Wakil Presiden Ma\'ruf Amin mengajak Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia dan pemangku kepentingan lainnya untuk bersama-sama dengan pemerintah mengimunisasi masyarakat dari penyebaran faham rasikalisme
Oleh
FX Laksana Agung Saputra dan Yola Sastra
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS — Wakil Presiden Ma\'ruf Amin mengajak Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia dan pemangku kepentingan lainnya untuk bersama-sama dengan pemerintah mengimunisasi masyarakat dari penyebaran faham rasikalisme. Hal ini dimulai dari bidang pendidikan.
"Tantangan utama umat pada saat ini adalah, pertama, meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia. Kedua, menghilangkan kemiskinan dan ketimpangan. Ketiga, imunisasi umat dari penyebarluasan radikalisme dengan menggunakan simbol-simbol agama," kata Ma\'ruf dalam pidato pembukaan Silaturahmi Kerja Nasional (Silaknas) Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) 2019 di Padang, Sumatera Barat, Jum’at (06/12/2019).
Hadir dalam kesempatan itu, Ketua Umum ICMI Jimly Asshiddiqie, Waki Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, serta Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno dan anggota Forum Koordinasi Pimpinan Daerah Provinsi Sumatera Barat. Duduk di kursi audiens, sejumlah kader ICMI dari berbagai daerah di tanah air serta delegasi dari negara sahabat, seperti Malaysia, Kamboja, dan Brunei Darusallam.
Ma\'ruf, menyatakan, penyebaran faham-faham radikal berlangsung marak dengan banyak memanfaatkan atribut dan simbol-simbol Islam. "Upaya menangkal radikalisme ini sangatlah penting, karena radikalisme merupakan akar permasalahan utama dari terorisme," kata Ma\'ruf.
"Saya berpendapat, radikalisme adalah cara berpikir, sedangkan radikalisasi adalah transfer cara berpikir tentang suatu ideologi tertentu dari satu pihak ke pihak lain dengan mentoleransi kekerasan untuk mencapai tujuannya," kata Ma\'ruf.
"Saya berpendapat, radikalisme adalah cara berpikir, sedangkan radikalisasi adalah transfer cara berpikir tentang suatu ideologi tertentu dari satu pihak ke pihak lain dengan mentoleransi kekerasan untuk mencapai tujuannya"
Jika proses transfer ini terus diberikan ruang, Ma\'ruf melanjutkan, akan terjadi proses radikalisasi yang masif. Untuk itu, upaya deradikalisasi harus dilakukan dari hulu sampai hilir, yang dimulai dari pendidikan. Salah satu caranya adalah dengan memasukkan lebih banyak narasi tentang kerukunan, toleransi, sikap cinta kepada sesama, nasionalisme, patriotisme, dan bela negara.
"Umat Islam, sebagai mayoritas umat beragama di Indonesia, memiliki peran dan tanggungjawab paling besar dalam memerangi radikalisme ini. Keberhasilan memerangi radikalisme akan sangat ditentukan oleh keberhasilan umat Islam dalam memerangi cara berpikir radikal dalam umat Islam itu sendiri," kata Ma\'ruf.
ICMI sebagai organisasi cendekiawan, menurut Ma\'ruf, memiliki peran yang sangat besar dalam upaya memerangi radikalisme tersebut. Oleh sebab itu, ia mengharapkan agar ICMI dapat bersama-sama dengan pemerintah terus menyampaikan pesan-pesan positif dalam berbagai kesempatan.
Nasionalisme sebagaimana juga diangkat sebagai tema Silaknas ICMI, Ma\'ruf menambahkan, sangat penting dalam menangkal radikalisme. Sebab, berbagai narasi yang bersifat radikal selalu menantang gagasan nasionalisme yang dianggap tidak sejalan dengan paham radikal.
Silaknas ICMI dan milad ICMI ke-29 mengusung tema, “Penguatan Nasionalisme dan Pembangunan SDM Unggul Menuju Indonesia Emas 2045”. Acara digelar 6-8 Desember 2019 di Universitas Negeri Padang Sumatera Barat.
Sementara itu, Jimly dalam laporannya, mengingatkan, Indonesia memasuki era baru pasca reformasi politik 1998. Era itu dicirikan dengan kecenderungan liberalisasi di berbagai bidang.
"Semua serba bebas. Politik pasar bebas. Ekonomi pasar bebas. Semua jabatan jadi komoditas yang diperebutkan. Semua kekayaan juga bebas. Demokrasi dan ekonomi, sama-sama pasar bebas," kata Jimly.
"Semua serba bebas. Politik pasar bebas. Ekonomi pasar bebas. Semua jabatan jadi komoditas yang diperebutkan. Semua kekayaan juga bebas. Demokrasi dan ekonomi, sama-sama pasar bebas"
Kecenderungan liberalisasi di berbagai bidang itu, menurut Jimly, perlu dikendalikan. Untuk itu, ulama dan cendekiawan perlu berkonsolidasi untuk mengawal perjalanan bangsa.
Sehubungan dengan kecenderungan pemikiran jangka pendek, Jimly berpendapat perlunya mempertimbangkan kembali model Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Hal ini menjadi salah satu tema yang akan dibahas dalam Silaknas ICMI.
"Saya pribadi mendukung upaya menghidukan kembali GBHN supaya semua orang jangan terjebak dalam pikiran yang sekadar jangka pendek. Perlu perubahan UUD. Cuma batasi. Jangan yang melebar ke mana-mana. Cukup untuk menghidupkan kembali GBHN," kata Jimly.
Sehubungan dengan kepengurusan ICMI, Jimly menambahkan, tahun depan muktamar sekaligus milad ke-30 ICMI. "Usia ICMI saat ini 29 tahun. Saya berharap mudah-mudahan tahun depan, yang memimpin ICMI bukan lagi generasi pendiri 30 tahun lalu. Saya ikut pendiri, panitia aktif. Maka saya berharap sekarang harus disiapkan estafet kepemimpinan untuk regenerasi, untuk kesinambungan long march perjuangan keindonesiaan, kecendikiaan, dan keislaman dalam jangka panjang. Sampai selama-lamanya. Setidak-tidaknya sampai Indonesia emas 2045," kata Jimly.
Dalam kesempatan itu, Jimly juga mengumumkan bahwa Jusuf Kalla yang sebelumnya adalah ketua dewan penasehat ICMI bersedia untuk mengisi jabatan kosong yang ditinggalkan BJ Habibie, yakni ketua dewan kehormatan ICMI. Adapun posisi ketua dewan penasehat ICMI diisi Ma\'ruf Amin.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.