Beri Kesempatan Setara untuk Penyandang Disabilitas
Penyandang disabilitas harus diberi kesempatan samaagar bisa mandiri. Beragam stigma pada mereka harus dihilangkan agar mereka memiliki akses sama dengan masyarakat lainnya.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Penyandang disabilitas harus diberi kesempatan sama agar bisa mandiri. Beragam stigma pada mereka harus dihilangkan agar mereka memiliki akses sama dengan masyarakat lainnya.
Sejak April 2018, Pemerintah Kota Surabaya membangun layanan pijat yang berada di Mal Pelayanan Publik Siola. Semua terapis di tempat tersebut merupakan tunanetra yang memiliki keahlian pijat dan bersertifikat.
”Kami memberi kesempatan kepada penyandang disabilitas agar mereka bisa mandiri, tidak lagi bergantung kepada orang lain. Sama dengan warga lain, mereka juga harus bekerja untuk mencari nafkah,” kata Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Rabu (11/12/2019), di Surabaya.
Para tunanetra tersebut diberikan pelatihan menjadi terapis. Setelah mendapatkan sertifikat, mereka bisa menambah pekerjaannya dengan membuka praktik sendiri di rumah atau panti pijat lain.
”Panti pijat ini dibuka di Mal Pelayanan Publik Siola karena ramai warga yang mengurus dokumen. Warga bisa menunggu sambil pijat di tempat ini,” ucap Risma.
Dalam sehari, Mal Pelayanan Publik Siola dikunjungi lebih dari 1.000 orang. Selain di gedung Siola, Pemkot Surabaya juga membuka panti pijat tunanetra di Taman Bungkul dan hotel. Pemkot Surabaya juga menjadikan para penyandang disabilitas sebagai petugas sekretariat di sejumlah kantor organisasi pemerintahan daerah.
Bagi penyandang disabilitas yang belum mampu bekerja, Pemkot Surabaya berupaya memenuhi kebutuhan dasar, yakni makan sehari-hari. Ada sekitar 9.500 penyandang disabilitas di Surabaya yang diberikan makan setiap hari oleh Dinas Sosial. Para petugas mengantarkan makanan tersebut di rumah penerima sebelum pukul 10.00.
Anak-anak disabilitas, menurut Kepala UPTD Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos) Kalijudan Nanik Winarsih, masih banyak yang dibuang keluarganya di jalan. Mereka ditemukan Satpol PP Kota Surabaya lalu dirawat di Liponsos Kalijudan. Dari 50 anak berkebutuhan khusus di tempat ini, sekitar 90 persen berasal dari jalanan.
Dari 50 anak berkebutuhan khusus di Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos) Kalijudan, sekitar 90 persen berasal dari jalanan
Sebagaimana anak-anak lainnya, anak berkebutuhan khusus (ABK) di Kalijudan diberikan keterampilan agar bisa mandiri. Mereka dilatih melukis, membatik, bermain musik, kerajinan tangan, dan fotografi.
Pada acara lokakarya fotografi yang diadakan Pemkot Surabaya bersama Unicef pada Agustus 2019, ada 10 persen peserta yang berasal dari penghuni Liponsos Kalijudan. Dua anak tunanetra, yakni Rizki Nur Yahya (14) dan Septian (14), ikut serta bersama anak-anak lain dari sejumlah sekolah menengah pertama di Surabaya.
”Pemkot Surabaya selalu memberikan kesempatan kepada ABK tampil di berbagai kegiatan di Surabaya,” kata Nanik. Selain menjadi peserta lokakarya fotografi, ABK juga sering tampil menjadi penyanyi di berbagai acara kedinasan.
Risma menilai, ABK juga sama dengan anak-anak lain yang memiliki kemampuan dan keterampilan. Oleh sebab itu, mereka harus diberikan akses dalam bekerja. Begitu pula dalam fasilitas publik, akses untuk penyandang disabilitas juga dibuat dengan memberikan penunjuk jalan di trotoar, taman, dan akses yang mudah di berbagai gedung pemerintahan.