Polisi Masih Rahasiakan Perkembangan Kasus 5 Kg Heroin
Jasad WNA asal Pakistan pengedar 5 kg heroin diserahkan ke negaranya. Polisi enggan menjelaskan kelanjutan kasus yang melibatkan napi di Lapas Palembang itu. Heroin adalah jenis narkoba mahal dan jarang ada di Indonesia.
Oleh
WISNU AJI DEWABRATA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Polisi masih merahasiakan perkembangan penyelidikan setelah menyita 5 kilogram heroin dari pengedar warga negara Pakistan berinisial SH (27). Polisi terpaksa menembak SH karena melawan. SH tewas dalam perjalanan ke Rumah Sakit Polri Kramatjati.
Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya menangkap SH di pertokoan Mangga Dua Square, Rabu (11/12/2019). Saat ditangkap, SH membawa 1 kilogram heroin yang ditenteng di dalam tas plastik. Berdasarkan pengakuan tersangka, polisi kembali menemukan 4 kilogram heroin yang disembunyikan di dalam kotak susu bubuk dan kotak pemanis buatan.
Berdasarkan catatan Kompas, penangkapan narkotika jenis heroin oleh Ditresnarkoba Polda Metro Jaya tersebut adalah yang terbesar. Biasanya, penangkapan narkotika dalam jumlah besar berupa sabu, ganja, atau pil ekstasi. Para pengedar heroin yang ditangkap di Indonesia sebagian besar adalah warga negara asing dan sebagian telah menjalani hukuman mati.
Kasus heroin paling menghebohkan adalah kasus ”Bali Nine”, yaitu sembilan warga Australia tertangkap karena menyelundupkan heroin sebanyak 8,3 kilogram dari Bali ke Australia tahun 2005. Dua pentolan Bali Nine, yaitu Myuran Sukumaran dan Andrew Chan, sudah dihukum mati tahun 2015.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus, Sabtu (14/12/2019), menuturkan, polisi sedang mengembangkan penyelidikan dengan menginterogasi anggota sindikat seorang narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Palembang, Sumatera Selatan.
”Semoga hari Senin atau Selasa ada perkembangan. Sebab, masih ada satu anggota sindikat di Lapas Palembang. Kami masih mendalami karena salah satu pelakunya meninggal. Sekarang operatornya yang sedang kami dalami,” tutur Yusri.
Menurut dia, polisi masih menyelidiki apakah heroin tersebut akan dipasarkan di Indonesia atau hanya transit serta bagaimana caranya heroin tersebut sampai di Indonesia.
Yusri mengatakan, pembeli heroin adalah kalangan atas karena harganya mahal, berbeda dengan sabu yang harganya lebih murah. Berdasarkan hasil tes laboratorium, heroin yang disita itu merupakan heroin kualitas terbaik.
Pembeli heroin adalah kalangan atas karena harganya mahal, berbeda dengan sabu yang harganya lebih murah. Berdasarkan hasil tes laboratorium, heroin yang disita itu merupakan heroin kualitas terbaik.
”Kemarin jenazah SH sudah kami serahkan ke Kedutaan Besar Pakistan dan akan diambil keluarganya,” ujarnya.
Kepala Subdirektorat 1 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Ahmad Fanani mengatakan, harga heroin beberapa kali lipat di atas harga sabu yang merupakan salah satu jenis narkotika terpopuler di Indonesia. Sebagai gambaran, Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam Indonesia Drug Reports 2019 menyebutkan, harga pasaran sabu di Indonesia tahun 2018 adalah Rp 1,4 juta per gram.
Menurut Fanani, sindikat diduga melibatkan napi di Lapas Palembang. Napi itu sebelumnya mendekam di Lapas Pekanbaru karena kasus sabu dengan vonis 20 tahun penjara. Namun, napi tersebut dipindahkan ke Lapas Palembang karena diduga masih mengatur bisnis narkotika.
”Tersangka SH dibayar dalam bentuk dollar AS, yaitu 10.000 dollar AS (sekitar Rp 140 juta) per kilogram heroin. Pengakuannya, dia sudah tiga kali membawa heroin,” katanya.
Menurut data BNN dalam Indonesia Drugs Report 2019, heroin adalah narkotika yang tidak banyak beredar di Indonesia. Jumlah heroin yang disita di Indonesia tahun 2018 sebanyak 1,4 kilogram. Jumlah itu sangat kecil dibandingkan dengan narkotika jenis lain yang disita selama tahun 2018, seperti sabu sebanyak 8,2 ton atau pil ekstasi mencapai 1,5 juta butir.
Data lain dari Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa Urusan Narkoba dan Kejahatan (UNODC), jumlah heroin yang disita di Indonesia periode 2013-2017 juga sangat kecil. Tahun 2013 sebanyak 11 kg heroin disita, pada 2014 naik menjadi 12 kg, tahun 2015 mencapai 13 kg, tahun 2016 hanya terdata 2 kg, bahkan tahun 2017 nol kilogram.