”Badai” performa yang menerjang Napoli terus berlanjut meski mereka kini ditangani pelatih baru, yaitu Gennaro Gattuso. ”Partenopei” dipermalukan tamunya, Parma, 1-2 di Liga Italia, Minggu dini hari WIB.
Oleh
Yulvianus Harjono
·4 menit baca
NAPOLI, SABTU — Suasana mencekam terjadi di Stadion San Paolo, markas Napoli, menjelang laga Liga Italia kontra Parma, Minggu (15/12/2019) dini hari WIB. Stadion itu baru saja disapu badai kencang sehingga meninggalkan lubang menganga di atap salah satu bagian di tribune penonton.
Fenomena alam ini memaksa laga di pekan ke-16 Liga Italia itu sempat ditunda untuk perbaikan minor. Meskipun laga tersebut akhirnya diputuskan tetap berlangsung setengah jam kemudian, petaka bagi Napoli ternyata belum berakhir. Badai kembali menghampiri mereka, kali ini dalam hal performa.
Laga baru berjalan empat menit, gawang mereka telah kebobolan oleh Parma berkat aksi solo penyerang sayapnya, Dejan Kulusevski. Naasnya pula, tidak lama seusai gol itu, Napoli kehilangan bek tengah andalannya, Kalidou Koulibaly, akibat cedera. Ia pun digantikan bek pelapis yang jarang tampil di Liga Italia musim ini, Sebastiano Luperto.
Sempat bangkit dan menyamakan kedudukan berkat gol Arkadiusz Milik di pertengahan babak kedua, Napoli kembali tertinggal dan akhirnya kalah akibat serangan balik Parma melalui penyerang veterannya, Gervinho. Ironisnya pula, gol itu tercipta pada detik-detik terakhir menit injury time laga tersebut.
Kekalahan itu menandai debut buruk pelatih baru Napoli, Gennaro Gattuso. Mantan Pelatih AC Milan yang menggantikan Carlo Ancelotti itu belum mampu membenahi secara instan masalah serius di tubuh Napoli, yaitu kehancuran mental. Akibat kekalahan itu, tim berjuluk ”Partenopei” tersebut disalip Parma dan kian merosot di klasemen Liga Italia, yaitu kini di peringkat kedelapan.
”Tim ini tengah menderita dalam aspek psikologis. Mereka terbiasa berada di puncak, bukan di posisi seperti ini. Jadi, mereka kesulitan beradaptasi dengan situasi sulit, yaitu berkali-kali tidak mampu menang, ini,” ujar Gattuso, seperti dikutip Football-Italia seusai laga tersebut.
Sebelum diambil alih Gattuso, Napoli tengah mengalami kemerosotan performa di Liga Italia. Tujuh laga mereka lewati tanpa kemenangan satu pun. Catatan performa itu adalah yang terburuk yang pernah dialami runner-up Liga Italia musim lalu itu dalam 19 tahun terakhir. Debut klub tersebut bersama Gattuso, mantan murid Ancelotti di Milan, menambah rekor buruk Partenopei. Untuk pertama kalinya sejak Maret 2010, mereka gagal menang empat laga Liga Italia beruntun di kandangnya.
Namun, guna memperburuk psikologis pemain, Gattuso enggan menyalahkan para pemainnya terlepas dua gol Parma itu terlahir dari buruknya antisipasi dua bek tengah, Koulibaly dan Luperto. ”Saya orang yang paling bertanggung jawab dan patut disalahkan atas kekalahan ini. Suporter berhak menyoraki kami, seperti pada laga tadi, karena hasilnya tidak sesuai harapan mereka,” ujar Gattuso, mantan gelandang Milan yang dijuluki ”Si Badak”.
Gattuso masih optimistis timnya mampu bangkit di laga-laga berikutnya. Sikap positifnya itulah yang membuat Napoli menunjuk pelatih temperamental itu menggantikan Ancelotti, pekan lalu. Gattuso ditargetkan mengangkat kembali performa Napoli sehingga bisa finis di peringkat empat besar Liga Italia akhir musim ini. Dalam empat musim terakhir, Partenopei selalu finis di posisi itu.
”Si Badak punya punya pengalaman menangani klub-klub di posisi terbawah dan tim-tim muda. Ia punya karakter hebat, mengingat ia adalah sosok yang tangguh saat masih menjadi pemain. Maka itu, kami berharap bisa melihat Napoli yang agresif dan senantiasa berjuang demi tiga poin bersamanya,” ujar Direktur Napoli Cristiano Giuntoli mengungkapkan alasan pihaknya memilih Gattuso.
Menjadi ”lembek”
Susy Campanale, analis sepak bola Italia, mengungkapkan, para pemain Napoli cenderung menjadi ”lembek” alias kehilangan mental baja setelah dilatih Ancelotti, pelatih yang dikenal santai dan lunak dalam menangani para pemain. Ancelotti dianggap kurang tegas, terbukti gagalnya ia memaksa para pemain menjalani ritiro alias kamp pengasingan, seperti diminta Presiden Napoli, Aurelio De Laurentiis, beberapa waktu lalu.
Ritiro itu hanya dihadiri Ancelotti dan para staf pelatihnya, tanpa para pemain yang menolak ”cambukan” itu. Belajar dari pengalaman tersebut, pemilik Napoli merasa membutuhkan pelatih yang keras dan tegas seperti Gattuso, terlepas ia belum punya prestasi besar saat menangani klub-klub sebelumnya, seperti Milan (2017-2019). Capaian terbesarnya sejauh ini hanyalah mengantarkan Milan ke final Piala Italia dan finis keenam di Liga Italia.
Gattuso bakal kembali diuji hebat dalam sebulan ke depan di Liga Italia. Mereka berturut-turut akan bertandang ke markas Sassuolo, menjamu pemuncak klasemen Inter Milan, dan melawan Lazio di San Paolo. Tak heran, menghadapi bulan sulit ini, Gattuso enggan berpikir jauh dan muluk-muluk soal target timnya di akhir musim.
”(Finis) peringkat keempat? Bagi saya, hal terpenting saat ini adalah bekerja meningkatkan diri dan memikirkan laga dari pekan ke pekan. Hal pertama yang ingin saya lakukan adalah membuat tim ini menemukan kembali ketenangannya,” ujar Gattuso kemudian. (AF/Reuters)