Tiga Pilot Garuda Pernah Selundupkan 48 Batang Emas pada 1976
Juli 1976, dua pilot dan seorang kopilot Garuda bekerja sama dengan pengusaha Indonesia, Kho Kian Kie, menyelundupkan 48 batang emas seberat 48 kilogram. Penyelundupan ini digagalkan petugas kepabeanan.
Oleh
hendriyo widi
·5 menit baca
Pada Juli 1976, dua pilot dan seorang kopilot Garuda bekerja sama dengan seorang pengusaha Indonesia, Kho Kian Kie, menyelundupkan 48 batang emas seberat 48 kilogram. Batangan-batangan emas itu diselundupkan menggunakan pesawat Garuda.
Dua pilot itu bernama Deden Martaatmadja (41) dan Desmond Hutagaul (35), sedangkan kopilot bernama Frans Esthepanus Willem Walian (27). Harian Kompas edisi 9 April 1977 memberitakan, kasus itu bermula pada 17 Juli 1976.
Waktu itu, Kho Kian Kie menghubungi Deden sebelum menerbangkan pesawat Garuda menuju Singapura. Dia diminta membawa titipan 48 batang emas murni dari Singapura ke Jakarta. Emas itu dari warga Singapura bernama A Shiong.
Dari Singapura, Deden menerbangkan emas ke bandar udara di Kemayoran, Jakarta, lewat Medan, Sumatera Utara. Setibanya di Kemayoran, emas tidak diturunkan. Siang itu juga, pesawat Garuda kembali melayani penerbangan dari Kemayoran ke Medan dengan berganti pilot, yaitu Desmond bersama kopilot Walian.
Kho Kian Kie menghubungi Deden sebelum menerbangkan pesawat Garuda menuju Singapura. Dia diminta membawa titipan 48 batang emas murni dari Singapura ke Jakarta.
Sekembalinya dari Medan, emas murni dari Singapura itu diturunkan Desmond di Bandara Kemayoran. Karena kejelian petugas kepabeanan, usaha penyelundupan emas murni tersebut dapat digagalkan.
Kedua pilot dan kopilot serta Khi Kian Kie ditangkap dan ditahan. Pada 9 April 1977, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis kedua pilot dan kopilot Garuda.
Deden divonis 2 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 1 juta subsider 1 bulan kurungan, Desmond 1 tahun penjara dan denda Rp 500.000 subsider 2 minggu kurungan. Adapun Walian dihukum 6 bulan penjara dan denda Rp 500.000 subsider 2 minggu kurungan. Semua hukuman tersebut dikurangi masa tahanan sementara.
Sementara Kho Kian Kie tertangkap di rumah Deden. Menurut pengakuannya, dia sedang menunggu emas murni yang dibawa Deden. Kho Kian Kie diperiksa terpisah dan dijatuhi hukuman 8 tahun penjara serta denda Rp 13 juta subsider 5 bulan kurungan.
Mereka terbukti melanggar Pasal 26 Reglement op de Rechterlijke Organisatie en het Beleid der Justitie in Indonesie (RO) Tahun 1931 juncto Pasal 55 Kitab Undang-undang Hukum Pindana (KUHP). RO merupakansalah satu peraturan perundang-undangan zaman Hindia Belanda.
Kedua pilot Garuda itu ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang. Adapun Walian yang seharusnya sudah dapat meninggalkan ruang sidang karena jumlah hari penahanan sementara melebihi jumlah hukumannya, juga turut ditahan di LP Cipinang. Penahanan itu atas permintaan kejaksaan karena Walian belum membayar denda. Hanya Desmond yang telah melunasi denda.
Harley dan Brompton
Empat puluh dua tahun kemudian, kejadian hampir serupa terjadi. Petugas Bea Cukai menemukan onderdil motor Harley-Davidson dan sepeda yang dibawa pesawat Airbus A330-900 neo Garuda Indonesia dari Perancis. Onderdil motor dan sepeda itu milik SAW dan LS yang terdaftar sebagai penumpang Airbus baru tersebut.
Kasus itu bermula dari penerbangan perdana pesawat Airbus baru milik Garuda dengan nomor penerbangan GA9721 dari Toulouse, Perancis, 17 November 2019. Pesawat itu diterbangkan oleh 10 orang kru dengan 22 penumpang.
Seusai mendarat, Airbus itu langsung dibawa ke hanggar PT Garuda Maintenance Facility (GMF). Saat lambung pesawat diperiksa di hanggar GMF, ditemukan beberapa koper bagasi penumpang dan 18 boks berwarna coklat.
Sebanyak 15 boks atas nama SAW berisi onderdil motor Harley-Davidson bekas dengan kondisi terurai. Sementara tiga boks lain atas nama LS berisi dua sepeda Brompton baru beserta aksesorinya.
Saat ini, kasus tersebut tengah menjadi perhatian publik. Kementerian Keuangan dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) saling berkoordinasi untuk menuntaskan kasus itu.
Menteri BUMN Erick Thohir meminta oknum di Garuda Indonesia yang membawa onderdil motor Harley-Davidson dan sepeda Brompton mengakui perbuatannya dan segera mengundurkan diri.
Sri Mulyani, secara terpisah, mengemukakan, ada sejumlah modus penyelundupan. Modus itu mulai dari jasa titip hingga memecah satu komoditas menjadi barang-barang lebih kecil. Modus penyelundupan juga makin canggih mengikuti perubahan aturan yang ditetapkan pemerintah.
Dalam siaran pers, Kamis (5/12/2019), Kementerian Keuangan menyebutkan, Bea Cukai tidak menemukan pelanggaran kepabeanan dan tidak ditemukan barang kargo lain pada kabin kokpit dan penumpang pesawat (sesuai dengan dokumen manifes kargo: nil cargo).
Namun, pemeriksaan pada lambung pesawat, tempat bagasi penumpang, ditemukan beberapa koper bagasi penumpang dan 18 koli yang keseluruhannya memiliki claimtag sebagai bagasi penumpang. Dari 18 koli itu, Bea Cukai menemukan 15 koli berisi suku cadang motor Harley-Davidson bekas dengan kondisi terurai dan 3 koli berisi 2 sepeda Brompton kondisi baru beserta aksesori sepeda.
Berdasarkan hasil penelusuran di pasaran, perkiraan nilai motor Harley-Davidson tersebut berkisar Rp 200 juta-Rp 800 juta per unit. Adapun nilai dari sepeda Brompton berkisar Rp 50 juta-Rp 60 juta per unit. Perkiraan total kerugian negara berkisar Rp 532 juta-Rp 1,5 miliar.
Perkiraan total kerugian negara berkisar Rp 532 juta-Rp 1,5 miliar.
Bea Cukai juga menyebutkan, SAW adalah nama yang tertera pada claimtag 15 koli yang berisi suku cadang motor Harley-Davidson bekas. Adapun LS adalah nama yang tertera pada claimtag 3 koli yang berisi 2 sepeda Brompton kondisi baru beserta aksesori sepeda. Keduanya tidak menyerahkan customs declaration dan tidak memberitahukan secara lisan kepada petugas Bea Cukai atas barang tersebut.
Sementara itu, Vice President Corporate Secretary PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk M Ikhsan Rosan, dalam siaran pers, menulis, ”Garuda Indonesia tunduk dan patuh atas segala ketentuan, peraturan, serta prosedur yang ditetapkan oleh bea cukai”.
Ikhsan menambahkan, karyawan Garuda Indonesia tunduk dan akan mematuhi aturan yang berlaku, misalnya membayar bea masuk. Suku cadang yang ditemukan di lambung pesawat itu akan digunakan secara pribadi oleh karyawan yang bersangkutan, bukan untuk diperjualbelikan.