Musim hujan telah tiba diikuti longsor, banjir, dan banjir bandang di sejumlah daerah di Sulawesi Tengah, Aceh, Sumatera Barat, dan Jawa Barat. Sejumlah kawasan perbukitan gundul jadi ”bom waktu”, menebarkan kekhawatiran
Oleh
TATANG MULYANA/MACHRADIN WAHYUDI RITONGA/ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Musim hujan telah tiba diikuti longsor, banjir, dan banjir bandang di sejumlah daerah di Sulawesi Tengah, Aceh, Sumatera Barat, dan Jawa Barat. Sejumlah kawasan perbukitan gundul jadi ”bom waktu”, menebarkan kekhawatiran.
Di kawasan Bandung utara (KBU) Jawa Barat, misalnya, puluhan ribu hektar lahan bukit tanah merah hampir tanpa tegakan pohon pengikat tanah. Di lahan-lahan berkemiringan lebih dari 40 derajat, Senin (9/12/2019), petak-petak lahan disiapkan untuk tanaman sayur, seperti di Desa Mekarsaluyu, Desa Ciburial, dan Desa Cimenyan di Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung.
Di bagian lain, KBU dieksploitasi untuk perumahan, apartemen, hotel, dan kafe sejak 30 tahun lalu. Hingga kemarin, masih ada alat berat dioperasikan membangun rumah tiga lantai di lahan perbukitan itu.
Saat berkunjung ke Bandung, Kamis (5/12/2019), Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo mengingatkan, ancaman bencana di KBU sangat besar. Dari helikopter, retakan lahan terlihat saat kemarau, yang siap meluncur jika hujan deras.
Dampak alih fungsi hutan jadi lahan pertanian, longsor menerjang Kampung Hegarmanah, Desa Cilangari, Gununghalu, Bandung Barat, Jumat (6/12/2019). Persawahan tertutup lumpur, jalan penghubung desa ambles. Tidak ada korban jiwa.
Data BNPB, sekitar 40.000 hektar lahan di KBU berstatus kritis dan sangat kritis karena alih fungsi lahan untuk pertanian dan pembangunan. ”Sangat rentan longsor. Di Indonesia, banyak sekali daerah dengan risiko yang sama,” kata Doni ketika ditemui di Ambon, Maluku, Rabu (11/12/2019).
Di Pegunungan Kendeng, Pati, Jawa Tengah, hamparan bukit karst juga gundul. Akhir November 2019, tanaman jagung mendominasi lahan di puncak Kendeng utara di Desa Sumbersoko dan Tompegunung, Sukolilo. Usia jagung tiga minggu, setinggi 10-20 sentimeter.
Di sejumlah tempat, tanah kering tanpa tanaman. Batuan karst putih kecoklatan tersebar hampir di seluruh permukaan tanah. Sebelum 1998, banyak tegakan pohon jati di sana.
Karakter tanah Kendeng utara berbeda dengan KBU meskipun sama-sama berisiko karena gundul. Di Pati, desa yang terancam banjir bandang, antara lain Wegil, Sukolilo (Kecamatan Sukolilo), Sumbersari, Pasuruhan, Trimulyo, Talun, Jimbaran (Kayen), Tambakromo, Angkatan Lor, Angkatan Kidul, dan Sinomwidodo (Tambakromo).
Pada Februari 2019 saja terjadi lima kali banjir bandang. Di Kayen, ketinggian airnya satu meter. ”Banjir sudah jadi langanan,” kata Kepala Bidang Rehabilitasi dan Konstruksi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pati Mirza Nur Hidayat.
Jika banjir bandang tiba, warga di kaki Kendeng dan di bagian hilir yang terdampak. Banjir awal Desember ini menyebabkan kemacetan di sekitar Pasar Sukolilo. ”Sawah-sawah juga terendam. Gagal panen,” kata Subiyono (62), warga Sukolilo.
Pegunungan Kendeng utara di bawah pengelolaan Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Pati seluas 12.901 hektar. Tahun 2012 dan 2018, hutan rusak meluas, terutama di Kecamatan Sukolilo, Kayen, dan Tambakromo. ”Rusak berat,” kata Mirza.
Cuaca ekstrem
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika memperingatkan adanya cuaca ekstrem di wilayah Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. ”Umumnya mulai Desember awal musim hujan di sebagian besar wilayah Indonesia, terutama di selatan ekuator,” kata Miming Saepudin, Kepala Bidang Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG.
Fenomena cuaca ini menyebabkan hujan deras mulai kerap terjadi. Artinya, mulai Desember ini perlu diwaspadai dampak hujan lebat disertai kilat/petir dan angin kencang.
Angin kencang dan puting beliung menewaskan satu orang di Kediri, Jatim, dan Boyolali, Jateng. Sejumlah fasilitas publik rusak, termasuk di sejumlah ruas jalan tol di Jawa.
Khusus wilayah Jabodetabek, periode musim hujan 2019/2020 cukup bervariasi. Untuk wilayah DKI bagian utara, pusat, barat, dan timur umumnya masuk pada periode dasarian I Desember dan wilayah selatan musim hujan umumnya sudah masuk sejak November.
Di luar Jabodetabek, potensi hujan lebat dua hari ke depan terjadi di Aceh, Sumut, Sumbar, Sumsel, Bengkulu, Riau, Lampung, Banten, Jabar, Jateng, Yogyakarta, Jatim, sebagian Kalimantan, Sulteng, Sulut, dan sebagian Papua.
”Selama Desember, potensi hujan lebat dan cuaca ekstrem masih cukup signifikan sehingga perlu diwaspadai,” kata Miming.
Berdasarkan pengalaman selama ini, bencana hidrometeorologis banyak terjadi sepanjang Desember-Januari, seiring puncak musim hujan.
Akhir pekan lalu, belasan desa dilanda banjir di Aceh Singkil selama beberapa hari. Banjir surut kemarin setelah merendam permukiman. Tidak ada korban jiwa.
Di Kabupaten Sigi, Sulteng, beberapa desa juga terdampak banjir lumpur di Dolo Selatan. Di Desa Poi, 1.650 orang direlokasi karena risiko banjir lumpur masih terjadi dari Gunung Tinombu yang dibawa arus sungai.
Menurut Kepala BPBD Sigi Asrul Repadjori, lahan Desa Poi sudah tidak layak huni. Paling lambat tahun depan, semua warga akan direlokasi. (Kompas, 10/12/2019)
Di Kabupaten Limapuluh Kota, Sumbar, banjir dan longsor juga telah melanda sejumlah nagari di Kecamatan Harau dan Lareh Sago. Sejumlah warga mengungsi di posko-posko pengungsian.
Wali Nagari Bukik Sikumpa, Kecamatan Lareh Sago Halaban, Zulfakri Utama Putra mengatakan, selain sebagian rumah masih terendam, warga juga khawatir jika terjadi banjir susulan. Hujan masih turun beberapa kali dan debit air sungai dari hulu masih besar.
”Sampai hari ini masyarakat kami masih di berada di posko pengungsian. Air sudah mulai surut, cuma susutnya lambat,” kata Zulfakri ketika dihubungi dari Padang.
Sebanyak 22 keluarga mengungsi. Ketinggian air di rumah warga pada Rabu siang sekitar 50 sentimeter. Sebelumnya, ketinggian air di rumah mencapai 1 meter. (FRN/ICH/DKA/JOL)