Manchester United datang ke markas tim sekotanya, Manchester City, Minggu dini hari WIB dengan membawa “ilusi”. Serangan balik bak kilat MU acapkali mematikan tim-tim besar.
Oleh
Yulvianus Harjono
·4 menit baca
MANCHESTER, JUMAT – Musim ini, kiprah Manchester United ibarat sebuah ilusi besar. Inkonsistensi dan posisi mereka di Liga Inggris, kini di peringkat keenam, acapkali menipu tim-tim besar. Jika itu tidak diwaspadai, Manchester City berpotensi menjadi korban lain MU pada duel kedua tim, Minggu (8/12/2019) pukul 00.30 WIB.
Ketika Ole Gunnar Solskjaer mengambil alih posisi manajer Manchester United dari Jose Mourinho, hampir setahun yang lalu, banyak pihak mengharapkan perubahan di tim itu. Solskjaer diharapkan mengikuti jejak gurunya, Sir Alex Ferguson, yang menjadikan serangan sebagai filosofi dasar MU. Pakem sepak bola atraktif itu lantas dikenal sebagai “United way”.
Hampir setahun berlalu, Ole belum bisa menyamai kehebatan “Setan Merah” di rezim Ferguson. Namun, United way sungguh kembali hidup di tubuh MU saat ini. Lewat gaya kick and rush, Setan Merah belum terkalahkan oleh tim-tim Big Six alias langganan enam besar di Liga Inggris musim ini. Padahal, kiprah mereka jauh dari meyakinkan dan sempat terjatuh ke peringkat ke-14.
MU ibarat bermuka dua. Mereka kerap dipermalukan tim-tim kecil seperti Crystal Palace, Newcastle United, West Ham United, dan Bournemouth, pada musim ini. Namun, di pekan lainnya, mereka membutakan tim-tim raksasa. Chelsea, yang tampil menawan bersama manajer barunya, Frank Lampard, mereka gilas 4-0 di awal musim ini.
Sebanyak 17 kemenangan beruntun Liverpool, pemuncak klasemen Liga Inggris, juga MU hentikan pada Oktober lalu. Terakhir, mereka juga mematahkan laju positif Tottenham Hotspur, yaitu tiga kemenangan beruntun, bersama manajer barunya, Mourinho. Di laga itu, Mourinho seolah terkena ilusi Setan Merah.
Mourinho, mantan manajer MU yang terkenal hati-hati dan pragmatis, termakan oleh taktik Solskjaer. Di luar dugaan, Spurs nekat bermain terbuka. Mereka lebih menguasai bola, yaitu hingga 53 persen. Namun, hasil akhirnya, mereka kalah 1-2 pada laga di Old Trafford itu. Situasi serupa dialami Chelsea, Agustus lalu. Lebih banyak menyerang dan memonopoli jalannya laga, “The Blues” justru diremukkan MU saat itu.
Mengacu data Squawka, Solskjaer telah menyulap MU sebagai mesin serangan balik cepat paling mematikan di Liga Inggris selain Leicester City musim ini. Sebelum diambil alih Solksjaer, MU menempati posisi juru kunci dalam hal fast break alias serangan balik cepat di musim lalu, yaitu hanya tiga kali. Setelah Solkjaer hadir, MU menjadi raja fast break dengan total 21 gol.
Seperti di era Ferguson, MU menyerang tanpa basa-basi atau operan rumit. Mereka mengeksploitasi pertahanan musuhnya dengan kecepatan barisan gelandang dan lini serang seperti Marcus Rashford, Anthony Martial, dan Jesse Lingard. Tidak heran, awal musim ini, Solskjaer rela membuang striker Romelu Lukaku yang lamban dan membeli Daniel James, salah satu kreator fast break terbaik di Divisi Championship musim lalu.
City rentan
Menurut Richard Jolly, analis sepak bola Inggris, pendekatan taktik Solskjaer itu bisa menjadi kryptonite bagi Pep Guardiola, Manajer Manchester City. Kontras dengan Solskjaer, Guardiola adalah revolusioner sekaligus penganut fanatik sepak bola ofensif ala penguasaan bola tinggi. Namun, di sisi lain, bukan rahasia jika City musim ini rentan dengan tim-tim yang memainkan pola serangan balik cepat seperti MU.
September lalu, misalnya, mereka dijungkalkan Norwich City, tim terbuncit kedua di Liga Inggris. Sebulan berselang, giliran Wolverhampton Wanderes yang mempermalukannya di Stadion Etihad, yaitu 0-2. Seluruh gol Wolves dicetak lewat serangan balik cepat. “Mereka (MU) tidak takut memainkan taktik defensif. Mereka nyaman dalam (situasi) tekanan lawan dan melayangkan serangan balik cepat. Mereka punya banyak anak muda dengan energi yang tinggi dan mentalitas bagus,” ujar Mourinho mengomentari permainan MU.
Guardiola mengaku sedikit cemas dengan ancaman Setan Merah, terlebih timnya kini masih didera krisis bek tengah. City belum bisa diperkuat bek andalannya, Aymeric Laporte. Ia pun agakanya bakal kembali mengandalkan Fernandinho yang tampil lamban di beberapa laga terakhir, khususnya saat menghadapi Wolves.
“Mereka (penyerang MU) luar biasa cepat di depan, belum lagi (Harry) Maguire yang berbahaya dalam bola-bola mati. Mereka punya fisik dan agresivitas yang bagus. Kami akan menghadapi tim bagus yang punya sejarah hebat. Kami akan mencoba meneruskan performa seperti laga sebelumnya (menang 4-1 atas Burnley),” ujar Guardiola kepada Manchester Evening News.
City memang wajib melewati tantangan MU dengan kemenangan jika ingin menjaga kans memeprtahankan gelar juara Liga Inggris. Saat ini, mereka tertinggal jauh, yaitu 11 poin dari Liverpool. Selisih poin itu bisa melebar menjadi 14 poin jika City kalah, sementara “The Reds” menang pada laga tandang kontra Bournemouth, Sabtu malam ini. (Reuters)