KPK Rekomendasikan Dana Bantuan Parpol Rp 8.461 Per Suara
Peningkatan dana partai politik seharusnya tidak diberikan cuma-cuma. Komisi Pemberantasan Korupsi dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia meminta partai politik menerapkan sistem integritas di internal lembaganya.
Oleh
SHARON PATRICIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi bersama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia merekomendasikan pendanaan negara bagi partai politik ditingkatkan menjadi Rp 8.461 per suara atau 50 persen dari kebutuhan partai. Peningkatan bantuan ini harus diiringi dengan penerapan sistem integritas partai politik di lembaga tersebut.
Hasil kajian KPK bersama LIPI sejak 2017 menunjukkan, dari lima parpol, yaitu Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa, PDI-P, Gerindra, dan Partai Keadilan Sejahtera, diperoleh harga sebesar Rp 16.922 per suara di pusat. Kelima parpol ini mewakili 55 persen parpol yang memiliki kursi di DPR.
Bantuan pendanaan diberikan maksimal 50 persen dari kebutuhan anggaran parpol, yaitu Rp 8.461 per suara. Saat ini, pendanaan negara kepada parpol sebesar Rp 1.000 per suara dari sebelumnya Rp 108 per suara. Rekomendasi ini bertujuan agar parpol dapat tetap memiliki ruang untuk mengembangkan partainya.
Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan menyebutkan, bantuan pendanaan akan diberikan secara bertahap dalam jangka waktu lima tahun. Komposisi pemberian setiap tahun, dari 30 persen, 50 persen, 70 persen, 80 persen, hingga 100 persen.
Dengan begitu, untuk tahun pertama, satu suara akan mendapat bantuan dana Rp 2.500. Bantuan pendanaan negara hanya untuk membiayai kebutuhan operasional parpol dan pendidikan politik, tidak termasuk dana kontestasi politik.
Pahala menyampaikan hasil kajian ini dalam Konferensi Pers Kajian KPK Terkait Sistem Integritas Partai Politik dan Skema Pendanaan Parpol pada Rabu (11/12/2019) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan. Hadir pula Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan dan Peneliti Senior Pusat Penelitian Politik LIPI Syamsuddin Haris.
Sementara dari perwakilan parpol hadir, antara lain, Sekretaris Jenderal PKB Hasanuddin Wahid, Sekretaris Jenderal Golkar Lodewijk Paulus, Sekretaris Jenderal Gerindra Ahmad Muzani, Wakil Bendahara Umum Bidang Internal PDI-P Rudianto Tjen, dan Bendahara Umum PKS Mahfudz Abdurrahman.
Melalui kajian ini, untuk tahun pertama di tingkat pusat, negara perlu mengalokasikan dana Rp 320 miliar dengan asumsi suara pemilih 126 juta pada Pemilu 2019. Jika dibandingkan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2019 sekitar Rp 2.400 triliun, angka tersebut relatif kecil.
Hingga tahun kelima, estimasi total bantuan pendanaan yang akan dialokasikan negara untuk parpol sebesar Rp 3,9 triliun. Perhitungan ini lebih rendah dibandingkan dengan rekomendasi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang didasarkan pada suara PDI-P sebesar Rp 48.000 per suara sehingga negara perlu mengalokasikan dana sebesar Rp 6 triliun.
Sementara itu, di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2018, pendanaan provinsi naik 20 persen dari pendanaan tingkat nasional dan kabupaten/kota naik 50 persen. Maka, pada tahun pertama, negara perlu mengalokasikan dana Rp 928,7 miliar.
Dengan skema peningkatan bertahap dan estimasi inflasi 5 persen, hingga tahun kelima untuk tingkat provinsi, kabupaten/kota negara perlu mengalokasikan dana total Rp 11,2 triliun. Total secara nasional pendanaan negara untuk keuangan parpol sebesar Rp 15,1 triliun.
”Bantuan dana untuk parpol di tingkat provinsi, kabupaten/kota lebih besar dibandingkan pusat karena kegiatan riil jauh lebih banyak dilakukan di daerah,” ucap Pahala.
Basaria Pandjaitan mengatakan, memang langkah ini tidak menjamin 100 persen kader parpol akan menjadi baik. Namun, hal ini merupakan pencegahan korupsi karena parpol memang membutuhkan biaya operasional.
”Harapan kita, supaya nanti para personel sudah duduk di legislatif ataupun para kepala daerah atau di menteri pemerintahan lainnya, tidak ada lagi beban-beban seperti ini yang memberatkan mereka sehingga nanti bekerja dengan baik,” ujar Basaria.
Integritas
Bantuan pendanaan negara ini membutuhkan persyaratan, yaitu wajib menerapkan sistem integritas partai politik (SIPP). Lima komponen utama dalam SIPP adalah kode etik, demokrasi internal parpol, kaderisasi, perekrutan, dan keuangan parpol.
Pemerintah perlu melakukan evaluasi penggunaan pendanaan negara, salah satunya dengan menggunakan tool SIPP. Selain itu, untuk mendorong akuntabilitas pelaporan keuangan parpol, pendanaan negara kepada parpol harus diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan hasil auditnya diumumkan kepada publik secara berkala.
Perwakilan parpol yang hadir pun menyatakan akan patuh dalam melaporkan keuangan dari pendanaan negara. Lodewijk Paulus mengatakan, sejalan dengan Golkar yang menuju partai modern, sumber anggaran harus jelas.
”Partai Golkar berkomitmen menjadi partai yang bersih dan langkah ini sangat membantu kami mewujudkan hal tersebut. Kami pun menegaskan, Golkar akan melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah 2020 tanpa mahar,” ujar Paulus.
Rudianto Tjen mengapresiasi KPK yang telah melakukan kajian bersama LIPI terkait kebutuhan dana parpol. Melalui bantuan ini, proses kaderisasi anggota parpol diharapkan dapat lebih maksimal.
Pahala menyebutkan, rekomendasi pendanaan parpol akan segera dikirimkan melalui surat kepada Presiden Joko Widodo dalam minggu ini. Apabila direspons dengan cepat, rekomendasi ini dapat segera dijalankan pada 2020 dengan skema anggaran tambahan.