Pembawa Bendera Saat Demonstrasi di DPR Didakwa Melawan Aparat
Dede Lutfi Alfiandi (20), pembawa bendera Merah Putih di seputaran Gedung DPR/MPR akhir September lalu, mulai menjalani persidangan. Jaksa mendakwa dia melawan aparat saat unjuk rasa.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dede Lutfi Alfiandi (20), pembawa bendera Merah Putih yang viral saat unjuk rasa di seputaran Gedung DPR/MPR, didakwa melawan aparat penegak hukum. Dakwaan itu dibacakan jaksa penuntut umum dalam sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (12/12/2019).
Lutfi menjadi perhatian publik setelah foto dirinya memegang bendera Merah Putih di tengah unjuk rasa menolak undang-undang kontroversial pada 30 September lalu viral. Saat itu, banyak orang mengira Lutfi ditangkap polisi karena telah menghina simbol negara.
Dalam sidang perdana, Jaksa Penuntut Umum Andri Syahputera mendakwa Lutfi dengan empat pasal, yaitu Pasal 170, Pasal 212, Pasal 214, dan Pasal 218 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal 170 mengatur tentang orang yang secara bersama-sama melakukan kekerasan dan perusakan di muka umum. Lalu, Pasal 212 mengatur tentang orang yang melakukan kekerasan kepada aparat negara.
Sementara Pasal 214 mengatur orang yang mengeroyok aparat negara dan Pasal 218 mengatur orang yang tak mengindahkan peringatan aparat keamanan. ”Perbuatan terdakwa (Lutfi) sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal tersebut,” kata Andri.
Adapun barang bukti yang disita polisi dari Lutfi adalah 1 gawai, 1 jaket abu-abu, sepasang sepatu, 1 bendera Merah Putih, dan 1 celana sekolah.
Melawan
Dalam persidangan, Lutfi didampingi ibunya, Nurhayati Sulistya (51), dan Lembaga Bantuan Hukum Komite Barisan Advokasi Rakyat. Sidang yang semula dijadwalkan berlangsung pukul 14.00 sempat molor menjadi pukul 16.30 karena antrean sidang.
Dalam dakwaan, Lutfi disebutkan mengetahui adanya unjuk rasa dari akun Instagram. Dia melihat salah satu unggahan ”STM dan Mahasiswa Kembali Berkumpul di Jalan”. Lantas, dia dihubungi temannya, Nandang, untuk ikut unjuk rasa. ”Lutfi mengenakan seragam sekolah, padahal dia sudah lulus sekolah,” ujar Andri.
Lutfi bergabung dengan peserta aksi pada 30 September pukul 14.00. Mereka melakukan perusakan dan melawan aparat penegak hukum antara pukul 18.30 dan pukul 22.00 di sekitar Gedung DPR/MPR, Jakarta Pusat, sebelum dibubarkan secara paksa.
Lufti, kata Andri, melempar batu kepada polisi yang bertugas sebanyak dua kali. Pelemparan itu dilakukan bersama Nandang dan Bengbeng. Kemudian, Lutfi ditangkap pukul 20.00 di depan Kepolisian Resor Metro Jakarta Barat.
Atas dakwaan itu, tim penasihat hukum Lutfi tidak mengajukan eksepsi atau nota keberatan. Mereka memilih melakukan pembuktian dalam persidangan. ”Dakwaan diterima. Tim penasihat hukum sudah menyiapkan bukti-bukti,” kata penasihat hukum Andres. Sidang lanjutan dengan menghadirkan saksi akan berlangsung pada Rabu (18/12/2019).
Dalam sidang, penasihat hukum juga mengajukan permohonan penangguhan penahanan. Penangguhan itu dijamin oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad; anggota DPR dari Partai Gerindra; Habiburokhman; dan anggota DPR dari Partai Demokrat, Didik Mukrianto.
Andres berharap majelis hakim dapat mengabulkan permohonan tersebut. Sebab, Lutfi masih berusia muda. ”Semoga apa yang diajukan (penangguhan) dikabulkan,” ujarnya. Majelis Hakim belum memutuskan perihal permohonan itu. Majelis akan terlebih dahulu bermusyawarah untuk memutuskannya.