Pengadaan Obat Baru
Obat merupakan kebutuhan utama bagi pasien. Sebagai pasien kencing manis dengan komplikasi penyakit jantung koroner dan gangguan penglihatan, saya harus mengonsumsi cukup banyak obat.
Obat merupakan kebutuhan utama bagi pasien. Sebagai pasien kencing manis dengan komplikasi penyakit jantung koroner dan gangguan penglihatan, saya harus mengonsumsi cukup banyak obat. Selama ini, saya menggunakan fasilitas BPJS. Meski administrasinya lumayan rumit, BPJS amat menolong bagi saya yang pensiunan dosen bidang ekonomi.
Saya kurang memahami proses pengadaan obat baru di Indonesia. Sebagai seorang pasien, saya rajin mengikuti berita tentang penelitian obat serta obat baru yang beredar, terutama untuk penyakit kronik, seperti hipertensi, diabetes melitus, gangguan ginjal, serta obat kanker.
Berita tentang akan munculnya obat baru banyak diberitakan, tetapi kemudian berita itu seolah hilang begitu saja. Obat baru belum juga dipasarkan meski beritanya sudah setahun lebih. Banyak berita yang menginformasikan uji klinik yang hasilnya menggembirakan, tetapi saya amati obat tersebut tak kunjung dipasarkan. Salah satu yang saya amati adalah vaksin dengue. Menurut informasi yang saya peroleh, vaksin dengue telah ditemukan, bahkan sudah beredar di pasaran. Namun, saya belum mendengar vaksin itu tersedia di Indonesia. Padahal, jika sudah ada, tentu akan sangat menolong. Terutama jika pemerintah dapat membiayai imunisasi dengue, kita berharap korban kejadian luar biasa dengue yang setiap tahun mencapai ratusan ribu anak dapat dihindari.
Setahu saya, pendaftaran obat baru dilakukan di Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM). Saya pernah membaca bahwa Badan POM kita termasuk berkategori baik sehingga oleh WHO digunakan untuk tempat pelatihan serta magang badan POM dari negara lain. Ini tentu membanggakan.
Namun, apakah karena terlalu teliti, pendaftaran obat baru di Badan POM menjadi lama? Obat-obat yang sudah digunakan cukup lama di luar negeri masih harus didaftarkan dan proses pendaftaran memerlukan persyaratan cukup rumit. Mungkinkah waktu pendaftaran obat baru dipangkas lebih pendek, jika perlu satu minggu sudah selesai? Dengan demikian, masyarakat yang butuh obat baru tidak harus berobat ke luar negeri atau membeli obat di luar negeri. Dalam era penghematan devisa negara, diharapkan Badan POM juga dapat mendukung dengan mempermudah pendaftaran obat baru. Terima kasih atas penjelasan Dokter.
T di J
Vaksin dengue sudah terdaftar di Badan POM dan sudah tersedia di Indonesia. Hanya, para pakar imunisasi masih mengamati hasil program imunisasi nasional di beberapa negara, seperti Filipina dan Brasil. Hasil imunisasi dengue kurang menggembirakan sehingga sedang dicari strategi baru dalam indikasi pemberian vaksin dengue ini.
Kebijakan WHO yang baru, vaksin dengue hanya dijadikan program nasional pada negara yang 75 persen populasinya sudah terpapar dengue (seropositif). Data surveilans kita tampaknya menunjukkan bahwa populasi penduduk yang terpapar dengue cukup tinggi. Pengalaman vaksinasi dengue ini menunjukkan, meskipun penelitian pada uji klinik menunjukkan efikasi yang tinggi, dapat saja di masyarakat pada pemakaian massal manfaat (efektivitas)-nya tidak seperti yang diharapkan.
Penerapan program imunisasi massal dengue di Filipina menjadi pembicaraan publik. Banyak orangtua memprotes kebijakan Kementerian Kesehatan Filipina. Kejadian ini tak hanya dapat terjadi pada vaksin, tetapi juga pada obat. Karena itulah, proses pendaftaran obat baru harus dilakukan dengan teliti dan cermat untuk melindungi masyarakat serta mencegah pengeluaran yang mubazir.
Regulatory drug agency yang sering dijadikan acuan adalah FDA di Amerika Serikat (AS). Proses registrasi obat di AS cukup rumit dan memakan waktu meski uji klinik obat sudah menunjukkan hasil yang bermanfaat. Proses ini diperlukan untuk mencegah terjadinya dampak buruk dari penggunaan obat. Belum lama kita membaca obat ranitidin ditarik bukan karena ranitidin tidak baik, tetapi dalam pembuatannya terdapat unsur yang berdampak tidak baik bagi kesehatan manusia.
Jika FDA AS sudah mengizinkan obat baru beredar, apakah boleh obat tersebut langsung saja disetujui di Indonesia? Persetujuan FDA merupakan satu pertimbangan. Namun, proses registrasi tetap harus dilakukan sesuai peraturan karena kemungkinan ada perbedaan pola penyakit serta genetik populasi Indonesia dan AS.
Mungkinkah pendaftaran obat di Indonesia dipersingkat dan dipermudah? Sebenarnya Badan POM sudah mengumumkan syarat-syarat pendaftaran obat di Indonesia. Pendaftaran baru akan diproses jika persyaratan tersebut sudah dipenuhi. Misalnya, salah satu syarat adalah pembuatan obat di pabrik harus memenuhi cara pembuatan obat yang baik/CPOB (good manufacturing product).Dengan syarat ini, diharapkan bahwa obat yang diproduksi berkualitas baik.
Jika persyaratan sudah dipenuhi, biasanya Badan POM akan meminta pendapat ahli untuk menilai perlu atau tidaknya obat tersebut diadakan di Indonesia. Para ahli akan menilai kebutuhan, manfaat obat, serta efek samping yang mungkin timbul. Jika dianggap baik dan bermanfaat, para ahli memberikan rekomendasi agar obat tersebut diadakan. Selanjutnya, jika persyaratan administratif sudah lengkap, Badan POM akan memproses dan biasanya proses tersebut dapat memakan waktu 40, 100, 150, sampai 300 hari.
Badan POM juga perlu berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan dan instansi lain yang terkait. Bagaimana jika obat tersebut amat diperlukan bagi masyarakat, misalnya menjadi program pemerintah? Untuk hal itu tersedia jalur cepat dan bahkan ada juga yang mungkin diadakan dengan jalur khusus. Untuk obat infeksi HIV dan obat hepatitis C kronis digunakan jalur tersebut sehingga masyarakat yang membutuhkan dapat menggunakannya.
Salah satu yang perlu diperhatikan adalah jika obat baru dipatenkan di Indonesia, pihak yang akan mendaftarkan obat tersebut baru dapat memasarkannya jika paten itu sudah selesai. Peraturan ini dapat dilampaui jika obat tersebut memang amat diperlukan, seperti obat HIV dan hepatitis. Namun, untuk pengecualian ini diperlukan keputusan presiden. Masyarakat merasa tertolong oleh Presiden Megawati Soekarnoputri dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang telah mengeluarkan keputusan presiden tersebut.
Sebagai seorang dokter klinik, saya juga merasa sering tak sabar menunggu adanya obat baru di Indonesia. Untuk mempermudah pengadaan obat baru diperlukan kerja sama berbagai pihak. Perusahaan farmasi yang memproduksi obat hendaknya siap dengan persyaratan yang ada, seperti CPOB dan izin dari perusahaan farmasi multinasional.
Sering kali perusahaan farmasi mendaftarkan obat belum memenuhi persyaratan yang diminta dan perlu waktu lama untuk memenuhi persyaratan tersebut. Badan POM kita harapkan dapat bekerja lebih cepat, termasuk juga tim ahlinya sudah tentu, dengan tidak meninggalkan prinsip kehati-hatian. Badan POM bertugas melindungi masyarakat dari penggunaan obat, vaksin, dan bahan biologik lain yang berpotensi mengganggu kesehatan masyarakat. Akhir-akhir ini ada wacana wewenang registrasi obat akan dipindahkan ke instansi lain. Sebagai anggota masyarakat, tentu kita berharap perlindungan terhadap keamanan obat ini dapat tetap terjaga.
Saya berharap Anda akan dalam keadaan sehat selalu serta pemerintah akan tepat mengadakan obat yang diperlukan serta menjaga keamanan penggunaan obat di Indonesia.