Dua regulasi pemidanaan masuk dalam Program Legislasi Nasional 2020, yakni Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Rancangan UU Pemasyarakatan.
Oleh
REK/NIA
·2 menit baca
Dua RUU, yaitu RKUHP dan RUU Pemasyarakatan, dari total 50 RUU yang masuk Prolegnas 2020 akan menyinergikan pemidanaan.
JAKARTA, KOMPAS — Dua regulasi pemidanaan masuk dalam Program Legislasi Nasional 2020, yakni Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Rancangan UU Pemasyarakatan. Dua RUU yang saling terkait itu idealnya dibahas sinergis di antara tim perumus agar selaras kebijakan pemidanaannya antara RKUHP dan RUU Pemasyarakatan.
Ketua Panitia Kerja Tata Cara Penyusunan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dari Fraksi PDI-P Rieke Diah Pitaloka seusai rapat kerja penyusunan Prolegnas dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia serta Dewan Perwakilan Daerah di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (5/12/2019), menyatakan, DPR dan pemerintah menetapkan 247 RUU masuk Prolegnas 2020-2024. RUU itu dari usulan DPR, pemerintah, dan DPD.
Selain RUU Prolegnas 2020- 2024, tambah Rieke, DPR juga menetapkan 50 RUU Prolegnas Prioritas 2020. Dari total 50 RUU, ada empat yang merupakan hasil mekanisme lanjutan (carry over) periode sebelumnya. Sebanyak tiga RUU merupakan usul pemerintah, yaitu RUU tentang Bea Materai, RKUHP, dan RUU Pemasyarakatan. Selain itu, RUU tentang Pertambangan, Mineral, dan Batubara. “Catatan kami, RUU carry over akan membahas mendalam pasal-pasal yang mendapatkan perhatian khusus publik,” ujar Rieke.
Salah satu dari RUU yang diteruskan dari periode sebelumnya ialah RKUHP. Dalam Prolegnas kali ini, ada pembahasan RUU Pemasyarakatan yang terkait RKUHP. RKUHP mengatur norma perbuatan yang dikenakan pidana, dan ancaman pemidanan atas perbuatan itu. Adapun RUU Pemasyarakatan mengatur praktik pemidanaan lewat program pembinaan di lapas.
Ketua Bidang Studi Hukum Pidana Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STH) Jentera Anugerah Rizki Akbari mengatakan, pembahasan dua regulasi itu harus disinergikan agar tak tumpang tindih, dan aturan yang ditetapkan selaras antara RKUHP dengan RUU Pemasyarakatan. Untuk membentuk regulasi yang sinergis, pembahasan kedua RUU itu idealnya oleh tim perumus atau lewat mekanisme diskusi intens.
Namun, sebelum pembahasan kedua regulasi, pemerintah harus tegas menyusun visi pemidanaan Indonesia.
“Harus jelas dulu mau dibawa ke mana pemidanaan kita. Bagaimana pemidanaan ini ditempatkan. Sebagai contoh, saat ini ada kelebihan penghuni di lapas. Maka UU pemidanaan harus menjawab persoalan,” katanya.
Direktur eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Anggara mengatakan, sejumlah pasal bermasalah harus menjadi perhatian saat pembahasan kembali RKUHP oleh pemerintah dan DPR.
Sementara itu, peneliti Center for Detention Studies (CDS) Gatot Goei mengatakan, dalam pembahasan RUU Pemasyarakatan antara lain harus diperjelas pemberian keringanan hukuman, seperti remisi, asimilasi, dan pembebasan bersyarat bagi napi.