Penelitian tentang letusan Gunung Samalas yang disebut sebagai letusan dahsyat gunung berapi pada abad ke-13 terus berjalan. Salah satunya tentang lanskap Pulau Lombok sebelum letusan tersebut.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Penelitian tentang letusan Gunung Samalas yang disebut sebagai letusan dahsyat gunung berapi pada abad ke-13 terus berjalan. Setelah mengungkap erupsi dahsyat Samalas pada 1257, penelitian dilanjutkan di antaranya untuk mengetahui dampak dan rekonstruksi bentuk Pulau Lombok sebelum letusan.
Franck Lavigne, peneliti dari Universitas Paris 1 Pantheon-Sorbonne, Perancis, menyampaikan hal itu di Mataram, Jumat (13/12/2019). Franck sebelumnya memimpin tim penelitian lintas bidang tentang letusan Samalas. Hasil studi mereka dipublikasikan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America edisi akhir September 2013.
Berdasarkan penelitian Franck dan tim, letusan Samalas diperkirakan memuntahkan sedikitnya 40 kilometer kubik material vulkanik. Tinggi kolom letusannya diperkirakan 43 km, yang terbesar dalam 7.000 tahun terakhir.
Letusan itu menyebabkan kawah raksasa, berukuran 6 km x 8,5 km dan kedalaman 800 meter. Kawah itu dikenal sebagai Segara Anak yang berada di ketinggian 2.010 meter di lereng Gunung Rinjani (3.726 meter di atas permukaan laut). Sebelum meletus, Gunung Salamas diperkirakan setinggi 4.200 meter. Ini berarti, ada sekitar separuh volume gunung hilang saat letusan.
Besarnya material vulkanik yang dilepas ke udara ini dipastikan membawa dampak global sebagaimana yang ditimbulkan dari letusan Gunung Tambora. Letusan Samalas diduga menjadi sumber kematian massal di Eropa pada 1258, setahun setelah letusan itu.
Sebagaimana letusan Tambora yang berdampak pada kegagalan panen di Eropa sehingga memicu kelaparan dan kematian massal pada 1816 atau setahun setelah letusan, letusan Samalas diduga memicu permasalahan serupa, bahkan mungkin lebih dahsyat (Kompas, 8 Oktober 2013).
Menurut Franck, yang pada Kamis (12/12/2019) memberi kuliah umum di Program Studi Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Mataram, penelitian terkait letusan Samalas memang tidak berhenti. ”Sejak dua tahun terakhir, penelitian dilanjutkan ke dampak dan rekonstruksi bentuk Lombok sebelum letusan pada abad ke-13,” kata Franck.
Penelitian itu juga dilakukan lintas bidang. Penelitian itu diharapkan bisa membantu mencari Pamatan dan kota-kota kuno lain di Lombok sebelum letusan. Pamatan adalah sebuah kota yang pernah menjadi ibu kota kerajaan di Lombok dan diduga tertimbun material letusan Samalas.
Penelitian itu juga dilakukan lintas bidang. Penelitian itu diharapkan bisa membantu mencari Pamatan dan kota-kota kuno lain di Lombok sebelum letusan. Pamatan adalah sebuah kota yang pernah menjadi ibu kota kerajaan di Lombok dan diduga tertimbun material letusan Samalas.
Dalam penelitian itu, mereka juga menggunakan metode geolistrik. Dengan metode itu, peneliti bisa mengetahui ketebalan endapan, termasuk mencari batas laut atau pesisir sebelum letusan.
”Misalnya di Kota Mataram seperti Ampenan, banyak batu apung. Kalau banyak batu apung, apalagi sampai dalam, berarti dulu itu laut. Jadi mungkin, Ampenan dulu belum ada tanah,” kata Franck. Terkait berapa lama yang dibutuhkan untuk menyelesaikan penelitian itu, Franck mengatakan, butuh waktu lama. Hal itu karena banyak hal yang harus dilihat.
Banyak hal
Franck menambahkan, penelitian tentang kaldera Samalas sudah cukup banyak. Namun, banyak hal yang bisa terus digali. Misalnya bentuk gunung sebelum kaldera atau sejarah Samalas sebelum letusan abad ke-13.
”Itu juga penting karena setiap gunung besar punya ritme sendiri meletus setiap berapa tahun,” kata Franck.
Untuk sejarah, kata Franck, bisa digali lewat naskah-naskah lontar di Museum NTB di Mataram. Jumlahnya sekitar 2.000 naskah. ”Tulisannya dalam bentuk Jawa kuno. Belum banyak yang bisa baca tulisan seperti itu. Jadi, bagus kalau ada yang berani membuka dan membaca karena banyak informasi penting,” kata Franck.
Hiden, pengajar di Program Studi Fakultas MIPA Universitas Mataram, yang terlibat dalam tim bersama Franck mengatakan, ke depan, banyak hal yang bisa digali dari letusan Samalas. Tidak hanya dari sisi seismologi dan vulkanologi, tetapi juga pariwisata.
”Saya kemarin, misalnya, menemukan singkapan, seperti gerabah, padi, dan pohon, yang bisa dilihat lebih jauh. Termasuk yang membuat penasaran adalah Pamatan yang sampai sekarang belum diketahui posisinya,” kata Hiden, yang meraih gelar doktor lewat penelitiannya tentang rekonstruksi letusan Samalas.