Cendekiawan Diminta Ikut Menjawab Tantangan Bangsa
Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia diminta ikut berperan dalam menjawab tantangan yang dihadapi bangsa. Tantangan yang dihadapi masyarakat Indonesia saat ini, antara lain peningkatan kualitas sumber daya manusia.
PADANG, KOMPAS - Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia atau ICMI diminta ikut berperan dalam menjawab tantangan yang dihadapi bangsa. Tantangan yang dihadapi masyarakat Indonesia saat ini, antara lain peningkatan kualitas sumber daya manusia, pengentasan kemiskinan dan ketimpangan, serta pencegahan penyebaran paham radikalisme yang menggunakan simbol-simbol agama.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin menyampaikan permintaan itu ketika membuka Silaturahmi Kerja Nasional atau Silaknas ICMI Tahun 2019 sekaligus Milad ke-29 ICMI di Universitas Negeri Padang, Padang, Sumatera Barat, Jumat (6/12/2019). Silaknas ICMI tahun ini mengangkat tema “Penguatan Nasionalisme dan Pengembangan SDM Unggul Menuju Indonesia Emas 2045. Pembukaan turut dihadiri antara lain Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid dan Gubernur Sumbar Irwan Prayitno.
“Saya mengenal ICMI sebagai organisasi cendekiawan muslim yang peduli terhadap lingkungan, memiliki kemampuan berpikir, menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam memecahkan berbagai masalah sosial-kemasyarakatan, termasuk memberikan jalan keluar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di tingkat akar rumput,” kata Ma’ruf.
Salah satu tantangan utama umat saat ini adalah peningkatan kualitas SDM. Menurut Ma’ruf, pemerintah telah menempatkan pembangunan SDM unggul sebagai prioritas utama. SDM unggul adalah SDM yang sehat, cerdas, memiliki produktivitas tinggi, yaitu produktif dalam menghasilkan suatu manfaat dan maslahat, memiliki semangat berkompetisi tinggi, cinta tanah air, dan berakhlak mulia. Kesehatan masyarakat menjadi penting dalam bisa melahirkan manusia yang unggul, terutama mengurangi angka stunting.
Saya mengenal ICMI sebagai organisasi cendekiawan muslim yang peduli terhadap lingkungan, memiliki kemampuan berpikir, menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam memecahkan berbagai masalah sosial-kemasyarakatan, termasuk memberikan jalan keluar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di tingkat akar rumput, kata Ma’ruf.
Dilanjutkan Ma’ruf, kemiskinan dan ketimpangan juga masih menjadi masalah utama yang perlu diatasi, meskipun angka kemiskinan terus turun menjadi 9,41 persen per Maret 2019. Sebagian besar masyarakat miskin berasal dari kalangan umat (Islam). Persoalan itu harus dihilangkan dengan kekuatan umat sendiri.
Baca juga : Peran Cendekiawan Muslim dalam Perubahan
Oleh sebab itu, peran ICMI menjadi sangat strategis, sehingga penting terus mendorong keterlibatan seluruh umat dalam kegiatan ekonomi. Apalagi saat ini kegiatan ekonomi umat masih tertinggal. "Untuk itu keterlibatan umat yang semakin besar dalam kegiatan ekonomi akan meningkatkan kesejahteraan, terutama kelompok lapisan masyarakat terbawah. Dengan demikian, pada gilirannya dapat mengurangi lebarnya kesenjangan ekonomi di negara kita,” kata Ma’ruf.
Menurut Ma’ruf, penguatan ekonomi dan keuangan syariah merupakan sarana keterlibatan umat dalam kegiatan ekonomi. Pemerintah telah berkomitmen untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi dan keuangan syariah. Bersama Presiden, Ma’ruf berusaha untuk mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah dengan memperkuat kelembagaan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah.
Upaya memperkuat kelembagaan akan dan sedang dilakukan melalui revisi Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2016 tentang Komite Nasional Keuangan Syariah. Kata Ma’ruf, revisi utama dari Perpres tersebut adalah perubahan dari hanya lingkup keungan syariah, diperluas menjadi lingkup ekonomi dan keuangan syariah. Presiden menjadi ketua komite, sedangkan Wakil Presiden menjabat ketua harian.
“Dalam memperkuat dan mempercepat pengembangan ekonomi dan keuangan syariah, ada empat hal yang menjadi fokus. Pertama, pengembangan dan perluasan industri produk halal. Kedua, pengembangan dan perluasan industri keuangan syariah. Ketiga, pengembangan dan perluasan dana sosial masyarakat. Keempat, pengembangan dan perluasan kegiatan bisnis dan usaha syariah,” ujar Ma’ruf, yang juga mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia.
Baca juga : Wapres: ICMI Perlu Reformasi
Penguatan industri produk halal menjadi penting karena sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia punya pangsa pasar yang besar. Indonesia merupakan konsumen terbesar produk halal dunia dengan nilai belanja 214 miliar dollar AS atau 10 persen pangsa pasar produk halal dunia. Namun, Indonesia bukan produsen produk halal. Negara produsen terbesar produk halal dunia justru Brazil, diikuti Australia, yang penduduknya bukan mayoritas muslim.
“Dengan akselarasi pengembangan ekonomi dan keuangan syariah Kata Wapres Ma\'ruf, Indonesia diharapkan tidak hanya menjadi sekadar konsumen, tukang sertifikasi halal produk, tetapi juga menjadi produsen dan eksportir produk halal dunia. "ICMI dengan pengalamannya mendukung pembangunan bangsa selama ini, terutama dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah, dapat turut berperan dalam upaya peningkatan kapasitas ekonomi umat,” ujar Ma’ruf.
Adapun tantangan besar lainnya, kata Ma’ruf, adalah rawannya penyebaran paham-paham radikal. Penyebaran paham radikal itu banyak memanfaatkan atribut dan simbol-simbol keislaman. Upaya menangkal radikalisme sangat penting karena radikalisme merupakan akar permasalahan utama terorisme yang bersumber dari sikap intoleran.
ICMI dengan pengalamannya mendukung pembangunan bangsa selama ini, terutama dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah, dapat turut berperan dalam upaya peningkatan kapasitas ekonomi umat, ujar Ma’ruf
Kata Ma’ruf, pemerintah mendorong adanya sikap toleransi, baik di dalam lingkungan umat Islam maupun dalam berbangsa dan bernegara. Majelis Ulama Indonesia juga sudah menekankan agar di dalam ceramah umat Islam harus bisa menoleransi adanya perbedaan. Namun, untuk hal yang sifatnya sudah final memang tidak boleh ditoleransi.
Upaya deradikalisasi harus dilakukan dari hulu sampai hilir, dimulai dari pendidikan. Imunitas masyarakat perlu ditingkatkan. Paham radikal dapat dicegah dengan memasukkan narasi tentang kerukunan, keberagaman, sikap cinta terhadap sesama, nasionalisme, dan patriotisme.
“Umat Islam sebagai mayoritas punya tanggung jawab paling besar dalam memerangi radikalisme. Sebagai organisasi cendekiawan muslim, ICMI punya peran sangat besar dalam memerangi radikalisme. Tema Silaknas saat ini yang mengangkat isu nasionalisme sangat penting dalam menangkal sikap intoleran dan radikalisme serta terorisme,” ujar Ma’ruf.
Baca juga : ICMI Harus Kembalikan Kemandirian Bangsa
Dalam acara pembukaan itu, Ma’ruf ditunjuk sebagai Ketua Dewan Penasihat ICMI menggantikan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Sementara itu, Jusuf Kalla mengisi kekosongan posisi Ketua Dewan Kehormatan ICMI setelah wafatnya mantan Presiden Ketiga almarhum BJ Habibie. Pada kesempatan itu, ICMI juga memberikan penghargaan kepada almarhum Habibie sebagai Bapak Teknologi dan Bapak Demokrasi Indonesia.
Estafet kepemimpinan
Ketua Umum ICMI Jimly Asshiddiqie dalam sambutannya menyampaikan ICMI perlu menyiapkan estafet kepemimpinan kepada generasi yang lebih muda untuk regenerasi dan kesinambungan jangka panjang (longmarch). Silaknas 2019, merupakan tahun terakhir kepemimpinan Jimly. Ia berharap pemimpin berikutnya tidak lagi dari generasi pendiri ICMI, seperti dirinya.
Jimly berharap dengan pemimpin jangka panjang itu, ICMI dapat membawa Indonesia menjadi bangsa yang punya SDM berkualitas sesuai dengan jumlah penduduknya yang besar. Indonesia unggul dalam mengelola sumber daya alam yang begitu banyak.
Kebenaran yang tidak terorganisasi tidak bisa mengalahkan kebatilan yang terorganisasi, kata Jimly.
Intinya agar bangsa ini sukses adalah dengan bersatu atau nasionalisme dan berhasil membangun kualitas sumber daya insani yang unggul. Unggul dalam arti menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi setinggi-tingginya. Kemudian, mendalami iman dan takwa sedalam-dalamnya, berkebudayaan Nusantara, serta bersatu dan terorganisir. "Kebenaran yang tidak terorganisasi tidak bisa mengalahkan kebatilan yang terorganisasi,” kata Jimly.
Jimly melanjutkan, pascareformasi, Indonesia menghadapi era baru yang semuanya serba bebas. Demokrasi dan politik sama-sama pasar bebas. Semua jabatan menjadi komoditas yang diperebutkan. Pasar bebas kekuasaan dan pasar bebas kekayaan itu perlu dikendalikan. Dalam situasi yang semakin liberal dalam aspek kehidupan manuasia, peran kaum cerdik dan cendekia diperlukan.
“Ulama dan cendekiawan perlu berkonsolidasi untuk mengawal kehidupan yang makin bebas ini. Maka kami mengajak semua kalangan berbagi tugas untuk mengimbangi kecenderungan pemikiran jangka pendek, kecenderungan untuk hanya mengambil tetapi tidak menyumbang, kecenderungan untuk mediocrity, kecenderungan untuk tidak berpikir jangka panjang. Ini tugas cendekiawan yang tidak akan pernah berhenti,” ujar Jimly.
Baca juga : Habibie, ICMI dan Kualitas Intelektual Muslim
Ketua Pelaksana Silaknas dan Milad ke-29 ICMI Ganefri mengatakan, kegiatan itu diikuti oleh 1.012 peserta dari 28 organisasi wilayah ICMI. Angka itu termasuk 350 cendekiawan dan 61 peserta konferensi Ikatan Cendekiawan Muslim Asean atau ICMA.
Jimly dalam kesempatan itu juga menjelaskan, beriring dengan acara Silknas dan Milad ICMI, juga diresmikan berdirinya ICMA. Ikatan itu fokus pada gerakan peningkatan kualitas SDM dan jaringan bisnis di kalangan saudara serantau pengusaha muslim di Asia Tenggara. Delegasi yang hadir antara lain dari Malaysia, Brunei Darussalam, Timor Leste, dan Kamboja. Delegasi lain yang direncanakan hadir, yaitu dari Singapura, Filipina, dan Thailand.