Penampilan penuh semangat timnas bola voli putra akhirnya menghapus dahaga untuk meraih medali emas SEA Games 2019.
Oleh
Johanes Waskita Utama
·3 menit baca
MANILA, SELASA - Penantian selama satu dekade berakhir di Philsports Arena, Manila, Filipina, Selasa (10/12/2019). Dahaga untuk merebut medali emas cabang bola voli putra pada SEA Games 2019 akhirnya terpuaskan setelah tim asuhan pelatih kawakan asal China, Liu Qiujiang ini mengalahkan tuan rumah Filipina, 3-0 (25-21, 27-25, 25-17).
Adalah permainan penuh semangat dan percaya diri yang diperagakan kapten Nizar Zulfikar dan kawan-kawan yang mengantar timnas Indonesia meraih kemenangan menghadapi tuan rumah yang didukung ribuan penonton. Permainan atraktif, terutama oleh middle blocker I Putu Randu Wahyu Pradana yang kerap memancing emosi lawan, mampu menjaga semangat para pemain di bawah tekanan penonton.
Ini menjadi medali emas pertama timnas bola voli putra Indonesia di SEA Games setelah meraihnya terakhir kali pada SEA Games Laos 2009. Saat itu, timnas yang juga dilatih oleh Li Qiujiang menang susah payah atas Thailand, 3-2. Setelah itu, Thailand mendominasi perolehan medali emas bola voli putra hingga secara mengejutkan dikalahkan Filipina, 2-3, pada semifinal SEA Games 2019.
Menghadapi kejutan Filipina, yang tampil percaya diri dengan dukungan penuh penonton, Li menurunkan setter Nizar Zulfikar, Rivan Nurmulki, Sigit Ardian, Doni Haryono, Yuda Mardiansyah, Putu Randu, dan Bastian Tamtomo sebagai libero. Mereka tampil dengan semangat tinggi dan menjaga rekor sempurna selalu menang tanpa kehilangan satu set pun sepanjang kejuaraan.
Mereka pun akhirnya merebut medali emas. Filipina terlihat puas dengan prestasi meraih medali perak, sedangkan medali perunggu diraih Thailand yang menumbangkan Myanmar, 3-0 (25-23, 25-16, 25-20).
Semangat
"Yang membuat kami bisa meraih medali emas adalah semangat. Bagaimanapun susahnya pertandingan, selama pemain punya semangat lebih, tidak ada yang tidak mungkin," ujar Nizar kepada media setelah pertandingan. Dia mengakui, tekanan penonton yang mendukung tuan rumah sangat besar. Namun, mereka berusaha untuk tidak terpengaruh.
"Caranya, kami buat keriuhan sendiri di lapangan, sehingga keriuhan pendukung lawan tidak berpengaruh. Tetapi, kami juga harus bisa mengontrol, karena suasana bising, susah untuk berkomunikasi. Susah juga untuk mengendalikan diri, karena ini final. Di final, yang berpengaruh bukan lagi teknik dan taktik, tetapi mental bertanding," ujarnya
Menanggapi provokasi yang dilakukan Putu Randu pada lawan, asisten pelatih timnas Pascal Wilmar mengatakan, kadang aksi seperti itu diperlukan untuk membangun semangat. " Mungkin orang kesal melihat dia, tetapi bagus untuk membangun kekuatan tim. Harus diakui, mentalnya bagus, tidak peduli penonton mencemooh," ujarnya.
Sukses meraih medali emas ini dilihat sebagai kebangkitan kembali tim nasional bola voli Indonesia, keluar dari bayang-bayang Thailand. Baik Nizar maupun Pascal berharap, tim yang telah padu ini dipertahankan dan diberi kesempatan bertanding lebih banyak.
"Tim ini sudah bagus, meskipun baru enam bulan berlatih bersama. Kita harus berkaca daeri negara tetangga, tim Thailand itu sudah bertahun-tahun berlatih bersama dan kerap mengikuti turnamen di luar negeri," ujar Nizar.
Pascal menambahkan, secara teknis tim ini sudah matang dan perlu dipertahankan. "Semoga setelah kami menyumbang emas, tim ini dipertahankan dan dipertimbangkan untuk lebih banyak berlaga di tingkat Asia, jangan hanya di Asia Tenggara," katanya.
Sehari sebelumnya, tim putri Indonesia memupus kekecewaan gagal ke final dengan merebut medali perunggu. Tim asuhan pelatih Oktavian ini mengatasi ketertinggalan dari Filipina sebelum akhirnya menang, 3-2 (25-20, 24-26, 25-15, 20-25, 16-14).