Kementerian Pertanian bersama Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, sepakat mengembangkan kawasan hortikultura di Kuningan. Kabupaten yang mengklaim sebagai daerah konservasi ini juga berpotensi memasok sayuran ke Jakarta.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
KUNINGAN, KOMPAS - Kementerian Pertanian bersama Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, sepakat mengembangkan kawasan hortikultura di Kuningan. Selain memiliki lahan yang luas, kabupaten yang mengklaim sebagai daerah konservasi ini juga berpotensi memasok sayuran ke Jakarta.
Kerja sama itu tertuang dalam nota kesepahaman yang ditandatangani Bupati Kuningan Acep Purnama dengan Direktur Jenderal Hortikultura Kementan Prihasto Setyanto yang diwakili Direktur Perbenihan Hortikultura Kementan Sukarman, Jumat (6/12/2019), di Kuningan. Penandatanganan tersebut bagian dari acara Musyawarah Nasional Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia (AACI) 2019.
Sukarman mengatakan, pengembangan kawasan akan dimulai 2020. Kawasan itu meliputi tanaman cabai seluas 50 hektar, bawang merah (30 hektar) dan tanaman obat-obatan (20 hektar). Pihaknya akan memberikan bantuan benih untuk kawasan itu. "Jumlahnya bisa bertambah tergantung permintaan pemerintah daerah," ujarnya.
Menurut dia, potensi Kuningan sebagai kawasan hortikultura cukup besar. Selain lahan yang tersedia, jaraknya juga tidak terlalu jauh dengan Jakarta, yakni sekitar 234 kilometer. Hal ini bisa memotong ongkos produksi. "Target kami, lahan di Jawa menjadi pemasok dan stabilitas harga ke Jakarta dan Jawa, bukan ke luar Jawa," lanjutnya.
Target kami, lahan di Jawa menjadi pemasok dan stabilitas harga ke Jakarta dan Jawa, bukan ke luar Jawa
Saat ini, lahan yang teraliri jaringan irigasi di Kuningan mencapai 27.999 hektar. Adapun potensi lahan pekarangan 9.785 hektar dan perkebunan 2.071 hektar. Luas tanam cabai besar saat ini 79 hektar sedangkan cabai rawit 158 hektar. Adapun areal bawang merah mencapi 239 hektar.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Kuningan Dodi Nurochmatuddin mengatakan, produksi ketiga komoditas sayuran itu melebihi target. Cabai merah, misalnya, produksinya mencapai 680 ton. Padahal, targetnya 622 ton.
Sementara panen cabai rawit sebanyak 1.934 ton, jauh dari target 458 ton. Adapun realisasi bawang merah mencapai 4.280 ton, hampir dua kali lipat dari target 2.276 ton.
"Petani bersemangat menanam cabai. Ini potensi kawasan hortikultura. Namun, kendalanya, harga cabai kerap jatuh sampai Rp 7.000 per kilogram. Padahal, biasanya mencapai Rp 15.000 per kilogram," katanya.
Menurut Bupati Kuningan Acep Purnama, Kuningan tidak lagi menjadi pemasok utama sayuran ke Kota Cirebon, Jabar. "Kami kalah dengan Majalengka yang pertaniannya jauh lebih bagus dari segi produksi hingga teknologi. Kami masih tradisional," ungkapnya.
Padahal, Kuningan mencanangkan diri sebagai kawasan agropolitan, pariwisata, dan konservasi. Minimal, 40 persen lahan Kuningan harus merupakan ruang terbuka hijau. Namun, pihaknya menyambut baik pengusaha yang ingin membangun industri pertanian. Dengan syarat, ramah lingkungan.
Oleh karena itu, Acep berharap AACI dapat mengembangkan tanaman cabai di Kuningan, termasuk melatih petani setempat. Sementara Ketua AACI Abdul Hamid mengatakan, penentuan lokasi Munas di Kuningan merupakan langkah awal menjadikan daerah itu sentra cabai.
Kepala Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Cirebon Sudono mengatakan, cabai kerap menjadi komoditas penyumbang inflasi di Cirebon. Artinya, cabai menjadi bagian dalam pengeluaran masyarakat.
Tahun 2016, misalnya, cabai merah menjadi penyumbang inflasi terbesar, yakni 0,02 persen. Tahun ini, cabai merah menduduki urutan kedua penyumbang inflasi, 0,011 persen. Urutan pertama ditempati bawang merah dengan kontribusi 0,012 persen.
Pihaknya pun mulai mengembangkan kluster cabai dan bawang merah di Kuningan serta Majalengka dengan luas total mencapai 220 hektar. "Akhirnya, kami harus masuk ke bagian supply untuk memastikan jumlah pasokan. Tujuannya, menekan inflasi di Cirebon," ungkapnya.