Kejuaraan Akuatik Indonesia Terbuka (IOAC) 2019 di Stadion Akuatik Gelora Bung Karno, Jakarta, 13-19 Desember 2019, akan menjadi kesempatan terakhir bagi perenang derah untuk lolos ke PON Papua 2020.
Oleh
Prayogi Dwi Sulistyo
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Hanya empat hari usai membela Indonesia pada SEA Games 2019, para perenang nasional kembali berlaga pada Kejuaraan Akuatik Indonesia Terbuka atau Indonesia Open Aquatic Championship (IOAC) 2019. Kejuaraan yang akan berlangsung di Stadion Akuatik Gelora Bung Karno, Jakarta, 13-19 Desember 2019 ini sekaligus menjadi kesempatan terakhir bagi perenang dari seluruh Indonesia untuk lolos ke Pekan Olahraga Nasional Papua 2020.
IOAC mulai digelar oleh Persatuan Renang Seluruh Indonesia (PB PRSI) sejak 2017, meneruskan ajang tahunan Kejuaraan Renang Antar Perkumpulan Seluruh Indonesia. Untuk meningkatkan mutu kompetisi, maka kejuaraan ini membuka partisipasi perenang internasional. Apalagi, IOAC ini telah mendapat pengesahan Federasi Renang Internasional (FINA) sebagai ajang kualifikasi Olimpiade Tokyo 2020.
Empat disiplin akuatik dilombakan pada ajang ini, yakni renang, loncat indah, renang indah, dan polo air, serta satu kategori renang untuk kelas master.
Ketua IOAC 2019 Wisnu Wardhana mengatakan, ajang ini ini cukup digemari sehingga jumlah pesertanya selalu stabil, diikuti lebih dari 1.500 peserta dari 30 provinsi. ”Saat ini, jumlah peserta hampir 1.700 orang,” kata Wisnu dalam konferensi pers IOAC 2019 di Jakarta, Kamis (12/12/2019).
Melalui kegiatan ini diharapkan olahraga akuatik dapat semakin disukai masyarakat. Karena itu, untuk renang diadakan kategori master yang menunjukkan, olahraga ini dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa batasan umur.
Sebagai ajang seleksi PON Papua 2020, setiap daerah akan mengirimkan atlet terbaik mereka untuk lolos. Karena itu, IOAC ini dapat digunakan untuk memantau perenang terbaik dari daerah. Saat ini, sebagian besar kuota yang tersedia pada PON 2020 telah diraih para perenang nasional. Wisnu berharap ada pemecahan rekor nasional senior dan kelompok umur dalam perlombaan ini.
Penyelenggaraan IOAC 2019 memenuhi ketentuan FINA sebagai kualifikasi Olimpiade Tokyo 2020, mulai dari profesionalitas penyelenggara hingga lokasi perlombaan. Manajer Kolam Akuatik GBK Abdal Hiyaririjal mengatakan, kolam di GBK memiliki ukuran sesuai dengan standar FINA yakni 25 meter kali 50 meter dengan kedalaman 3 meter.
Selain itu, stadion akuatik GBK yang direnovasi untuk digunakan pada Asian Games 2018 ini memiliki fasilitas lengkap, mulai dari ruang ganti, toilet, ruang medis, ruang doping, dan papan skor. FINA juga menetapkan standar untuk tribun penonton minimal 2.000 kursi dan intensitas lampu 300 lux. Adapun tribun penonton di Stadion Akuatik GBK mencapai 7.600 kursi dan memiliki lampu 500 lux.
Bibit unggul
Dengan keikutsertaan perenang terbaik dari daerah, ajang ini digunkaan PB PRSI untuk menjaring bibit unggul untuk regenerasi perenang nasional. Wakil Ketua Umum PB PRSI Harlin Rahardjo berharap banyak perenang muda bersinar untuk mempercepat proseses regenerasi.
Mereka akan dibina melalui proses panjang. Karena itu, perlu dukungan lembaga pemerintah dan swasta untuk membantu pembinaan atlet yang berkelanjutan. Harlin mengatakan, menciptakan atlet tangguh tidak cukup dengan latihan enam bulan sebelum berlomba. Namun, pembinaan berkelanjutan saat ini masih terkendala dana yang minim.
Di antara 13 perenang nasional yang dikirimkan ke SEA Games, terdapat beberapa atlet di bawah 18 tahun seperti Farrel Armandio Tangkas dan Azzahra Permatahani yang telah memecahkan rekor nasional senior di nomor andalan masing-masing. Mereka diandalkan untuk telah bersinar pada SEA Games 2021. Agar target itu dapat tercapai, perlu program pembinaan jangka panjang. Apabila program pembinaan tersebut terputus, maka semangat atlet akan menurun.
Dokter Spesialis Gizi Olahraga Pande Putu mengatakan, pembinaan atlet yang baik tidak hanya menyangkut program latihan saja, tetapi juga perlu pemberian nutrisi yang tepat sejak usia dini. “Sebaiknya nutrisi yang tepat diberikan sejak atlet tersebut memasuki masa tumbuh kembang yakni umur 6 tahun,” ujar Putu.
Pemberian nutrisi tersebut berguna agar tubuh atlet tumbuh secara maksimal. Ia menyayangkan beberapa atlet Indonesia yang mulai menurun prestasinya ketika baru memasuki umur 25 tahun karena kondisi fisik. Padahal, seharusnya usia tersebut adalah masa terbaik dari atlet untuk berprestasi.