Saat Pemda Tidak Berdaya
Setahun terakhir, aktivitas tambang emas ilegal di sekitar Sungai Batanghari, Sumatera Barat, ibarat bangkit dari kubur.
Tambang emas ilegal marak di tiga kabupaten Sumbar. Para kepala daerah tidak berdaya. Mereka berharap komitmen aparat penegak hukum juga pemerintah provinsi dan pusat untuk mengatasi.
Setahun terakhir, aktivitas tambang emas ilegal di sekitar Sungai Batanghari, Sumatera Barat, ibarat bangkit dari kubur. Ekskavator kembali menggali lubang di tepi sungai yang ditinggalkan para petambang terdahulu.
Di Hutan Lindung Batanghari, setidaknya ditemukan delapan ekskavator. Belum lagi yang disembunyikan jauh ke dalam hutan saat mereka mengira ada razia. Tahun 2010-2014, lokasi itu dipenuhi para pemburu emas. Ratusan ekskavator dan pompa mesin air serta ribuan petambang beraktivitas di pinggir sungai dalam hutan lindung.
Petambang emas ilegal di Solok Selatan juga beraksi di tepi Sungai Batanghari dekat permukiman ataupun di anak-anak sungainya. Antara lain di pinggir Sungai Batanghari di Jorong Talantam dan Jorong Gasing, Nagari Lubuk Ulang Aling Selatan; serta Sungai Pamong Besar dan Sungai Pamong Kecil, Nagari Lubuk Gadang, Sangir.
Data Walhi Sumbar, sebulan terakhir ada 22 titik tambang emas ilegal di empat kecamatan, yakni Koto Parik Gadang Diateh, Sungai Pagu, Sangir, dan Sangir Batanghari, menggunakan 75 ekskavator. ”Ada 1.463 pekerja laki-laki, 74 pekerja perempuan, dan 3 pekerja anak,” kata anggota staf Advokasi dan Penegakan Hukum Walhi Sumbar, Zulpriadi , Rabu (4/12).
Tambang emas ilegal juga marak di Dharmasraya dan Sijunjung. Di Dharmasraya, petambang beraktivitas di pinggir Sungai Batanghari dan anak-anak sungainya. Umumnya mereka menggunakan rakit dengan mesin pompa air.
Petambang juga beraktivitas di Taman Bumi Nasional Silokek yang beberapa tahun terakhir gencar dipromosikan sebagai destinasi wisata baru primadona turis mancanegara.
Di pinggir Sungai Baye, Kecamatan Koto Baru, Dharmasraya, Rabu (27/11), misalnya, enam rakit petambang beraktivitas di radius 1 kilometer di tengah kebun karet. Di Sijunjung, aktivitas tambang emas ditemukan di Sungai Batang Kuantan dan anak sungainya. Petambang juga beraktivitas di Taman Bumi Nasional Silokek yang beberapa tahun terakhir gencar dipromosikan sebagai destinasi wisata baru primadona turis mancanegara. Salah satu titik tambang hanya 300 meter dari kantor Wali Nagari Silokek.
Ada pelindung
Para petambang di ketiga kabupaten itu mengaku bisa beraktivitas secara bebas karena mendapatkan ”restu” dari aparat keamanan. Para induk semang memberikan setoran, baik untuk memasukkan ekskavator ke lokasi maupun untuk jaminan bulanan.
Di Hutan Lindung Batanghari, Mahyulita (41), pemilik lahan tambang, mengaku menyetor Rp 10 juta ke oknum polisi di Solok Selatan. Dia juga menyebut keterlibatan oknum anggota DPRD Solok Selatan sebagai pemilik ekskavator dan oknum anggota DPRD Sumbar sebagai koordinator.
Abu Hanifah (52), pemilik tambang emas ilegal di Jorong Gasing, mengaku, tiap bulan ada oknum penegak hukum meminta ”uang rokok” agar tambangnya tidak ditindak. ”Kadang saya kasih Rp 300.000, kadang Rp 500.000. Tergantung hasil tambang. Mereka paham kondisi kami,” kata Abu, Minggu (23/11). Hal serupa diungkapkan Heru (28), petambang emas di Sungai Baye.
Wali Nagari Silokek Mardison, Jumat (29/11), menyatakan mendapat informasi, petambang menyetor Rp 40 juta-Rp 45 juta per satu alat untuk masuk ke lokasi. ”Istilahnya uang buka pintu,” ujarnya. Petambang juga menyetor uang bulanan. Kepala Kepolisian Resor Solok Selatan Ajun Komisaris Besar Imam Yulisdianto membantah tudingan instansinya melindungi tambang emas ilegal. Ia tidak bisa menindak anak buahnya tanpa ada bukti.
Kapolres Sijunjung Ajun Komisaris Besar Driharto tidak merespons permintaan konfirmasi melalui pesan tertulis ataupun sambungan telepon.
Kepala Bidang Humas Polda Sumbar Komisaris Besar Satake Bayu Setianto menyatakan, para kapolres dan jajarannya sudah berkoordinasi untuk melakukan penertiban. Terkait tudingan keterlibatan oknum polisi, jika terbukti pihaknya akan bertindak tegas.
Tak berdaya
Para kepala daerah menyatakan tahu ada aktivitas tambang emas ilegal, tetapi tidak bisa menindak. Beberapa tahun terakhir, urusan perizinan tambang diambil alih oleh Pemerintah Provinsi Sumbar.
Bupati Dharmasraya Sutan Riska Tuanku Kerajaan mengatakan, aktivitas tambang emas di wilayahnya jauh berkurang. Namun, di hulu Sungai Batanghari, Solok Selatan, aktivitas tambang emas ilegal masih marak. Hal itu mencemari sungai di Dharmasraya.
Petani terpaksa mencari penghasilan dari tambang.
Menurut Sutan Riska, pemda tidak bisa bergerak sendiri menertibkan tambang emas ilegal yang merusak lingkungan dan menggunakan merkuri. Komitmen dari penegak hukum, tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan petinggi negara diperlukan. Hal lain, pertambangan marak tak lepas dari anjloknya harga komoditas pertanian dan perkebunan. Petani terpaksa mencari penghasilan dari tambang.
Bupati Solok Selatan Muzni Zakaria, Jumat (22/11), mengatakan, tambang emas ilegal kembali marak karena sulitnya proses perizinan. Ia mendorong pemerintah pusat mempermudah perizinan agar tambang rakyat terkontrol. Wakil Gubernur Sumbar Nasrul Abit, Rabu (4/12), berharap pemerintah pusat turun tangan. Persoalan tambang emas ilegal ini lintas kabupaten dan lintas provinsi sehingga tidak bisa diselesaikan sendiri oleh Pemprov Sumbar.
Aktivitas tambang emas ilegal di Batang Kuantan, Kabupaten Sijunjung, Provinsi Sumbar, melibatkan para kepala daerah di Provinsi Riau.
Aktivitas tambang emas ilegal di Sungai Batanghari serta anak sungainya tidak hanya melibatkan kepala daerah di Solok Selatan dan Dharmasraya, tetapi juga melibatkan para kepala daerah di Provinsi Jambi. Aktivitas tambang emas ilegal di Batang Kuantan, Kabupaten Sijunjung, Provinsi Sumbar, melibatkan para kepala daerah di Provinsi Riau.
(Yola Sastra)