Bupati Kudus Didakwa Terima Suap Rp 750 Juta dan Gratifikasi Rp 2,5 Miliar
Bupati Kudus nonaktif Muhammad Tamzil didakwa menerima suap Rp 750 juta dan gratifikasi Rp 2,5 miliar. Uang itu antara lain digunakan untuk membayar utang terkait biaya Pilkada Kudus 2018.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Bupati Kudus nonaktif Muhammad Tamzil didakwa menerima uang suap Rp 750 juta dan gratifikasi Rp 2,5 miliar dengan memanfaatkan jabatannya. Uang itu antara lain digunakan untuk membayar utang terkait pembiayaan dalam mengikuti Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Kudus pada 2018.
Hal tersebut terungkap dalam sidang perdana kasus tersebut di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang, Jawa Tengah, Selasa (11/12/2019). Tamzil diduga memanfaatkan kekuasaan dan kewenangannya sebagai bupati Kudus yang mulai dijabatnya sejak dilantik pada 24 September 2018.
Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Helmi Syarif, mengatakan, uang Rp 750 juta diberikan untuk menyuap Tamzil yang bertindak sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian Pemkab Kudus. Dalam jabatannya itu, Tamzil berwenang mengangkat, memindah, dan memberhentikan pegawai di Pemkab Kudus.
”Yaitu supaya mengangkat Akhmad dalam jabatan administrator/eselon III A dan mengangkat istri Akhmad, Rini Kartika, dalam jabatan Pimpinan Tinggi Pratama/eselon II di Pemkab Kudus. Itu bertentangan dengan kewajibannya untuk tidak melakukan tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme,” kata Helmi.
Akhmad yang dimaksud adalah Kepala Bidang Pelayanan dan Pendaftaran Penduduk Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kudus Akhmad Shofian.
Pada akhir September 2018, Akhmad, sebagai kepala Bidang Disdukcapil Kudus meminta bantuan Tamzil untuk naik jabatan. Itu disampaikan berurutan melalui ajudan dan staf khusus Tamzil, Uka Wisnu dan Agus Soeranto. Pada Februari 2019, lewat Agus, Tamzil mengatakan kepada Akhmad kalau dirinya butuh uang.
Tamzil mengatakan kepada Akhmad kalau dirinya butuh uang.
Selanjutnya, dalam tiga tahap, Akhmad memberikan uang masing-masing Rp 250 juta kepada Tamzil, melalui Uka Wisnu dan Agus. Hal tersebut dilakukan untuk memuluskan pengangkatan Akhmad sebagai pejabat eselon III A dan istrinya, Rini Kartika, sebagai pejabat eselon II.
Tamzil sendiri sempat mengangkat Akhmad sebagai Sekretaris Badan Pengelolaan Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) Kudus, tetapi bertentangan dengan ketentuan mutasi pejabat di Disdukcapil. Sempat dikembalikan ke jabatan semula, Akhmad lalu ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas Sekretaris BPPKAD untuk mengisi kekosongan.
Tamzil ditangkap KPK bersama delapan orang yang terdiri dari unsur staf dan ajudan bupati, serta calon kepala dinas setempat pada Jumat (26/7/2019). Penangkapan diduga terkait pemberian suap guna pengisian jabatan di Kabupaten Kudus. Tim KPK menyita uang senilai Rp 145 juta di rumah dinas Agus, yang terletak di sekitar kompleks kantor Bupati Kudus. Sejumlah ruangan juga disegel dalam penangkapan tersebut.
JPU KPK juga membacakan dakwaan terkait gratifikasi yang diterima Tamzil seusai dilantik menjadi Bupati Kudus. Gratifikasi diterima melalui sejumlah nama, seperti Heru Subiyantoko, Joko Susilo, Uka Wisnu, Mohammad Moelyanto, Agus Soeranto, Ali Rifai, dan Setiya Hendra, yang merupakan pejabat Pemkab Kudus, staf khusus, dan ajudan.
Pemberian gratifikasi itu terjadi antara September 2018 dan Juli 2019. ”Sejak menerima uang yang seluruhnya Rp 2,5 miliar, terdakwa tidak melapor ke KPK sampai batas waktu 30 hari, sebagaimana dipersyaratkan dalam Undang-Undang tentang Tindak Pidana Korupsi,” kata jaksa.
Sebagian dari gratifikasi tersebut digunakan untuk membayar utang Tamzil dalam mengikuti Pilkada Kudus 2018. Dari Heru, misalnya, yang memberi Rp 850 juta, sebanyak 800 juta digunakan untuk membayar utang pilkada, sedangkan Rp 50 juta untuk membayar mobil.
JPU KPK pun menjerat Tamzil dengan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Setelah pembacaan dakwaan, ketua majelis hakim Sulistyono menanyakan kepada Tamzil apakah memahami dakwaan tersebut. ”Saya ingin menyampaikan bahwa apa yang dibacakan jaksa tidak sesuai dengan fakta,” kata Tamzil. Namun, jawaban itu langsung dipotong Sulistyono. Tamzil dipersilakan menyiapkan eksepsi. Setelah berbincang dengan kuasa hukumnya, Tamzil mengatakan, dirinya mengajukan eksepsi.
”Sidang ditunda dan dilanjutkan pada 16 Desember 2019 dengan agenda pembacaan eksepsi,” ujar Sulistyono.
Pernah dihukum
Tamzil pernah dihukum 1 tahun 10 bulan penjara pada 2015 karena terbukti melakukan korupsi saat menjabat sebagai Bupati Kudus periode 2003-2008. Seusai menjalani masa pidana, ia diusung oleh Partai Kebangkitan Bangsa untuk mengikuti Pilkada Kudus 2018 dan menang.
Ia dilantik menjadi Bupati Kudus untuk kedua kali pada September 2018. Tamzil lalu mengangkat Agus Soeranto sebagai staf khususnya. Agus pernah dipidana 1 tahun 4 bulan penjara karena korupsi penyaluran dana bantuan sosial Pemerintah Provinsi Jateng.
Selain sidang perdana terdakwa Tamzil, Selasa kemarin telah dilaksanakan sidang perdana dengan terdakwa Agus Soeranto dan sidang putusan dengan terdakwa Akhmad Shofian.
Majelis hakim memvonis Akhmad hukuman 2 tahun 2 bulan penjara dan denda Rp 50 juta subsider kurungan dua bulan. Permohonan Akhmad sebagai justice collaborator juga ditolak hakim.