Munas Partai Golkar telah ditutup oleh Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Struktur kepengurusan Golkar pada periode kedua kepemimpinan Airlangga Hartarto ditengarai bakal kompromistis.
Oleh
Dhanang David / Agnes Theodora WW
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Jalan mulus Airlangga Hartarto menjadi Ketua Umum Partai Golkar untuk kedua kali datang dengan syarat. Struktur kepengurusan Golkar ke depan ditengarai bakal kompromistis untuk mengakomodasi kubu Bambang Soesatyo, penantang terkuat Airlangga, serta para tokoh senior Golkar yang ikut membantu memenangkan Airlangga. Di satu sisi hal ini mampu mengakomodasi beragam kepentingan di internal Golkar. Namun, di sisi lain bisa mengesampingkan sistem merit.Munas Ke-10 Partai Golkar, Kamis (5/12/2019), ditutup oleh Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Dalam sambutannya, Ma’ruf mengatakan, konsolidasi dan musyawarah harus menjadi tradisi demokrasi yang selalu dikedepankan Golkar. ”Semula ada yang mengira munas kali ini akan panas, tetapi dugaan itu keliru karena munasnya berjalan lancar dan sejuk,” ujarnya.
Demi menjaga suasana tetap kondusif, Ma’ruf berharap kubu Airlangga dan kubu Bambang bisa bersatu. ”Saya berharap agar kedua tokoh ini bersatu karena Golkar merupakan jangkar bagi stabilitas politik nasional,” ucapnya.
Seusai munas, Airlangga diberi mandat menyusun struktur kepengurusan bersama tim formatur. Tim itu diwakili pengurus dari tiga wilayah, yaitu Ahmad Doli Kurnia (barat), Zainudin Amali (tengah), Melky Laka Lena (timur), dan wakil dari ormas Golkar, Ilham Permana (Angkatan Muda Partai Golkar).
Akomodatif
Struktur kepengurusan Golkar periode 2019-2024 akan sedikit berbeda dari sebelumnya. Ada lima jabatan dewan yang disiapkan untuk mengakomodasi tokoh senior Golkar, yaitu dewan pembina, dewan pakar, dewan kehormatan, serta dewan penasihat dan dewan etik sebagai tambahan. Selain itu, akan ada tambahan jabatan wakil ketua umum.
Ahmad Doli Kurnia mengatakan, tim formatur kepengurusan akan bekerja seusai munas. Tambahan posisi dewan penasihat dan dewan etik ditujukan untuk mengakomodasi tokoh senior Golkar, seperti Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan dan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Keduanya berperan besar dalam lobi-lobi memuluskan jalan Airlangga menuju kursi ketua umum. Dalam kepengurusan Golkar yang lalu, Luhut dan Kalla tidak mengisi jabatan khusus di partai.
Tidak hanya mengakomodasi pihak yang berperan memenangkan Airlangga, kepengurusan Golkar juga ditengarai akan diisi para loyalis Bambang Soesatyo. Penantang terkuat Airlangga itu mengundurkan diri dari kontestasi perebutan ketua umum beberapa jam sebelum munas dibuka. Namun, Airlangga harus merangkul pendukung Bambang dalam kepengurusan, alat kelengkapan DPR, dan jabatan eksekutif.
Kalau ini terus dilanjutkan dan tidak hanya di Golkar, tetapi di semua partai, bisa tidak baik bagi demokrasi.
Loyalis Bambang, yaitu Ahmadi Noor Supit, mengingatkan Airlangga akan komitmen yang ia buat bersama Bambang pada Selasa (3/12) pagi. Dalam pertemuan di restoran di Gunawarman, Jakarta Selatan, Bambang, ditemani Supit dan Nusron Wahid, bertemu dengan Airlangga, Agus Gumiwang Kartasasmita, Azis Syamsuddin, dan Melchias Markus Mekeng. Airlangga berjanji akan mengakomodasi kubu Bambang dalam kepengurusan Golkar ke depan. Ia menjanjikan kepengurusan yang rekonsiliatif.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia Aditya Perdana mengatakan, kepengurusan yang cenderung kompromistis bisa melemahkan tradisi demokrasi di internal partai. Budaya kompromistis di satu sisi baik untuk mengakomodasi faksi-faksi dan untuk persatuan partai.
Namun, ketika upaya akomodasi itu dilakukan untuk menjinakkan faksi-faksi, itu bisa berujung pada karakter partai yang cenderung sentralistik dan oligarkis. Budaya kompromistis juga bisa mengesampingkan sistem merit atau kapabilitas kader demi kompromi. ”Kalau ini terus dilanjutkan dan tidak hanya di Golkar, tetapi di semua partai, bisa tidak baik bagi demokrasi,” ujarnya.