Rancangan Perpres tentang Komisi Nasional Disabilitas Dinilai Tak Partisipatif
Pembahasan Rancangan Peraturan Presiden tentang Komisi Nasional Disabilitas dinilai tidak transparan, proses pembahasannya pun dinilai tidak partisipastif.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor / Nina Susilo
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Koalisi Nasional Kelompok Kerja Implementasi Undang-Undang Penyandang Disabilitas mempertanyakan Rancangan Peraturan Presiden tentang Komisi Nasional Disabilitas. Selain pembahasannya tidak transparan, proses pembahasannya juga dinilai tidak partisipastif.
Akses koalisi untuk mendapatkan draft Rancangan Peraturan Presiden tentang Komisi Nasional Disabilitas (RPerpres KND) juga sulit. Bahkan, ketika perwakilan Pokja meminta draf tersebut di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), mereka ditolak dengan alasan draft sudah di Sekretariat Negara. Draft RPerpres KND) disusun oleh Kemenpan RB.
Akses koalisi untuk mendapatkan draft Rancangan Peraturan Presiden tentang Komisi Nasional Disabilitas juga sulit.
“Sampai akhirnya Pokja mendapatkan draft terakhir dari pihak lain atas upaya sendiri,” kata Ariani Soekanwo dari Pusat Pemilihan Umum Akses Disabilitas, salah satu anggota Koalisi Nasional Kelompok Kerja (Pokja) Implementasi UU Penyandang Disabilitas, di Jakarta, Jumat (6/12/2019).
Selain Ariani, koalisi terdiri dari Mahmud Fasa (Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia), Maulani Rotinsulu (Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia), Aria Indrawati (Persatuan Tuna Netra Indonesia), Bambang Prasetyo (Gerakan Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia), Yeni Rosa Damayanti (Pehimpunan Jiwa Sehat), dan Fajri Nursyamsi (Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia).
Sikap Kemenpan RB tersebut berlawanan dengan amanat dalam Pasal 180 Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Undang-undang tersebut mengatur, instansi pemrakarsa pembentuk perpres wajib menyebarluaskan rancangan perpres kepada publik.
Di bawah Kemensos
Maulani dan Yeni Rosa mengatakan, koalisi juga menolak draft dari Kemenpan RB yang menempatkan KND melekat secara administratif kepada Kementerian Sosial (Kemensos). Koalisi tidak sepakat dengan konsep tersebut karena UU Penyandang Disabilitas telah mengubah paradigma terhadap isu disabilitas menjadi pendekatan hak asasi manusia dibandingkan pendekatan rehabilitas sosial saja.
Selain perubahan perspektif terhadap disabilitas, Kemensos juga bukan leading sector dari isu disabilitas di Indonesia. Ini karena tugas dan fungsi Kemensos dalam Perpres 46 Tahun 2015 tentang Kementerian Sosial adalah mencakup rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, perlindungan sosial, dan penanganan fakir miskin; tidak ada khusus menyebut disabilitas.
Oleh karena itu, koalisi meminta Presiden melakukan sejumlah langkah. Selain menegur Menteri PAN RB karena proses pembahasan RPerpres KND yang tidak transparan dan partisipatif, juga meminta draft terbaru RPerpres KND disebarkan kepada publik serta melakukan uji publik sebagai bentuk proses pembentukan yang transparan dan partisipatif.
Koalisi juga berharap proses perumusan dan pengesahan RPepres KND tetap mengedepankan prinsip transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas dalam proses pembentukannya.
Atas tuntutan koalisi tersebut, secara terpisah Menteri PAN RB Tjahjo Kumolo mengatakan, Rperpres KND disusun merujuk pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, bukan pada pendapat masyarakat atau organisasi. Namun, sesungguhnya sudah ada komunikasi dengan organisasi disabilitas bersama Kemenko PMK, Kemensetneg, Kemensos, Kemenkum HAM, dan KSP dalam penyusunan Rperpres KND.
Komisi Nasional Disabilitas adalah lembaga nonstruktural yang bersifat independen, berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Karena KND akan dibiayai oleh APBN, secara administrasi terutama pada penyusunan program dan anggaran akan dibantu oleh Sekretariat setara eselon III dan anggaran melekat pada Kementerian Sosial.
Komisi Nasional Disabilitas adalah lembaga nonstruktural yang bersifat independen, berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Masalah yang diakui selalu mengemuka dari Organisasi Disabilitas adalah tidak menginginkan peran Kementerian Sosial, tetapi memilih dikoordinasikan oleh Kemenkum HAM atau Komnas HAM. Argumentasinya, penyandang disabilitas bukanlah isu sosial tetapi merupakan isu HAM.
Namun, Pasal 129 UU Nomor 8/2016 menyebutkan koordinasi penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas ada pada Menteri Sosial. Adapun Kemenkum HAM dan Komnas HAM dalam aturan perundangan tidak diberikan mandat untuk itu. Komnas HAM juga tidak bisa mengoordinasikan lembaga nonstruktural lainnya.
Karena itu, Kemenko PMK, Kemensetneg, Kemensos, Kemenkum HAM, dan KSP sepakat untuk tetap mengajukan rancangan perpres yang sesuai dengan amanat undang-undang. Rancangan tersebut telah diharmonisasikan oleh Kemenkum HAM sesuai Surat Menteri Hukum dan HAM nomor PPE.PP.02.04-2022 tanggal 27 November 2019.