Kerusakan kawasan Bandung utara di Jawa Barat ancaman nyata bagi sekitarnya. Sejumlah petani bangkit, meminimalkan risiko dengan menanam pohon di kebun. Di sisi lain, ada warga tak berdaya terjepit masifnya pembangunan.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
Jelang siang, Rabu (11/12/2019), mentari menyengat Desa Cimenyan, Kabupaten Bandung, Jabar. Namun, itu tak cukup ampuh mengusir Ido Supandi (47) dari kebunnya. Lebih dari tiga jam ia menyiramkan 1.500 liter air di kebun berlereng itu.
Selain bawang merah, kebun ditanami 150 pohon jeruk lemon california, 12 pohon nangka, 8 pohon alpukat, dan 4 pohon durian. Kebun 1.400 meter persegi itu seperti oase di tengah botaknya kawasan Bandung utara. ”Ini membuktikan lahan di Bandung utara juga cocok untuk tanaman keras. Tak ada alasan tidak menanam pohon berakar kuat di sini,” ujar Ido yang menggarap kebun itu sejak 1996.
Ido sadar betul pohon-pohon itu akan mengganggu pertumbuhan bawang. Bahkan, ia siap panen turun 30 persen. Selama ini, kebun sayur itu menghasilkan 1 ton bawang merah per tiga bulan dengan penghasilan Rp 15 juta. Setahun, petani dua kali panen.
Ido sudah berhitung untung rugi menanam pohon buah di Bandung utara. Satu pohon diperkirakan menghasilkan 2,5 kg jeruk lemon per pekan. Artinya, 150 pohon berpotensi memproduksi 375 kg jeruk. Saat ini, harga jeruk lemon california Rp 15.000 per kg di tingkat petani. Jadi, kebun itu berpeluang menghasilkan Rp 5,6 juta per pekan. ”Kalau penghasilan bawang menurun, bisa ditutup dari panen jeruk. Saya tidak rugi, alam pun tetap asri,” ucapnya.
Sudah pernah longsor empat tahun lalu. Tentu khawatir tetap tinggal di sini.
Ia sadar tak bisa berjuang sendiri memulihkan Bandung utara. Kebunnya hanya secuil dibandingkan luas Bandung utara, sekitar 40.000 hektar. Berdasarkan data Dinas Kehutanan Jabar, lahan kritis di kawasan itu 17.000 hektar. ”Tidak mudah mengajak orang lain lewat ucapan. Tetapi, kalau ada contoh sukses menanam buah di Bandung utara itu menguntungkan, mereka pasti mengikuti,” ujarnya.
Kengototan Ido tak lepas dari banjir bandang di Jatihandap, Kota Bandung, Maret 2018. Debit air hujan dari hulu menyebabkan Sungai Cipamokolan meluap ke jalan dan permukiman warga. Ratusan rumah dan kendaraan rusak. Berjarak sekitar 2,5 kilometer di Kampung Cikahuripan, Desa Mekarsaluyu, Cimenyan, Ayi Kurnia (35) juga tak bisa berbuat banyak. Rumahnya tepat di bawah perumahan elite di Jalan Rose Garden, Desa Mekarsaluyu. Tebingnya yang curam menyimpan bahaya longsor saat hujan lebat.
”Sudah pernah longsor empat tahun lalu. Tentu khawatir tetap tinggal di sini. Namun, tidak ada pilihan lain,” ujarnya. Ayi adalah potret mereka yang tergusur pembangunan di Bandung utara. Pertengahan tahun 1990-an, orangtuanya menjual lahan sekitar 400 meter persegi kepada pengembang. Sempat pindah, keluarga mereka kembali bermukim di sekitar perumahan itu sejak 10 tahun lalu. Namun, mereka hanya punya sepetak rumah di lahan 70 meter persegi.
”Sekarang tanah saya ditawar Rp 15 juta. Mana cukup bangun rumah di tempat baru. Namun, bertahan di sini juga bahaya. Serba salah,” ujarnya. Saat ini, Ayi mengemudi ojek berpenghasilan di bawah Rp 100.000 per hari. Terkadang, laki-laki yang masih melajang itu juga jadi pedagang sayur keliling saat kebun tetangganya panen.
Rehabilitasi
Lama setelah Ido memulai, upaya rehabilitasi kawasan Bandung utara dilakukan dengan gerakan menanam 17.150 pohon di Desa Cimenyan. Penanaman yang diinisiasi Pemprov Jabar dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan itu dilakukan di kawasan hutan dan lahan milik warga.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil berharap pemanfaatan lahan di Bandung utara tak merusak lingkungan. ”Tanah coklat (gundul) itu sumber longsor. Sungai tidak dapat menampung sehingga menyebabkan banjir bandang,” ujarnya. Kamil berharap kontribusi nyata warga untuk menanam pohon di kebun masing-masing. Ia optimistis kombinasi tanaman sayur dan buah tidak akan merugikan petani.
Pemprov Jabar masih mempertimbangkan moratorium pembangunan di Bandung utara meski kompleks. Kawasan itu di empat daerah: Kabupaten Bandung, Kota Bandung, Kota Cimahi, dan Kabupaten Bandung Barat dengan 7,5 juta jiwa. Namun, akan lebih dari rumit jika kerusakan tak dihentikan. Ido sudah memulai dan sendirian tak pernah cukup.