Pesan Kolaborasi dari Fresno
Di tengah tantangan revolusi industri 4.0, pemerintah daerah dituntut berkolaborasi dalam menciptakan pusat keunggulan kawasan. Perlu kerja keras mengubah kecenderungan daerah yang “hidup” dalam sekat administratif.
Beberapa kepala daerah dari Indonesia memetik buah kesemek yang sudah matang, lalu memasukkannya ke kantung plastik yang dibagikan pemilik kebun. Ada pula yang kemudian menyeka permukaan kesemek itu dengan tangan, lalu menyantap buah itu.
Sembari mengunyah buah kesemek yang manis itu, mereka bercakap-cakap dengan Erik Schletewitz, pemilik Schletewitz Family Farm. Erik mengelola lahan seluas lebih kurang 40 hektar di Sanger, Fresno County, California, Amerika Serikat. Sebagian lahan ditanami kesemek, sedangkan sebagian lainnya ditanam anggur.
Fresno County terkenal sebagai kawasan pertanian di California. Berdasarkan catatan dari Fresno County Farm Bureau area pertanian mencakup hampir separuh dari total 3,8 juta acres (1,5 juta hektar) lahan di kawasan ini. Ada lebih dari 350 jenis tanaman ditanam di area ini. Para petani Fresno menyumbang 5,6 miliar dollar AS perekonomian negara bagian California, sekaligus menyediakan 20 persen lapangan pekerjaan di kawasan Fresno.
“Di California ini jarang sekali hujan. Bagaimana hasil perkebunan bisa baik seperti ini?” tanya salah seorang peserta Regional and Urban Development Strategy (RUDS). Erik kemudian menjelaskan bahwa di kebun itu ada pompa air tanah untuk menyirami pepohonan. Selain itu, ia juga membiarkan daun-daun gugur menutupi tanah untuk mengurangi penguapan air.
Erik lalu menuturkan ia memasarkan produk buah segar dan buah kering langsung ke konsumen melalui pasar pertanian. Menurut Erik, memang ada sebagian kecil petani yang mencoba bersaing dengan “banting” harga, tetapi umumnya mereka menghindari persaingan tidak sehat dengan tidak menjadikan harga sebagai keunggulan. Mereka mencoba bersama-sama mengedukasi konsumen dengan mengedepankan narasi kualitas. “Sebab tidak ada yang diuntungkan dalam perang harga,” kata Erik.
Pesan Erik itu tampaknya menjadi refleksi yang tepat bagi belasan peserta program RUDS yang diselenggarakan Kementerian Dalam Negeri, Inadata Consulting, dan University of California Irvine (UC Irvine) pada 16-24 November 2019. Para kepala daerah, kepala dinas, dan anggota DPRD yang menjadi peserta RUDS, mengunjungi kebun milik Erik sebagai bagian dari studi lapangan. Selain itu, mereka juga mengunjungi perpustakaan, melihat pelabuhan peti kemas, serta Silicon Valley yang menjadi pusat industri teknologi informasi di AS. Kunjungan lapangan itu melengkapi materi yang disampaikan dalam diskusi kelas di UC Irvine.
Upaya petani di Sanger menghindari persaingan tak sehat juga bisa digunakan untuk melihat konteks pemerintahan daerah di Indonesia. Sebab, tidak jarang pemerintah daerah bekerja dalam “kotak” administratif masing-masing. Dalam beberapa kasus bahkan muncul konflik kepentingan antardaerah, terutama terkait pengelolaan sumber daya alam atau pelayanan publik lintas wilayah administratif.
Burnell dan kawan-kawan dalam Urban Development in a Decentralized Indonesia: Two Success Stories? (2013) menuturkan, ada persoalan yang kerap dikaitkan dengan desentralisasi, yakni mengerasnya perbatasan pemerintah lokal. Pemerintah kabupaten dan kota hanya mengurusi wilayah territorial masing-masing. “Ini menyebabkan pengabaian terhadap proses kerjasama lintas batas,” tulis Brunell dan kawan-kawan.
“Ini menyebabkan pengabaian terhadap proses kerjasama lintas batas”
Kolaborasi menjadi kunci
Tantangan kolaborasi juga menjadi hal yang mendapat sorotan utama dalam program RUDS. Dari hasil studi di kelas dan studi lapangan, para peserta membawa pulang tujuh rekomendasi program. Dari tujuh butir rekomendasi itu, tiga poin di antaranya terkait dengan kolaborasi lintas daerah. Pertama, perlu pendekatan kawasan untuk kabupaten/kota berukuran sedang, di mana daerah dalam satu provinsi bisa saling berkolaborasi. Kedua, pemerintah daerah perlu fokus pada satu atau dua sektor yang menjadi penggerak ekonomi daerah. Ketiga, perlu pemetaan wilayah di seluruh Indonesia berbasis kesiapan ekonomi. Peta itu kemudian dijadikan dasar prioritas pembangunan daerah.
Guru Besar Politik pada Institut Pemerintahan Dalam Negeri Ermaya Suradinata yang menjadi salah satu perserta RUDS mengingatkan, kolaborasi menjadi sangat penting tidak ada daerah yang mampu menghidupi daerahnya sendiri tanpa bekerja sama dengan daerah lain. Oleh karena itu, dia mendorong pimpinan daerah untuk berpikir komprehensif, tidak terpaku pada sekat-sekat administrasi di wilayahnya saja.
Menurut Presiden Inadata Consulting Elwin Tobing pemerintah provinsi bisa mengambil peran membuat pemetaan itu sekaligus mengoordinasi pemerintah kabupaten dan kota. Pembangunan daerah dan alokasi anggaran kemudian perlu disesuaikan dengan prakondisi kesiapan daerah itu dalam menghadapi revolusi industri 4.0 yang ditandai dengan otomatisasi dan data besar.
“Prakondisi itu mencakup infrastruktur jalan, transportasi, komunikasi dan sebagainya,” kata penulis buku Indonesian Dream: Revitalisasi dan Realisasi Pancasila Sebagai Cita-Cita Bangsa itu.
Elwin mencontohkan, pemerintah daerah-daerah di sekitar Danau Toba, Sumatera Utara yang memiliki potensi kawasan pariwisata, bisa berbagi peran, yakni ada yang fokus mengembangkan pendidikan, kemudian daerah lainnya membangun industri perhotelan. Selain itu, ada pula yang menjadi sentra pertanian. Dengan begitu, semua daerah itu berkolaborasi untuk saling memperkuat keunggulan masing-masing.
Bupati Tapanuli Utara, Sumatera Utara, Nikson Nababan menuturkan, daerah dengan keunggulan yang sama juga tetap bisa bekerja sama. Dia mencontohkan, Tapanuli Utara sudah merintis jaminan harga bagi sejumlah produk pertanian, seperti cabai, bawang merah, dan gabah untuk memastikan petani mendapat harga jual layak. Menurut dia, kebijakan serupa juga perlu dilakukan pemerintah daerah tetangga agar upaya melindungi petani ini bisa lebih efektif.
Selain itu, menurut Bupati Mahakam Ulu, Kalimantan Timur, Bonifasius Belawan Geh, kerjasama pelayanan publik lintas daerah bisa dilakukan. Dia menuturkan, potensi kerja sama pelayanan kesehatan dengan daerah tetangga seperti Kutai Barat akan sangat membantu Mahakam Ulu yang merupakan daerah otonomi baru. Mahakam Ulu dan Kutai Barat bisa berbagi beban keuangan untuk membangun rumah sakit yang representatif yang bisa digunakan warga di kedua daerah.
“Dengan sharing dana bisa sangat membantu untuk beberapa pelayanan publik mendasar. Ini peluang yang baik, tetapi memang belum ada komunikasi saja. Tidak ada kendala sebetulnya,” kata Bonifasius.
“Dengan sharing dana bisa sangat membantu untuk beberapa pelayanan publik mendasar. Ini peluang yang baik, tetapi memang belum ada komunikasi saja. Tidak ada kendala sebetulnya”
Kini, persoalannya, dengan peluang yang bisa dihasilkan dari kolaborasi, maukah pemerintah daerah berkolaborasi?