Semua mata pelajaran di setiap jenjang SD dan SMP di Denpasar, Bali, yang diujikan bocor dan beredar di beberapa orangtua siswa. Soal dan jawaban diperjualbelikan.
Oleh
AYU SULISTYOWATI
·3 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Akhir November hingga awal Desember 2019, siswa SD dan SMP di Kota Denpasar, Bali, mengikuti ujian akhir semester pertama. Namun, semua mata pelajaran di masing-masing tingkat yang diujikan bocor atau beredar di beberapa orangtua siswa.
Orangtua yang memiliki soal ini mengakui memperolehnya dari oknum Dinas Pendidikan Kota Denpasar. Mereka membeli soal kurang dari Rp 5 juta per enam mata pelajaran di setiap tingkat sekaligus mendapatkan kunci jawabannya jika meminta.
Sejak pekan lalu hingga Sabtu (7/12/2019), Kepala Dinas Pendidikan, Kepemudaan, dan Olahraga Kota Denpasar I Wayan Gunawan tidak menyangka adanya kebocoran soal. ”Dinas menelusuri dan menginvestigasi adanya laporan kebocoran soal dan jawaban UAS tingkat SMP ini, dan memang benar itu adanya. Hanya saja, dinas belum menemukan oknumnya. Soal kebocoran di SD juga masih dilakukan investigasi,” kata Gunawan.
Soal-soal bocoran ditawarkan agen kepada orangtua murid secara diam-diam. Mereka menawarkan dengan harga jutaan rupiah untuk enam mata pelajaran di setiap tingkat (SD dan SMP).
Ia meminta maaf atas kebocoran tersebut. Selanjutnya, ia berjanji mengevaluasi segala jalur, mulai dari panitia, penyusun soal-soal, hingga peredarannya. Alasannya, panitia yang menyusun kisi-kisi atau soal-soal ujian itu berasal dari perwakilan setiap sekolah.
Menurut dia, master soal hasil dari panitia yang dibagikan ke sekolah-sekolah tersebut dapat diganti setiap sekolah. Akan tetapi, ia menemukan kesamaan dari sejumlah sekolah dengan soal yang diperjualbelikan.
Meski terbukti bocor, pelaksanaan UAS SD dan SMP tidak akan dibatalkan atau diulangi. Pertimbangannya, nilai itu tidak menentukan kelulusan dan akan digabung dengan nilai harian anak.
Berkaca dari kejadian itu, dinas pendidikan akan memperbaiki dan memperketat keluarnya soal-soal. Mereka tengah merancang distribusi dengan memanfaatkan teknologi. ”Semua harus dievaluasi dan diperbaiki. Mungkin, teknologi dapat membantu menekan kebocoran semaksimal mungkin,” ujar Gunawan.
Berdasarkan penelusuran Kompas, soal-soal bocoran ditawarkan agen kepada orangtua murid secara diam-diam. Mereka menawarkan dengan harga jutaan rupiah untuk enam mata pelajaran di setiap tingkat (SD dan SMP). Selanjutnya, orangtua murid dapat membelinya secara kolektif jika keberatan dengan harganya.
Setelah kolektif, harga soal per mata pelajaran dapat dihargai Rp 50.000, termasuk kunci jawaban jika menginginkannya. Soal diedarkan sehari atau malam sebelum ujian berlangsung. Soal dan kunci jawaban diantar terpisah. Kunci jawaban dibagikan kepada orangtua pemesan sekitar tiga jam sebelum ujian berlangsung.
Salah satu orangtua siswa, Rita, yang anaknya masih SD di Denpasar, mengaku mendapatkan tawaran soal ujian beserta kunci jawabannya. Ia menerima tawaran itu agar anaknya mudah belajar dan mendapatkan nilai yang baik meski hal tersebut dirasakannya kurang mendidik.
Ia membeli soal per mata pelajaran seharga Rp 50.000 dan memesan untuk enam mata pelajaran, yaitu Matematika dan pelajaran tema 1 hingga tema 5.
Di sekolah lain, guru mendapati seorang anak kelas IV memiliki selembar kertas kecil yang bertuliskan huruf-huruf mirip kunci jawaban. Guru tersebut mencocokkannya dan mendapati hal tersebut memang kunci jawaban.
Salah satu guru SMP di Denpasar menyesalkan adanya kebocoran soal tersebut. Ia berharap sistem distribusi soal bisa diperbaiki sehingga kualitas siswa tidak diragukan. Jika ada yang mendapatkan soal bocoran dan nilainya baik, hal ini tidak mendidik siswa dan sekolah itu sendiri. Kedinasan diharapkan dapat mengevaluasinya.