Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengatakan, diperlukan aturan standar pendidikan yang sederhana. Ini penting untuk mendorong guru mengembangkan diri dan beradaptasi dengan perubahan.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Berlakunya empat kebijakan pokok yang menekankan kepada kemerdekaan belajar dan berpikir membutuhkan regulasi terkait standar pendidikan yang juga padat dan ringkas. Di saat yang sama memberi guru otonomi untuk menerjemahkannya ke dalam skenario yang sesuai dengan keadaan di ruang kelas masing-masing.
”Prinsip utama empat pokok kebijakan pendidikan ini ialah agar kita semua tidak meremehkan kemampuan guru untuk mengembangkan diri dan beradaptasi dengan perubahan. Tapi, diperlukan juga aturan standar yang sederhana. Kalimatnya jangan multitafsir dan bisa dimengerti serta diterapkan oleh guru berkompetensi paling rendah sekalipun,” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim ketika membuka diskusi ”Standar Nasional Pendidikan dan Arah Kompetensi Pendidikan 2045” di Jakarta, Jumat (13/12/2019). Diskusi diadakan oleh Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP).
Ia menjelaskan prinsip dibentuknya empat pokok kebijakan mengenai evaluasi siswa secara kognitif dan portofolio oleh sekolah sebagai penentu kelulusan; mengganti Ujian Nasional menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter; peringkasan rencana pelaksanaan pemelajaran (RPP); dan praktik zonasi. Kemerdekaan belajar dan berpikir dimulai dari guru. Guru yang tidak memiliki kemerdekaan ini tidak akan bisa meneruskannya kepada siswa dan mengharapkan mereka untuk menjadi individu yang kreatif.
”Ketika guru menyusun RPP dengan memasukkan kompetensi inti dan dasar, pastikan guru memikirkan kegunaannya bagi siswa di masa depan. Jangan masukkan kompetensi yang sifatnya seremonial,” kata Nadiem.
Guru harus bisa menjabarkan arti kompetensi itu. Oleh sebab itu, perlu kemampuan guru merefleksikan materi pemelajaran dan poin-poin yang hendak dicapai siswa dan menentukan cara penilaiannya sendiri. Cara ini berbeda dengan sekadar menyelesaikan materi pelajaran demi mengejar tenggat waktu.
Revisi
Ketua BSNP Abdul Mu\'ti dalam diskusi itu mengungkapkan berbagai usulan revisi standar. Dalam konteks profil lulusan, standar kompetensi harus sesuai dengan kebutuhan perkembangan zaman. Pengajaran harus seiring dengan hal-hal baru yang dibutuhkan di dunia ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Ia menjabarkan, kohesi materi pelajaran setiap jenjang pendidikan diperhatikan dan di setiap jenjang itu pengajarannya langsung bisa diterapkan siswa di kehidupan.
Pengajaran harus seiring dengan hal-hal baru yang dibutuhkan di dunia ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
”Pada aspek guru selama ini condong memperhatikan cara guru mengajar, bukan mutu pemelajaran yang diberikan guru. Revisi menekankan kepada pemenuhan mutu pemelajaran dan respons siswa terhadapnya. Cara mengajar dibebaskan kepada setiap guru,” tutur Mu\'ti.
Pengelolaan sekolah juga diberikan kepada setiap kepala sekolah sehingga bisa membangun pendekatan yang kreatif dan cocok dengan demografi siswanya. Revisi ini mengubah banyak Peraturan Mendikbud yang usianya sudah lebih dari satu dekade hingga yang relatif baru. Permendikbud yang berubah antara lain nomor 19/2007, 69/2009, dan 22/2016.
Ditetapkan juga titik-titik lokal pembangunan manusia Indonesia unggul tahun 2045. Periode 2020-2025 digunakan untuk mengidentifikasi karakter dan profil Generasi Emas 2045. Adapun periode 2025-2035 dipakai menentukan indikator pembangunan Generasi Emas.
Kami usulnya agar sekolah-sekolah terakreditasi A dulu yang melaksanakannya karena mereka memiliki kesiapan dari segi guru, tata kelola sekolah, dan sarananya.
Menurut Mu\'ti, perubahan tercepat ialah untuk standar operasional Ujian Sekolah Berstandar Nasional yang menurut Empat Pokok Kebijakan Pendidikan kini diserahkan sepenuhnya kepada sekolah dalam menentukan soal dan cara ujiannya.
”Kami usulnya agar sekolah-sekolah terakreditasi A dulu yang melaksanakannya karena mereka memiliki kesiapan dari segi guru, tata kelola sekolah, dan sarananya,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pengurus Pusat Muhammadiyah Sungkowo menuturkan, hendaknya ujian sekolah tidak hanya untuk kelulusan siswa. Ujian ini alat yang baik untuk pemetaan internal sekolah dan kepala sekolah bisa melihat kendala pemelajaran yang bisa dicari solusinya bersama para guru sebelum meminta bantuan pemerintah.