Tawuran yang jadi sarana hiburan bagi para remaja dari dua geng sepeda motor di Jakarta Utara menunjukkan, tidak terwadahinya dinamika anak bisa memicu bahaya.
Oleh
J GALUH BIMANTARA
·3 menit baca
Tawuran yang jadi sarana hiburan bagi para remaja dari dua geng sepeda motor di Jakarta Utara menunjukkan, tidak terwadahinya dinamika anak bisa memicu bahaya. Karena itu, menyediakan ruang kreatif anak dibutuhkan. Ruang dalam arti tempat dan peluang.
Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia Seto Mulyadi menyoroti sempitnya ruang kreatif anak di Indonesia dan Jakarta saat ini, khususnya dalam sistem pendidikan. Durasi belajar terlalu panjang dan jumlah mata pelajaran yang mesti dikuasai amat banyak. Anak cenderung tersiksa belajar di kelas, padahal belajar mengasyikkan merupakan kunci belajar efektif.
”Akhirnya teler, lalu ”meledak”. Meledaknya macam-macam, termasuk ke geng motor,” ucap pria yang karib disapa Kak Seto itu seusai pertemuan dengan Kepala Kepolisian Resor Metropolitan Jakarta Utara Komisaris Besar Budhi Herdi Susianto dan Wali Kota Jakarta Utara Sigit Wijatmoko, Rabu (4/12/2019), di Markas Polres Metro Jakarta Utara.
Ia pun merekomendasikan sistem pendidikan yang lebih manusiawi bagi anak-anak. Kak Seto mencontohkan, pihaknya menjalankan Homeschooling Kak Seto di Tangerang Selatan dan sudah beroperasi 13 tahun. Di sana, para murid hanya belajar tiga kali seminggu dan cuma tiga jam per pertemuan. Tidak seperti di sekolah formal, beberapa dari mereka kerap meminta diizinkan belajar lagi seusai jam pulang sekolah karena belajar begitu mengasyikkan.
Kak Seto mencontohkan, pihaknya menjalankan Homeschooling Kak Seto di Tangerang Selatan dan sudah beroperasi 13 tahun. Di sana, para murid hanya belajar tiga kali seminggu dan cuma tiga jam per pertemuan. Tidak seperti di sekolah formal, beberapa dari mereka kerap meminta diizinkan belajar lagi seusai jam pulang sekolah karena belajar begitu mengasyikkan.
Jika ada pekerjaan rumah, murid hanya diberi tugas-tugas kreatif, seperti membuat tulisan tentang cita-citanya, tentang keluarganya, atau tentang lingkungan sekeliling. Hasilnya, sudah ada yang tembus pendidikan kedokteran di Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Diponegoro. Ada pula yang menjuarai kejuaraan motocross internasional dan golf internasional.
Bahkan, salah satu murid merupakan orang dengan disabilitas, yaitu Surya Sahetapy. ”Anak Dewi Yul ini diundang Ratu Elizabeth II di London karena mampu memotivasi sesama tunarungu,” ujar Kak Seto.
Selain pendidikan, Kak Seto juga merekomendasikan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menghidupkan lagi gelanggang remaja dengan beragam kegiatan positif yang gratis. Selama ini, penggunaan gelanggang olahraga remaja kerap dibebani dengan tarif. Hal itu demi memenuhi kebutuhan dasar anak untuk bermain, berkreasi, serta berkompetisi, misalnya lewat kompetisi olahraga, musik, dan nyanyi. Dengan demikian, energi mereka tidak tersalurkan ke kegiatan negatif semacam tawuran.
Sementara itu, Sigit menyebutkan, pihaknya bakal mengevaluasi pendekatan dan program Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Utara yang sudah berjalan dalam memfasilitasi aktivitas remaja. ”Berbagai kegiatan sudah kami kerjakan dan fasilitasi, seperti ruang publik terpadu ramah perempuan dan anak, kegiatan maghrib mengaji, serta jam belajar malam, tetapi ternyata darah muda punya energi lebih yang harus kita elaborasikan untuk menjadi output pada hal-hal yang positif,” katanya.
Seperti diberitakan, satu orang berinisial HS (27) tewas akibat sabetan celurit dalam tawuran dua geng sepeda motor di Sunter Jaya, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Minggu (24/11/2019) dini hari. Dalam percakapan di grup Whatsapp, tawuran itu disebut untuk senang-senang di antara kedua kelompok. Pembacok korban masih berusia 16 tahun atau di bawah umur berinisial FA.
Komisaris Besar Budhi menyampaikan, polisi saat ini sudah menetapkan total lima tersangka. Selain FA, terdapat FF (14) yang berperan memboncengkan FA saat tawuran serta tiga orang dewasa berinisial DS (22), BD (22), dan MAK (18). ”Peran BD, MAK, dan DS sebagai penganjur atau orang yang menyuruh melakukan,” katanya.
Terhadap mereka yang menganjurkan, polisi mengenakan Pasal 170 Ayat 2 Ke-3 juncto Pasal 55, 56, dan 358 Kitab Undang-undang Hukum Pidana dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.