Hakim konstitusi meminta pemohon uji formil terhadap Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi agar memperbaiki dalil argumentasinya, dan menjelaskan kedudukan hukum pemohon.
Oleh
Rini Kustiasih
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Hakim konstitusi meminta pemohon uji formil terhadap Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi agar memperbaiki dalil argumentasinya, dan menjelaskan kedudukan hukum pemohon. Perbaikan dalil dan kedudukan hukum itu diminta hakim untuk menyempurnakan permohonan yang sebelumnya mereka ajukan.
Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pendahuluan terhadap permohonan uji formil yang diajukan oleh 13 pemohon, Senin (9/12/2019) di Jakarta. Tiga dari pemohon itu ialah pimpinan KPK, yakni Agus Raharadjo, Saut Situmorang, dan Laode M Syarif. Namun, dari 13 pemohon yang namanya tercantum di dalam permohonan, hanya 6 orang yang hadir, yakni M Jasin, Erry Riyana Hardjapamekas, Ismid Hadad, Mayling Oey, Abdul Fickar Hadjar, Betti Alisjahbana, dan Omi Komaria Madjid.
Para pemohon didampingi oleh 11 kuasa hukum yang tergabung dalam tim advokasi KPK. Sidang perdana itu dipimpin oleh hakim konstitusi Arief Hidayat, dan dua anggota, yakni Saldi Isra dan Wahiduddin Adams.
Feri Amsari, salah satu kuasa hukum pemohon, mengatakan, masukan dari hakim itu akan dipertimbangkan oleh pemohon. Dalam menyusun permohonan tersebut, kuasa hukum memang belum secara rinci menjelaskan masing-masing kedudukan hukum para pemohon. Faktor batas waktu daluarsa bagi suatu permohonan uji formil, yakni 45 hari setelah UU itu disahkan, menjadi alasan kuasa hukum untuk cepat-cepat memasukkan permohonan.
“Masukan dari hakim itu akan kami respons dalam perbaikan permohonan kami. Semua yang menjadi pemohon ini adalah orang yang memiliki kepedulian terhadap pemberantasan korupsi, dan tidak diragukan lagi konsistensinya. Dalam perbaikan permohonan nanti akan dirinci satu per satu kerugian konstitusional para pemohon,” kata Feri, yang juga juru bicara kuasa hukum, Senin di Jakarta seusai sidang.
“Masukan dari hakim itu akan kami respons dalam perbaikan permohonan kami. Semua yang menjadi pemohon ini adalah orang yang memiliki kepedulian terhadap pemberantasan korupsi, dan tidak diragukan lagi konsistensinya."
Untuk menyempurnakan permohonannya, sesuai dengan ketentuan UU No 24/2003 tentang MK, hakim wajib memberikan nasihat atau masukan kepada pemohon. Hakim antara lain meminta pemohon agar memperjelas bangunan argumentasi mereka terkait dalil UU KPK yang baru itu cacat prosedur atau cacat formil. Sebab, dalam permohonan mereka belum secara detil dijelaskan bagaimana pembentukan UU yang ideal sesuai UU No 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
“Belum ada dikonstruksikan di dalam permohonan ini apa yang dimaksud dengan cacat formal oleh konstitusi. Misalnya, kita tahu di dalam Pasal 20 UU No 20/2011 ada ketentuan mengenai itu, tetapi bagaimana suatu pembentukan itu disebut cacat formil itu belum ada bangunan konstitusinya,” kata Saldi.
Perkuat kedudukan hukum
Hakim juga menyoroti belum jelasnya kedudukan hukum 13 orang sebagai pemohon. Pemohon belum secara detil mengemukakan masing-masing kerugian konstitusional yang diderita pemohon bila UU KPK yang baru itu diberlakukan.
“Mengapa sebenarnya nama-nama ini maju sebagai pemohon harus dijelaskan. Dengan berlakunya UU ini, kira-kira hak konstitusional mana yang dirugikan dengan berlakunya UU KPK ini. Ini penting untuk menguatkan legal standing (kedudukan hukum) pemohon Dalam perkara ini,” kata Saldi.
Wahiduddin menambahkan, kerugian konstitusional pemohon yang bisa dijelaskan meliputi kerugian potensial maupun aktual. Satu per satu dari pemohon itu memiliki kedudukan hukum yang mestinya diuraikan satu per satu, sehingga menjadi jelas apa kerugian mereka bila UU KK itu diberlakukan.
Di sisi lain, hakim menyoroti jumlah pemohon dan kuasa hukum yang cukup banyak. Arief mengatakan, idealnya jumlah pemohon kuasa hukum secukupnya saja sepanjang dapat dijelaskan posisinya masing-masing, dan mereka konsisten mengikuti persidangan.
“Bisa juga kami menilai pemohon tidak bersungguh-sungguh dalam mengajukan permohonannya, karena tidak pernah hadir dalam persidangan,” katanya.
Pemohon di dalam sidang mengemukakan ada dua hal yang menyebabkan UU KPK itu cacat formil. Pertama, pembentukannya dilakukan di dalam sidang DPR yang tidak memenuhi kuorum. Kedua, tidak disertakannya KPK dalam pembahasan UU KPK.
“Dalam catatan kami, ada 120-an anggota DPR yang tidak hadir dan menitipkan absesnnya, sehingga seolah telah terpenuhi kuorum. Akibatnya sebanyak 287-289 anggota DPR dianggap hadir dalam persidangan itu. Padahal, sebagian besar di antara mereka tidak hadir atau hanya menitipkan absen."
“Dalam catatan kami, ada 120-an anggota DPR yang tidak hadir dan menitipkan absesnnya, sehingga seolah telah terpenuhi kuorum. Akibatnya sebanyak 287-289 anggota DPR dianggap hadir dalam persidangan itu. Padahal, sebagian besar di antara mereka tidak hadir atau hanya menitipkan absen,” kata Feri.
Kuasa hukum lainnya, M Isnur mengatakan, selain dua alasan tersebut, pembahasan UU KPK itu tidak masuk di dalam program legislasi nasional (prolegnas), tidak melibatkan partisipasi publik dan ahli, serta naskah akademik dari UU KPK itu pun tidak bisa diakses oleh publik.
Hakim meminta perbaikan permohonan itu paling lambat diterima oleh MK, 23 Desember 2019, pukul 14.00. Selanjutnya, MK akan membawa perkara itu ke dalam rapat permusyawaratan hakimm (RPH), apakah pemeriksaannya akan digabung dengan perkara uji konstitusionalitas UU KPK yang diajukan oleh pemohon lainnya, ataukah dipisahkan dalam perkara tersendiri.
Dalam sidang kemarin, pemohon meminta agar perkara mereka dipisah dengan perkara pengujian UU KPK yang lain. Saat ini, ada enam pengujian konstitusionalitas UU KPK yang sedang diperiksa oleh KPK. Semua perkara telah memasuki pemeriksaan pendahuluan atau melalui sidang panel.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.