Tiga medali emas tenis pada SEA Games 2019 selayaknya menjadi momentum pelecut regenerasi petenis Indonesia, khususnya di kategori putra. Mereka perlu di dorong untuk lebih banyak mengikuti turnamen-turnamen profesional.
Oleh
Denty Piawai Nastitie dari Manila, Filipina
·4 menit baca
MANILA, KOMPAS – Tim tenis Indonesia berhasil meraih tiga medali emas, melewati target dua emas pada SEA Games 2019. Ketiga emas itu dari tunggal putri, ganda putri, dan ganda campuran. Kesuksesan ini harus menjadi cambuk untuk regenerasi atlet terutama di sektor tenis putra.
Bermain dalam laga final di Rizal Memorial Tennis Centre, Manila, Filipina, Sabtu (7/12/2019), pasangan ganda putri Beatrice Gumulya/Jessy Rompies berhasil memenuhi target emas setelah mengalahkan unggulan kedua dari Thailand, Peangtarn Plipuech/Tamarine Tanasugarn 6-3, 6-3.
Keberhasilan itu diikuti oleh ganda campuran Indonesia Christopher Rungkat/Aldila Sutjiadi yang sukses menaklukkan wakil Thailand, Sanchai Ratiwatana/Tamarine Tanasugarn, 4-6, 6-4, 10-8.
Sehari sebelumnya, Aldila juga meraih emas dari nomor tunggal putri. Keberhasilan Indonesia membawa pulang tiga keping emas dilengkapi dengan perolehan dua perunggu dari tunggal putri berusia 16 tahun, Priska Madelyn Nugroho, serta ganda campuran Beatrice/David Agung Susanto.
Pemain senior Christopher Rungkat mengatakan, keberhasilan Indonesia meraih tiga keping emas harus dijadikan momentum untuk regenerasi atlet terutama di sektor putra. Menurut Christo, di bandingkan atlet-atlet putri, Indonesia masih ketinggalan untuk meregenerasi petenis putra.
“Hal itu disebabkan pemain kita kurang ada inisiatif untuk ikut turnamen internasional. Banyak petenis putra yang belum ada komitmen untuk berprestasi. Semoga hasil di SEA Games ini menjadi cambuk untuk atlet-atlet meraih prestasi yang lebih baik,” ujar Christo.
Christo mengakui, untuk mengikuti turnamen internasional dibutuhkan biaya yang tidak sedikit. Namun, turnamen internasional itu dibutuhkan untuk melatih mental dan teknik pertandingan. “Saya juga pernah mengalami sulitnya cari sponsor. Tetapi, semua itu harus dilalui agar bisa mengukir prestasi,” ujarnya.
Ketua Umum PP PELTI Rildo Ananda Anwar mengatakan, prestasi tenis Indonesia tidak boleh terhenti di SEA Games 2019. Untuk mempertahankan prestasi, pihaknya akan menjalin kerja sama dengan sejumlah sponsor untuk mendukung atlet-atlet mengikuti turnamen internasional. “Perlu ada dukungan untuk meraih prestasi. Kami berusaha mencari sponsor agar anak-anak bisa terus berlatih dan bertanding,” katanya.
Pengalaman bertanding
Kemarin, Christopher/Aldila meraih emas setelah menjalani laga ketat melawan pemain senior yang lebih berpengalaman. Berdasarkan usia, pemain ganda campuran Thailand memang lebih senior dari Christo (29 tahun) dan Aldila (24 tahun). Saat ini Sanchai berusia 37 tahun dan Tamarine menginjak 42 tahun. Selain dari faktor usia, ganda campuran Thailand juga mengantongi lebih banyak pengalaman pertandingan, seperti beberapa kali mengikuti turnamen Grand Slam.
Dengan pengalaman-pengalaman itulah, Sanchai dan Tamarine bisa bermain cerdik di lapangan. Saat set pertama bergulir, ganda campuran Thailand bisa tampil menekan dari sebelumnya berbagi poin imbang 4-4 menjadi unggul 6-4. Sebaliknya, Christopher/Aldila kerap melakukan kesalahan sendiri.
Memasuki set kedua, ganda campuran Indonesia peraih medali emas Asian Games 2018 mulai tampil agresif. Christo dan Aldila memanfaatkan keunggulan mereka dalam hal pukulan bola kencang dan cepat yang membuat Sanchai dan Tamarine kewalahan. Keberhasilan ganda campuran Indonesia kemudian ditetapkan melalui laga super tie-break yang menegangkan.
Dengan keberhasilan ini, Christo telah membalaskan kekalahannya pada final SEA Games 2017. Dua tahun lalu, Christo, berpasangan dengan Jessy Rompies, kalah dari ganda Thailand, Nicha Lertpitaksinchai/Sanchai Ratiwatana.
Aldila menuturkan, dirinya cukup gugup saat menjalani set pertama dan tampil dengan kondisi “belum panas”, “Energi pertandingan kami tidak terlalu tinggi. Tetapi, memasuki set kedua dan ketiga bisa bangkit, akhirnya menang,” ujar Aldila.
Sempat tertinggal pada set pertama memberikan tekanan lebih untuk ganda campuran Indonesia. “Kami mengatasinya dengan bermain konsisten, mengusahakan tidak terlalu banyak melakukan unforced error agar ada tekanan untuk lawan,” ujar Aldila, yang menargetkan tahun depan bisa menembus peringkat 100 dunia dan tampil di Grand Slam.
Bagi Beatrice/Jessy, ini menjadi emas pertama mereka di pesta olahraga antar negara se-Asia Tenggara. Dua tahun lalu di Kuala Lumpur, Malaysia, langkah Beatrice/Jessy terhenti di perempat final. Ganda putri Indonesia ini mempersembahkan emas pertama di nomor ganda putri setelah terakhir kali terjadi 14 tahun lalu, melalui pasangan Wynne Prakusya dan Romana Tedjakusama.
Jessy merasa sangat senang bisa mempersembahkan emas. “Rasanya tidak bisa dieskpresikan. Ini pertama kali kami dapat emas. Senang sekali bisa memenuhi target diri sendiri dan dari tim pelatih. Saya senang sekali, tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata,” ujarnya.
Beatrice juga merasa sangat bahagia. Menurutnya, kunci kemenangan gand putri terletak dari permainan yakin, berani, dan percaya diri. “Apa pun hasilnya, kami ingin memberikan yang terbaik. Begitu akhirnya menang, rasanya luar biasa,” kata Beatrice.