Rusia-Turki Lanjutkan Kerja Sama Militer di Tengah Ancaman AS
Kerja sama militer yang dirintis pemimpin Rusia dan Turki sepertinya berlanjut. Kedua negara tidak memedulikan ancaman sanksi yang sedang disiapkan Amerika Serikat terkait pembelian senjata oleh Turki dari Rusia.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
MOSKWA, KAMIS — Rusia dan Turki berkomitmen melanjutkan kerja sama militer. Komitmen ini disampaikan petinggi kedua negara itu saat Turki menerima sanksi Amerika Serikat karena membeli senjata Rusia.
Dikutip dari pernyataan tertulis Kremlin, Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berjanji melanjutkan kerja sama di bidang militer dan energi, Rabu (11/12/2019). Janji kedua kepala negara ini diucapkan melalui saluran telepon.
Pada saat yang sama, AS menyusun rancangan undang-undang untuk menjatuhkan sanksi kepada Turki karena pembelian sistem rudal S-400 dari Rusia. Sanksi juga disiapkan terkait insiden serangan di Suriah.
Rancangan undang-undang Amerika untuk menjatuhkan sanksi terhadap Turki tidak akan memengaruhi penggunaan sistem pertahanan rudal S-400 oleh Ankara, bahkan jika RUU ini diloloskan oleh Kongres AS,” kata juru bicara Kepresidenan Turki, Ibrahim Kalin.
Selama ini, Ankara tidak menunjukkan perubahan komitmen untuk tetap membeli sistem rudal Rusia meskipun berada di bawah kecaman dan tekanan AS.
Selama ini, Ankara tidak menunjukkan perubahan komitmen untuk tetap membeli sistem rudal Rusia meskipun berada di bawah kecaman dan tekanan AS. Washington khawatir penggunaan rudal S-400 buatan Rusia dengan pesawat F-35 buatan AS dapat memberikan informasi mengenai sistem pesawat siluman.
Pada Rabu, Komisi Hubungan Internasional Senat AS melakukan pemungutan suara dengan skor 18-4 atas RUU Mempromosikan Keamanan Nasional Amerika dan Mencegah Kebangkitan NIIS. Pemungutan suara atas RUU ini akan segera dilakukan oleh seluruh anggota senat.
Agar bisa menjadi UU, RUU ini perlu diloloskan DPR AS. DPR AS sendiri mengirimkan sebuah RUU lain kepada Presiden AS Donald Trump untuk ditandatangani, yang berisi sanksi kepada Turki akibat sebuah serangan militer melawan militer Kurdi di Suriah.
”(RUU baru) itu merupakan manifestasi rasa tidak hormat terhadap keputusan kedaulatan Turki mengenai keamanan nasional kami. Inisiatif-inisiatif tersebut tidak memiliki manfaat apa pun selain merusak hubungan Turki-AS,” bunyi pernyataan tertulis Kementerian Luar Negeri Turki.
Inisiatif-inisiatif tersebut tidak memiliki manfaat apa pun selain merusak hubungan Turki-AS.
Adapun RUU tersebut merupakan langkah tegas Washington yang terbaru terhadap Ankara. Sebelumnya, AS telah mengancam mengeluarkan Turki dari program produksi gabungan F-35. Di sisi lain, Erdogan baru saja melakukan kunjungan ke Gedung Putih dan memuji Trump sebagai pemimpin yang menginspirasi.
Pro-kontra
Meskipun telah disetujui, RUU Mempromosikan Keamanan Nasional Amerika dan Mencegah Kebangkitan NIIS tetap menuai pro dan kontra di kalangan politisi AS. Beberapa berpandangan RUU ini penting, sedangkan pihak lain khawatir akan merusak hubungan antara AS dan Turki.
”Sekaranglah waktunya bagi senat untuk bersatu dan mengambil kesempatan ini untuk mengubah perilaku Turki,” kata Senator Jim Risch dari Republik, yang merupakan pengusul RUU bersama Senator Bob Menendez dari Demokrat.
Banyak anggota parlemen, baik dari partai pendukung maupun oposisi pemerintah, tidak setuju atas tindakan Turki membeli senjata Rusia. Mereka sepakat, tindakan itu adalah ancaman bagi pertahanan negara yang terikat dalam Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).
Namun, ada juga pejabat yang menolak RUU tersebut. Mereka khawatir RUU itu akan membuat Erdogan semakin menjauh dari AS.
”RUU itu akan melemahkan kekuatan presiden dan dapat membuatnya lebih sulit untuk negosiasi dengan Presiden Turki Tayyip Erdogan tentang berbagai hal, seperti pembelian sistem rudal sekutu NATO dan pertempuran di Suriah,” kata Senator Rand Paul dari Republik. (REUTERS/AP)