Kematian Terus Meningkat, Pemda Tak Punya Dana Darurat
Pemerintah daerah tidak punya dana darurat untuk menanggulangi penyakit demam babi afrika yang menyerang 16 kabupaten di Sumatera Utara. Laju kematian terus meningkat hingga 2.000 ekor per hari.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Pemerintah daerah tidak punya dana darurat untuk menanggulangi penyakit demam babi afrika (african swine fever/ASF) yang menyerang 16 kabupaten di Sumatera Utara. Laju kematian terus meningkat hingga 2.000 ekor per hari. Upaya penanggulangan, seperti penutupan lalu lintas hewan, belum bisa dilakukan sehingga penyebaran begitu cepat terjadi.
”Jumlah kematian babi di Sumut yang dilaporkan sudah lebih dari 27.000 ekor. Itu hanya yang dilaporkan, yang kami perkirakan hanya 30 persen dari kematian yang sebenarnya terjadi di lapangan,” kata Kepala Balai Veteriner Medan Agustia, di Medan, Kamis (12/12/2019).
Agustia menyebutkan, wabah ASF harus segera ditanggulangi karena menghantam salah satu penopang perekonomian di Sumut. Babi juga menjadi salah satu sumber protein di Sumut. Pemerintah kabupaten, lanjutnya, seharusnya menjadi ujung tombak dalam melakukan penanggulangan, tetapi mereka memiliki keterbatasan anggaran dan tidak punya dana darurat.
Peternak juga jangan ada yang saling mengunjungi. Peralatan kandang seharusnya tidak boleh berpindah.
Menurut Agustia, Balai Veteriner Medan yang merupakan unit di bawah Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian terus mendorong pemerintah kabupaten agar menutup lalu lintas ternak di wilayah yang telah terjangkit ASF.
Penutupan harus dilakukan di tingkat kabupaten, kecamatan, dan desa. ”Peternak juga jangan ada yang saling mengunjungi. Peralatan kandang seharusnya tidak boleh berpindah,” kata Agustia.
Depopulasi atau pengurangan populasi juga seharusnya dilakukan karena hingga kini belum ditemukan vaksin atau pengobatan ASF. ”Jika ada satu ternak yang terjangkit di satu kandang, semua ternak di kandang itu harus didepopulasi. Demikian juga untuk tingkat desa, kecamatan, hingga kabupaten,” ucap Agustia.
Namun, hingga saat ini, pembatasan lalu lintas hewan ataupun depopulasi belum bisa dilakukan sehingga penyebaran ASF semakin cepat. Jika tidak segera ditanggulangi, kematian ternak bisa menyerang seluruh babi di Sumut yang populasinya mencapai 1,2 juta ekor. Padahal, sejumlah daerah di Sumut masih bebas ASF.
Sentra ternak babi yang masih bebas ASF di Sumut antara lain lima kabupaten/kota di Kepulauan Nias. Pemerintah pun kini menerapkan biosekuriti yang ketat di pelabuhan agar tidak ada ternak babi atau daging babi yang masuk dari luar. Penjagaan itu penting karena populasi babi di Kepulauan Nias lebih dari 300.000 ekor. ”Babi juga merupakan sumber protein utama di daerah itu,” katanya.
Agustia menyebutkan, Kementerian Pertanian saat ini sedang menyiapkan deklarasi wabah ASF. Namun, masih dikaji apakah deklarasi wabah dilakukan pada skala nasional, provinsi, atau hanya 16 kabupaten terjangkit. Deklarasi ini akan diikuti dengan pengucuran dana penanggulangan yang memadai.
Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Karo Matehsa Purba mengatakan, pihaknya melakukan penanggulangan dengan sangat terbatas karena terkendala anggaran dan minimnya petugas. ”Sampai sekarang belum ada dana yang bisa kami gunakan, baik dari kabupaten, provinsi, maupun kementerian,” ujarnya.
Matehsa mengatakan, pihaknya juga tidak mempunyai dana tanggap darurat. Pemerintah pun kesulitan mengalihkan dana dari pos anggaran lain karena saat ini sudah akhir tahun. Mereka hanya bisa melakukan sosialisasi kepada sebagian peternak agar menutup lalu lintas babi di daerah itu.
Kepala Bidang Peternakan Dinas Pertanian Kabupaten Dairi Jhon Manurung mengatakan, kematian babi terus terjadi di daerah itu sejak September hingga saat ini. Namun, mereka tidak bisa berbuat banyak karena keterbatasan anggaran. ”Para peternak mengalami kerugian yang sangat besar,” lanjutnya.
Peternak babi di Desa Helvetia, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang, Andri Siahaan (33), menuturkan, perekonomian peternak terpukul karena tingkat kematian yang cukup besar. Jika satu ternak sudah terjangkit, hampir semua ternak di kandang serupa akan mati hanya dalam beberapa hari. ”Kami berikan berbagai macam obat, tetapi tidak bisa menolong,” katanya.
Ia menambahkan, hingga kini belum ada pemberitahuan apa pun dari pemerintah tentang penyebab kematian ternak mereka. Peternak juga tidak tahu langkah apa yang harus dilakukan untuk menghentikan penyebaran ASF.