Sedikitnya 10.000 kata dalam bahasa Indonesia punya kesamaan dengan bahasa Filipina dengan berbagai variasinya. KEsamaan ini membuat kedua bangsa mudah beradaptasi satu sama lain.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH dari Clark, Filipina
·6 menit baca
Sebagai sesama keturunan ras Austronesia yang memiliki hubungan dagang erat sejak lama, Indonesia dan Filipina memiliki banyak kesamaan mulai dari kondisi fisik, budaya, kuliner, hingga bahasa. Sedikitnya 10.000 kata bahasa Indonesia punya kesamaan dengan bahasa Filipina, baik dari bentuk kata atau maknanya. Hal itu menjadi alat efektif yang membuat kedua bangsa cepat akrab ketika berjumpa.
Hal ini terlihat sejak tiba Bandara Internasional Ninoy Aquino, Manila, Filipina, sebelum SEA Games 2019 berlangsung. Sejumlah kata bahasa Filipina yang berakar dari bahasa Tagalog, yang mirip dengan kata dalam bahasa Indonesia, terlihat pada layar digital pesawat serta papan iklan maupun petunjuk di bandara. Kata itu, antara lain salamat yang mirip dengan ”selamat” dalam bahasa Indonesia.
Petugas bandara Ninoy Aquino Edwardo Balisacan menjelaskan, kata salamat berasal dari bahasa Tagalog yang artinya terima kasih. ”Kalau mau bilang terima kasih saja, cukup bilang salamat atau salamat sa iyo. Kalau yang dimaksud terima kasih banyak, sebut maraming salamat po,” ujarnya.
Ternyata, salamat yang pengucaannya mirip dengan selamat, punya makna berbeda. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), selamat mempunyai banyak makna, antara lain terbebas dari bahaya, sehat, tercapai maksud tujuan, hingga doa yang mengandung harapan supaya sejahtera. Namun, hal itu telah menjadi contoh kecil, ada kemiripan antara kata dalam bahasa Filipina dan bahasa Indonesia.
Soehardi, yang pernah menjadi guru bahasa Indonesia di sejumlah perguruan tinggi negeri, swasta, dan lembaga pemerintahan di Kota Davao, Pulau Mindanao, Filipina, pada 1991-2016 mengatakan, dari hasil penelusurannya, paling kurang ada 10.000 kata dalam bahasa Indonesia dan Filipina yang serupa. Angka itu cukup banyak mengingat jumlah kosakata Indonesia berkisar 100.000-150.000 kata.
”Kata-kata itu dibagi sejumlah klasifikasi kemiripan, antara lain ada bentuk kata dan maknyanya sama persis. Ada pula yang sama bentuk kata tetapi berbeda makna. Ada yang bentuk kata agak berbeda tetapi sama maknanya,” ujar Soehardi, yang kini menjabat sebagai Kepala Biro Kerja Sama dan Kantor Internasional, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya.
Kata dengan bentuk dan makna sama itu, antara lain anak, asap, asin, bawang, bayar, itik, kambing, kamera, sakit, uban, dan ubi. Kata yang sama bentuk tetapi berbeda makna, antara lain bapak (artinya paman dalam bahasa Filipina), dapat (harus dilakukan), salamat (terima kasih), hari (raja), harapan (di depan), dan saya (bahagia).
Adapun kata yang berbeda bentuk tetapi sama makna antara lain abo (abu), abokado (alpukat), ako (aku), apoy (api), balimbing (belimbing), balita (berita), bato (batu), bukid (bukit), dingding (dinding), hangin (angin), dan kape (kopi). Selain itu, masakit (sakit), mukha (wajah), pilm (film), payong (payung), pinto (pintu), sapatos (sepatu), sulat (surat), hingga ulan (hujan).
Selain itu, ada kata-kata yang mirip dengan bahasa daerah di Indonesia, seperti aso (asu = anjing), manok (manuk = burung, ayam), ilong (irung = hidung), pito (pitu = tujuh), dan walo (wolu = delapan).
”Karena banyak kesamaan itu, saya bisa mengusai bahasa Davao atau Mindanao hanya tiga bulan sejak tiba di sana,” kata Soehardi, yang pergi ke Filipina untuk kuliah magister ekonomi di Ateneo De Davao University dan program doktor ekonomi di University of Southeastern Philippines.
Sejarah yang erat
Dosen sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Bondan Kanumoyoso menuturkan, adanya kesamaan antara bahasa Filipina dan Indonesia itu karena dua faktor utama. Pertama, orang Filipina dan Indonesia berasal dari ras yang sama, yakni nenek moyang penutur bahasa Austronesia, yang datang dari daratan China dan Formosa ke wilayah selatan, termasuk Filipina dan Indonesia. Gelombang terakhir migrasi itu terjadi sekitar 5.000 tahun yang lalu.
”Bahkan, di lingkungan suku asli Taiwan, beberapa kata dalam bahasa mereka sama dengan kata-kata Indonesia saat ini. Kesamaan itu banyak terjadi pada kata untuk perhitungan numerik, penyebutan tanaman, dan hewan. Ada pula budaya yang mirip, seperti lagu Burung Kakaktua yang juga ada di lingkungan aborigin Taiwan, tetapi berbeda sejumlah kata dengan lirik yang berkembang di Indonesia,” ujar Bondan.
Kedua, karena faktor interaksi dagang antara Filipina dan Indonesia. Sejak abad ke-14 telah terjadi interkasi dagang yang masif dari wilayah Nusantara ke kepulauan Filipina. Saat itu, lingua franca atau bahasa pengantar interaksi dagang adalah bahasa Melayu, yang mudah beradaptasi dengan bahasa lokal, mudah dipahami dan membaur dengan masyarakat setempat.
Bahasa Melayu banyak digunakan untuk penyebutan nama komoditi, perhitungan numerik, hingga kata yang biasa dipakai untuk percakapan sehari-hari. ”Hal itu mengakar sehingga ada kemiripan pada sejumlah kata bahasa Filipina dan Indonesia saat ini,” katanya.
Menurut Bondan, ras Austronesia itu tersebar di seluruh Asia Tenggara. Hanya saja, tidak semua wilayah Asia Tenggara memiliki kemiripan bahasa. Mereka dibagi menjadi budaya Austronesia daratan dan Austronesia maritim.
Filipina dan Indonesia termasuk dalam budaya Austronesia maritim sehingga mereka punya banyak kesamaan, terutama dalam bahasa. ”Selain dengan Filipina, Indonesia juga punya kemiripan dengan negara bercorak maritim lain, seperti Malaysia, Singapura, Brunai Darussalam, hingga Patani (selatan Thailand),” tuturnya.
Jejak yang terawat
Soehardi sepakat, faktor perdagangan itu sangat memengaruhi kesamaan budaya dan bahasa kedua bangsa. Interaksi dagang itu terjalin kuat sejak era Kerajaan Sriwijaya (abad ke-7 hingga ke-12) dan Kerajaan Majapahit (abad ke-13 hingga ke-16).
”Para pendatang dari Nusantara sejak masa Sriwijaya dan Majapahit itu sangat memengaruhi bahasa Filipina saat ini, terutama dari bahasa Batak (Sumatera Utara), Minangkabau (Sumatera Barat), Melayu Palembang (Sumatera Selatan), Sunda, dan Jawa,” ujarnya.
Hal itu dibuktikan oleh masih ada sejumlah suku asli Filipina yang menuturkan bahasa yang mirip dengan beberapa daerah di Nusantara. Contohnya, suku Ilocano, suku terbesar di Filipina, mengaku sebagai keturunan suku Batak. Bahkan, ada sejumlah daerah yang dinamakan Kampung Batak di seluruh Filipina.
Lalu, 95 persen bahasa suku Maranao di Filipina sama dengan bahasa suku Minangkabau. Sebelum invansi Spanyol di abad ke-16, ada kerajaan Islam yang berkuasa di kawasan Manila dan sekitarnya yang bernama Kerajaan Maynila, dengan salah satu raja bernama Rajah Sulayman yang berasal dari Tanah Minang.
Kemudian, ada suku Visaya yang mendiami pulau-pulau di wilayah tengah Filipina, mengaku keturunan orang-orang Sriwijaya asal Palembang. Hal ini terlihat pada pakaian adat suku Visaya yang mirip dengan pakaian adat Palembang. Kuliner suku Visaya juga mirip cita rasa kuliner Palembang yang asam dan pedas. Beberapa kata bahasa Visaya juga mirip kata-kata bahasa Palembang.
Suku Mindanao di selatan Filipina punya budaya dan bahasa mirip dengan yang berkembang di Sumatera dan Jawa. Salah satu yang kental, yakni peringatan hari ketiga kematian, hari ketujuh kematian, hari ke-100 kematian, dan seterusnya. Suku Sangil di selatan Filipina punya kesamaan kondisi fisik, budaya, kuliner, hingga bahasa dengan suku Sangir di Sulawesi Utara.
”Selama saya di sana, budaya dasar Filipina ini justru asalnya dari Indonesia, terutama terbentuk di masa Sriwijaya dan Majapahit. Namun, karena kedatangan Spanyol, Amerika Serikat, dan Jepang yang cukup lama, bercampurlah budaya timur dan barat sehingga menjadi penduduk Filipina sekarang,” kata Soehardi.
Dengan segala perkembangan yang terjadi, Soehardi mengungkapkan, orang Filipina modern tetap mengakui punya kedekatan dengan Indonesia. Terbukti, mereka juga sangat berminat bekerja di Indonesia. ”Sejumlah persamaan yang ada itu membuat mereka lebih mudah beradaptasi hidup di Indonesia, seperti kita juga ketika berada di Filipina,” pungkasnya.