Dana yang diperoleh dari penjualan saham perdana Aramco akan dilihat, apakah benar dan cukup untuk mengembangkan sektor ekonomi nonminyak negeri itu. Kini publik menunggu langkah-langkah selanjutnya Arab Saudi.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·3 menit baca
”Beberapa orang memiliki kemampuan untuk memprediksi masa depan,” kata jurnalis Arab Saudi, Mosaed al-Zayani, melalui Twitter pekan lalu. Kantor berita Reuters menyebut secara khusus unggahan itu ditujukan Zayani untuk Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman (MBS).
Tahun lalu MBS sesumbar tentang valuasi perusahaan raksasa minyak Arab Saudi, Aramco, yang mencapai 2 triliun dollar AS. Pekan lalu, dua hari setelah resmi diperdagangkan di lantai bursa saham Arab Saudi, hal itu menjadi kenyataan. Aramco dilaporkan menjadi perusahaan pertama di dunia yang mencapai valuasi tersebut.
Penawaran umum saham perdana (IPO) Aramco pantas dirayakan Kerajaan Arab Saudi. Proses IPO Aramco hingga melantai di bursa saham menjadi ujian ambisi, niat, sekaligus ketangguhan Riyadh terkait masa depan Arab Saudi, khususnya dari sisi perekonomian. Dinamika IPO Aramco menjadi bagian dari Visi Saudi 2030, yakni upaya negara itu berproses untuk tidak bergantung pada pendapatan dari minyak bumi.
Sejak 2016, kemajuan Visi 2030 itu lebih lambat dari prediksi optimistis di awal. Padahal, MBS dengan penuh percaya diri mengatakan pada tahun itu bahwa ”jika pada tahun 2020 minyak berhenti sekalipun, kami dapat bertahan hidup tanpanya”.
Harga minyak yang fluktuatif dengan kecenderungan turun dan berpuncak pada serangan atas fasilitas produksi minyak di Abqaiq dan Khurais, 14 September 2019, jadi ujian bagi IPO Aramco. Maka, puja-puji pun mengalir saat IPO Aramco dan valuasi perusahaan itu menembus 2 triliun dollar AS. Tajuk media lokal Arab Saudi pun menulis ”Mimpi yang Menjadi Kenyataan” dan ”Aramco di Puncak Dunia”.
Kini publik—termasuk pemegang saham Aramco—menunggu langkah-langkah selanjutnya Arab Saudi. Tantangannya masih sama, bahkan lebih rumit, karena ancaman resesi global. Dana yang diperoleh dari penjualan saham perdana Aramco akan dilihat, apakah benar dan cukup untuk mengembangkan sektor ekonomi nonminyak negeri itu.
Secara teknis, media Bloomberg ikut mengingatkan itu. Hal itu akan disorot sekaligus dibuktikan. Disebutkan, antara lain, perbankan yang diminta melonggarkan batas pinjaman bagi mereka yang membeli saham IPO Aramco. Keluarga-keluarga kaya Arab Saudi juga disebut-sebut ditekan agar berkomitmen besar pada IPO itu. Investor ritel pun dijanjikan bonus dari saham Aramco.
Strategi itu berhasil, tetapi menyimpan potensi masalah baru. Pinjaman yang didukung saham Aramco rentan terhadap penurunan harga saham. Dengan ketergantungan yang besar pada investor lokal, IPO itu menyedot modal yang sejatinya dapat digunakan untuk mencari dan mengembangkan sumber-sumber pendapatan baru Arab Saudi.
Jual-beli saham Aramco di bursa baru dalam hitungan hari. Perlu diingat, jika aneka rencana penggunaan dana—sekaligus kinerja Aramco sebagai perseroan—kurang menggembirakan, harganya bisa berbalik arah. Arab Saudi dan MBS harus siap menghadapi ujian-ujian berikutnya.