BOGOR, KOMPAS - Perbankan syariah di Indonesia diyakini akan terus tumbuh karena ditopang ekosistem syariah yang semakin kuat. Namun demikian, perbankan syariah memerlukan dukungan baik secara internal maupun eksternal agar biaya dana semakin efisien.
Dari total pasar perbankan baik konvensional maupun syariah, total pangsa pasar perbankan syariah adalah 5,7 persen. "Perbankan syariah di Indonesia sudah maju. Potensi industri halalnya juga besar. Jadi tumbuh menuju 10 persen sebenarnya bukan hal sulit," kata Sharia Banking Director Cimb Niaga Pandji P Djajanegara, akhir pekan lalu, di Bogor.
Di Indonesia, lembaga keuangan syariah ada yang berbentuk bank syariah maupun unit usaha syariah. Terlebih, selambatnya pada 2023 seluruh unit usaha syariah (UUS) dari bank konvensional di Indonesia mesti dikonversi menjadi bank umum syariah.
Dalam konteks tersebut, dukungan dari bank induk baik dalam bentuk modal, sumber daya manusia, serta infrastruktur sangat penting untuk mendorong pengembangan UUS-nya. Sebab, dengan usia perbankan syariah yang relatif belum lama dibanding perbankan konvensional, efisiensi akan lebih mudaj dicapai dengan memanfaatkan sumber daya yang sama bersama bank induk. Contohnya, penggunaan gedung yang sama bersama bank induk.
Hal berikutnya adalah membuat produk yang berbeda dan lebih maju dibandingkan produk perbankan konvensional serupa. Sejauh produk syariah bisa ditangani sumber daya manusia bank induk, maka itu akan lebih efisien.
"Kalau perbankan syariah mau maju, maka harus low cost. Padahal kita tahu biaya dana di syariah tinggi dan kebanyakan perbankan syariah di Indonesia termasuk BUKU (bank umum kegiata usaha) II. Ini yang membuat rasio pembiayaan macet (NPF) lebih tinggi dibanding rasio kredit macet bank konvensional," ujar Pandji.
Di sisi luar, literasi mengenai keuangan syariah mesti terus ditingkatkan. Tanpa edukasi yang memadai, penetrasi keuangan syariah akan berjalan lambat. Selain itu diperlukan peran otoritas untuk menjaga agar perbankan syariah dapat tumbuh tanpa harus berhadap-hadapan dengan perbankan konvensional.
Namun demikian, Pandji optimistis Cimb Niaga Syariah akan tumbuh lebih baik. Jika tahun ini mereka terbesar kelima di perbankan syariah, maka pada 2023 mereka menargetkan menjadi terbesar kedua di perbankan syariah. Hingga akhir triwulan III-2018, total pembiayaan sebesar Rp 24,1 triliun atau tumbuh 62,5 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Keikutsertaan dalam pembiayaan infrastruktur dan pembiayaan perumahan menjadi kontributor utamanya.
Sharia Strategy Head Cimb Niaga Syariah Ulil Amri menambahkan, penggunaan sumber daya bank induk dalam mengembangkan unit usaha syariah (dual banking) dapat membuat semakin efisien. Maksud konsep dual banking adalah utilisasi terhadap infrastruktur, sumber daya, dan penggunaan pengetahuan bank induk kepada anak usaha yang sifatnya masih dalam satu kepemilikan.
“Bank-bank umum syariah itu biaya operasinya rata-rata tinggi. Sementara UUS lebih rendah. UUS lebih baik karena mendapat nasabah yang sudah terseleksi,” kata Ulil.
Kini, lanjut Ulil, pihaknya terus menyiapkan strategi agar pada 2023 ketika berkonversi menjadi bank umum syariah, Cimb Niaga Syariah sudah siap. Salah satunya, pihaknya mengusulkan kepada otoritas untuk perubahan statul legal untuk perusahaan dan sumber daya manusianya, namun tidak mengubah status sumber daya yang dipergunakan. Dengan demikian, sumber daya bank induk tetap bisa dimanfaatkan tanpa perlu membuat baru yang diatur dalam perjanjian antara induk dengan anak usaha.