang emas ilegal ini diberlakukan seperti kasus kebakaran hutan kemarin. Presiden mencopot kapolres, dandim, termasuk kapolda, jika aktivitas tambang ilegal masih ada di wilayahnya, kata Yoni.
Bukan hanya itu, lahan perkebunan dan permukiman juga merusak Sungai Batang Kuantan di dalam Taman Bumi Nasional Silokek. Di sejumlah lokasi, petambang menggunakan merkuri dalam proses pengolahan emas.
Menurut Yoni, dalam menyikapi kasus tambang emas ilegal, Pemprov dan Polda sejauh ini hanya merespons dengan janji akan melakukan penertiban dan penindakan. Sementara itu, penegakan hukum bagi pelaku di lapangan tidak ada. Akhirnya, tidak ada efek jera bagi pelaku sehingga aktivitas yang merusak lingkungan dan membahayakan kesehatan itu muncul lagi.
Ditambahkan Yoni, aktivitas tambang emas ilegal sangat merugikan masyarakat dan negara, baik karena kerusakan lingkungan, bencana alam, maupun ancaman kesehatan yang ditimbulkan. Padahal, pemasukan atau pendapatan bagi negara dari aktivitas itu tidak ada dan pengaruhnya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat juga tidak tampak.
“Paling yang mendapat jatah (keuntungan dari tambang emas ilegal) hanya pemilik tanah dan pemodal. Adapun kerugiannya kepada negara besar. Siapa yang bertanggung jawab terhadap bukaan (kerusakan) yang terjadi? Belum lagi bencana yang akan ditimbulkannya,” kata Yoni.
Dihubungi terpisah, Wakil Gubernur Sumbar Nasrul Abit juga mengharapkan pemerintah pusat turun tangan. Persoalan tambang emas ilegal ini lintaskabupaten dan lintasprovinsi sehingga tidak bisa diselesaikan sendiri oleh Pemprov Sumbar.
Harapannya (aparat) dari Jakarta (pemerintah pusat) turun untuk melakukan penindakan. Bisa juga Jakarta memerintahkan Kapolda melakukan penindakan. Yang penting ada penindakan. Itu permintaan dari para bupati saat itu, kata Nasrul.
Aktivitas tambang emas ilegal di Sungai Batanghari serta anak sungainya, misalnya, tidak hanya melibatkan kepala daerah di Solok Selatan dan Dharmasraya, Provinsi Sumbar, tetapi juga melibatkan para kepala daerah di Provinsi Jambi. Begitu pula halnya dengan aktivitas tambang emas ilegal di Sungai Batang Kuantan, Kabupaten Sijunjung, Provinsi Sumbar, yang juga melibatkan para kepala daerah di Provinsi Riau.
Menurut Nasrul, pada Selasa (12/11), Pemprov Sumbar mengikuti rapat koordinasi tentang permasalahan tambang ilegal dengan BNPB. Selain Bupati Solok Selatan, Dharmasraya, dan Sijunjung, rapat itu juga dihadiri para kepala daerah dari kabupaten/kota Provinsi Jambi serta Gubernur Jambi. Saat itu, para kepala daerah mengirimkan surat kepada Presiden untuk membantu menindak tambang emas ilegal di wilayah masing-masing, terutama yang menggunakan merkuri.
“Harapannya (aparat) dari Jakarta (pemerintah pusat) turun untuk melakukan penindakan. Bisa juga Jakarta memerintahkan Kapolda melakukan penindakan. Yang penting ada penindakan. Itu permintaan dari para bupati saat itu,” kata Nasrul.
Ditambahkan Nasrul, Pemprov Sumbar masih menunggu arahan dari pemerintah pusat. Adapun koordinasi dengan Polda Sumbar untuk penindakan tambang emas ilegal belum ada.
Penegak hukum
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sumbar Siti Aisyah hanya berkomentar singkat mengenai aktivitas tambang emas ilegal ini. “Jawaban dari Dinas Pertambangan (Energi dan Sumber Daya Mineral) dan (Dinas) Lingkungan Hidup, permasalahan tambang ilegal itu penertibannya langsung kepada penegak hukum,” kata Siti.
Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Sumbar Komisaris Besar Juda Nusa Putra mengatakan, polisi terus mendalami informasi tentang aktivitas tambang emas ilegal, terutama di Solok Selatan, Dharmasraya, dan Sijunjung. Polda Sumbar akan berkoordinasi dengan Pemprov Sumbar.
“Dalam waktu dekat, kami akan koordinasi dengan gubernur atau wakil gubernur mengingat permasalahan di sana sangat kompleks dan perlu keterlibatan pemda untuk mengatasi permasalahan ini,” kata Juda.
Adapun Ketua Kelompok Pecinta Alam Winalsa Abdul Aziz menilai penertiban dan penindakan dari penegak hukum terhadap aktivitas tambang emas ilegal cenderung lamban. Meskipun isu ini mengemuka ke publik sejak minggu lalu, belum terlihat penegakan hukum terhadap pelaku dan penyitaan alat tambang oleh aparat penegak hukum.
Polres Solok Selatan, kata Aziz, baru sebatas mengadakan diskusi kelompok terarah atau FGD bersama wali nagari, camat, tokoh masyarakat, perwakilan bupati, dan DPRD terkait penindakan tambang emas ilegal. Para tokoh itu baru sebatas berkoordinasi dan merencanakan untuk mengambil langkah tegas.
“Semestinya polisi bergerak cepat. Langkah yang mereka ambil justru seperti pemberitahuan secara tidak langsung kepada petambang bahwa mereka akan mengadakan razia.
Petambang tentu akan meninggalkan lokasi dan mengeluarkan peralatan mereka. Tidak adanya tindakan tegas akan membuat aktivitas tambang akan muncul lagi setelah isu ini mereda, sebagaimana tahun-tahun sebelumnya,” kata Aziz.