Aldila Sutjiadi mengakhiri penantian delapan tahun Indonesia, dengan meraih emas tenis tunggal putri pada SEA Games 2019. Pencapaian ini berkat permainan dan mental Aldila yang terasah melalui turnamen internasional.
Oleh
Denty Piawai Nastitie dari Manila, Filipina
·4 menit baca
MANILA, KOMPAS – Berbekal pengalaman mengikuti banyak turnamen internasional yang mengasah mental pertandingan, para petenis putri Indonesia mampu tampil maksimal pada SEA Games 2019. Kekuatan mental, terutama saat menghadapi poin kritis, diperlihatkan oleh tunggal putri Aldila Sutjiadi saat meraih medali emas pertama cabang tenis Indonesia.
Aldila menaklukkan petenis Vietnam Nguyen Savanna Ly 6-0, 7-5, pada babak final tunggal putri di Rizal Memorial Tennis Center, Manila, Filipina, Jumat (6/12/2019). Tunggal putri berusia 16 tahun, Priska Madelyn Nugroho, melengkapi perolehan medali Indonesia dengan meraih perunggu dari pada SEA Games perdananya. Priska terhenti di babak semifinal saat berhadapan dengan Savanna Ly karena sakit.
Sementara itu, ganda putri Indonesia, Beatrice Gumulya dan Jessy Rompies melaju ke babak final. Tampil sebagai unggulan pertama, mereka mengalahkan wakil Thailand, Patcharin Cheapchandej/Luksika Kumkhum, 6-4 7-5.
Keberhasilan pemain-pemain putri Indonesia di Filipina, tak lepas dari mental pertandingan yang terasah melalui banyaknya turnamen yang diikuti. Sepanjang Januari– ovember 2019, Aldila, misalnya, mengikuti 29 turnamen ITF dan WTA dengan hasil terbaik mencapai final di ITF Singapura. Jumlah turnamen yang diikuti menjelang SEA Games 2019 itu, lebih banyak di bandingkan persiapan SEA Games 2017, yaitu 12 turnamen.
Aldila mengatakan, pengalaman mengikuti banyak turnamen internasional telah membentuk mental bertandingnya menjadi lebih kuat dan berani menghadapi poin-poin kritis. Bekal itulah yang membuatnya mampu tampil mendominasi di ajang multicabang, seperti SEA Games dan Asian Games.
“Penampilan saya sangat terpengaruh dengan pengalaman-pengalaman mengikuti turnamen sebelumnya. Pengalaman turnamen itu telah melatih mental pertandingan saya. Saat menghadapi poin-poin kritis, mental mempengaruhi,” ujar Aldila yang juga akan tampil pada final ganda campuran bersama Christopher Rungkat, Sabtu ini.
Aldila mengatakan, ia memasang target mengikuti 25-30 turnamen internasional per tahun. Namun, untuk memenuhi terget itu kendalanya adalah dukungan sponsor. Meskipun sukses meraih medali emas ganda campuran Asian Games 2018, dan kini SEA Games 2019, Aldila tetap kesulitan mendapatkan sponsor untuk mengikuti turnamen internasional. “Sekarang saya dibantu KONI Provinsi Jawa Timur untuk ikut turnamen. Setelah PON Papua 2020 berakhir, saya tidak tahu kelanjutannya karena sampai sekarang belum dapat sponsor,” ujarnya.
Ketua Harian KONI Jatim Muhammad Nabil mengatakan, Aldila dan Christo termasuk jajaran atlet premium yang mendapat dukungan untuk mengikuti turnamen internasional. “Kami mengeluarkan anggaran sekitar Rp 1 miliar per atlet untuk ikut turnamen. Itu di luar uang pembinaan per bulan. Atlet bisa memilih sendiri kejuaraan yang akan diikuti, yang kiranya sesuai,” katanya.
Beatrice Gumulya juga mengatakan, turnamen internasional telah mempengaruhi penampilannya di SEA Games 2019. “Dengan banyaknya main di internasional, saya jadi lebih siap menghadapi siapa pun lawan karena sudah pernah bertemu dengan lawan-lawan yang lebih berat,” ujarnya.
Sama seperti Aldila, tahun ini Beatrice juga mengikuti lebih banyak turnamen internasional dibandingkan persiapan SEA Games dua tahun lalu. Hal itu disebabkan, dua tahun lalu pemain putri belum mengantongi peringkat internasional, sehingga tidak bisa leluasa memilih turnamen.
Selain itu, dua tahun lalu pemain putri harus merogoh kocek pribadi untuk membayar kebutuhan turnamen, seperti tiket pesawat, akomodasi, dan pendaftaran turnamen. “Tahun ini kami mendapat dukungan dari KONI Provinsi Jawa Timur, jadi bisa lebih banyak ikut turnamen,” ujar Beatrice.
Dengan modal turnamen internasional, petenis-petenis putri Indonesia bisa mengukir hasil lebih baik di bandingkan dengan pencapaian mereka pada 2017. Tak ada satu pun petenis putri Indonesia yang melangkah ke babak semifinal di nomor tunggal dan ganda. Indonesia hanya meloloskan Jessy Rompies yang berpasangan dengan Christopher Rungkat untuk berlaga di ganda campuran.
Dominasi
Dominasi Aldila di SEA Games 2019 terlihat ketika dengan mudah ia bisa memenangi set pertama atas Savanna Ly. Memasuki set kedua, Savanna Ly berusaha tampil lebih agresif sehingga kedua pemain sempat berbagi poin imbang 5-5. Namun, Aldila mampu menjaga pikiran positif dan tampil tetap tenang pada poin-poin kritis. Sebaliknya, lawan justru tertekan dan kerap melakukan unforced error. Aldila mengakhiri laga dengan kemenangan 7-5.
Aldila merasa senang dengan keberhasilannya meraih emas SEA Games untuk pertama kali. “Sebenarnya saya tidak terlalu diunggulkan. Saya merasa senang bisa menyumbangkan emas. Saya mempersembahkan emas ini untuk orangtua, pecinta tenis, dan masyarakat Indonesia,” katanya.
Aldila menjadi tunggal putri pertama Indonesia yang meraih emas setelah delapan tahun beralalu. Terakhir kali, Indonesia meraih emas tunggal putri pada SEA Games 2011 melalui Ayu Fani Damayanti. Sepanjang 2005–2011, tunggal putri Indonesia juga dominan karena selalui meraih emas. Dalam dua SEA Games yang lalu, emas diraih dua petenis Thailand, yaitu Noppawan Lertcheewakarn dan Luksika Kumkhum.
Keberhasilan Aldila di SEA Games 2019, memotivasi dirinya untuk memperbaiki peringkat dunia dari saat ini menempati peringkat WTA tunggal ke-356 menjadi 200 besar dunia pada 2020. Aldila juga ingin menembus turnamen tenis bergengsi, yaitu Grand Slam.