Meskipun dicintai penggemarnya, popularitas musik rock mulai pudar. Selera musik warga dunia lebih banyak bergeser pada genre hiphop, pop, dan musik elektronik dansa ketimbang rock. Mengapa ini bisa terjadi?
Oleh
Benediktus Krisna Yogatama
·5 menit baca
Musik rock selalu punya tempat di telinga dan hati penikmatnya. Namun, dekade ini musik yang identik dengan kebisingan ini jauh dari ingar bingar popularitas industri musik dunia. Selama 10 tahun terakhir, selera musik dunia lebih jatuh hati kepada genre hiphop, pop, dan musik elektronik dansa ketimbang rock. Ada apa dengan musik rock?
Mengutip situs pemeringkat tangga lagu dunia Billboard.com, tidak ada satu pun lagu ataupun musisi rock yang berhasil merangsek masuk 100 lagu terbaik dalam dekade ini. Takhta lagu nomor wahid dekade ini digenggam lagu bergenre pop-funk, yaitu ”Uptown Funk” yang dipopulerkan oleh Bruno Mars dan Mark Ronson.
Lagu lainnya yang bertengger di tangga lagu dunia itu pun mayoritas bergenre pop dan hiphop. Mereka antara lain ”Shape of You”-Ed Sheeran, ”We Found Love”-Rihanna dan Calvin Harris, dan ”Party Rock Anthem”-LMFAO.
Kekalahan musik rock juga terjadi di aplikasi pemutar musik Spotify. Lagu dari musisi rock gagal bertengger di deretan lagu yang paling sering diputar di aplikasi itu dalam 10 tahun terakhir.
Mengutip daftar yang dirilis Spotify, lagu ”Shape of You” milik Ed Sheeren menjadi lagu yang paling sering diputar di aplikasi itu di dekade ini. Adapun empat lagu lain yang paling sering diputar adalah ”One Dance”-Drake, Kyla, dan WizKid; ”Rockstar”-21 Savage dan Post Malone; ”Closer”-Halsey dan The Chainsmoker; serta ”Thingking out Loud”-Ed Sheeran. Tak ada satu pun dari lima lagu itu yang bergenre rock.
Dalam 10 tahun terakhir lagu yang paling sering diputar dalam satu tahun adalah ”Love The Way You Lie”-Eminem dan Rihanna (2010), ”Danza Kuduro”-Don Omar dan Lucenzo (2011), ”Somebody That I Used to Know”-Gotye dan Kimbra (2012), ”Can’t Hold Us”-Macklemore dan Ryan Lewis (2013), ”Happy”-Pharrell Williams (2014), ”Lean On”-Major Lazer & DJ Snake (2015), ”One Dance”-Drake (2016), ”Shape of You”-Ed Sheeran (2017), ”God Plan”-Drake (2018), serta ”Senorita”-Camila Cabello dan Shawn Mendes (2019). Lagu rock tidak pernah menjadi lagu yang paling sering di dengar selama satu tahun dalam periode satu dekade ini.
Musisi yang paling sering diputar lagunya di Spotify selama dekade ini jatuh kepada Drake. Menyusul Drake ada Ed Sheeran, Post Malone, Ariana Grande, dan Eminem yang menduduki lima besar musisi yang paling sering diputar. Sayangnya, Spotify tidak membeberkan data kuantitatif seberapa sering mereka diputar di Spotify selama satu dekade terakhir.
Musisi rock sendiri bukannya tanpa perlawanan untuk menjaga eksistensi mereka di industri musik. Band-band rock legendaris yang telah malang melintang dari 2-3 dekade sebelumnya pun menelurkan album baru pada dekade 2010-an ini.
Pada 2016 lalu, band rock-metal legendaris Metalica menelurkan album teranyar mereka berjudul Hardwired… To Self Destruct. Pada tahun yang sama, band rock-funk Red Hot Chili Peppers juga mengeluarkan album terbaru mereka berjudul The Gateaway. Namun, rupanya nama besar dan puluhan karya yang telah mereka bangun sejak puluhan tahun tidak cukup membawa mereka masuk ke jajaran atas tangga lagu industri musik dekade ini.
Harapan terjaganya eksistensi musik rock di panggung dunia sempat menguar dari kehadiran band rock anyar Greeta van Fleet. Kuartet asal Michigan, Amerika Serikat, itu mencuri perhatian di Grammy Award 2018 yang diselenggarakan Februari lalu dengan menyabet piala dari kategori Album Rock Terbaik dengan menyisihkan band rock lain yang sudah lebih dulu malang melintang, seperti Fall Out Boys dan Weezer.
Performa dan musikalitas Greeta van Fleet mengingatkan pencinta musik pada band legendaris Led Zeppelin. Tak pelak mereka dianggap bakal menjadi juru selamat musik rock dalam menjaga eksistensinya di industri musik dunia.
Pujian itu datang dari Slash. “Kini ada sekelompok remaja yang muda dan lapar yang bisa membawa maju musik rock kembali,”ujar mantan gitaris Gun n Roses dan Velvet Revolver itu, pada Desember 2018.
Bertolak belakang dengan Greeta van Fleet yang punya misi menyelamatkan eksistensi rock, manuver berbeda dilakukan band rock-metal Bring Me The Horizon. Bertahun-tahun tampil dengan musik distorsi keras dan teriakan yang garang, band asal Inggris ini kini tampil dengan musik elektronik dansa (EDM).
Dalam album teranyar mereka, AMO, dentuman drum bertempo tinggi dan distorsi gitar ala band metal tak lagi jadi menu utama. Kini, musik mereka lebih banyak berupa musik elektronik dan disko yang dihasilkan perangkat musik digital.
Dalam sebuah wawancara dengan majalah musik KERRANG!, vokalis Bring Me The Horizon, Oliver Sykes, mengatakan, konsep album AMO berbeda dengan album-album sebelumnya yang pernah mereka rilis. Ia mengatakan, band ini perlu maju dan melakukan eksperimen dalam bermusik. ”Kalian perlu mendengarkan album ini lebih dari sekali untuk memahaminya,” ujar vokalis yang sekujur tubuhnya dihiasi tato ini.
Namun, ia menolak anggapan, perubahan drastis genre itu untuk menjaga eksistensi mereka di industri musik yang jenuh dengan rock-metal. Ia bahkan sadar, musikalitas baru band itu bakal membuat mereka ditinggalkan penggemar lama mereka, tetapi juga membuat mereka memperoleh penggemar baru.
Perubahan genre bermusik juga dilakukan Skrillex. Namanya melambung setelah menjadi produser lagu ”Sorry” yang dipopulerkan Justin Bieber. Padahal, sebelumnya, pria yang bernama asli Sony Moore ini adalah vokalis band rock-emo From First to Last. Kariernya di musik EDM dan pop lebih mentereng ketimbang masih menjadi anak band.
Selera generasi
Situs kritikus musik Spinditty dalam artikelnya berjudul Why Did Rock Music Decline and Can It Make a Comeback?” menilai, kemunduran musik rock terjadi karena perubahan selera mendengar musik dari generasi. Musik rock yang berkibar di anak muda sejak dekade 70-90-an berkat bantuan dari MTV. Band-band rock legendaris, seperti Nirvana hingga Linkin Park, besar karena publisitas siaran MTV.
Seiring mengendurnya siaran MTV dan konsumsi musik beralih pada streaming internet, penikmat musik bisa memilih sendiri apa yang disukainya tanpa dikte dari MTV. Musik pop, hiphop, dan EDM pun menjadi digemari karena dianggap relevan dengan perkembangan digital saat ini.
Alasan kedua, karena telah terjadi pergeseran cara konsumsi musik saat ini, yaitu melalui aplikasi pemutar dan internet, tidak lagi menjual album fisik. Musisi terlambat menyadari dan terlambat merespons perubahan ini. Berbeda dengan musisi hiphop, pop, dan EDM yang sehari-hari lebih kental dengan instrumen digital sehingga tidak terlambat merespons perubahan zaman.
Segala kemunduran musik rock sejatinya adalah tragedi. Sebab, keragaman genre musik membuat persaingan industri musik lebih berwarna. Tidak hanya itu, telinga dan hati penikmat musik pun beragam maunya. Mari kita tunggu terobosan musisi rock untuk kembali bangkit ke panggung industri musik dunia.