Kawanan gajah liar di Kabupaten Tanggamus akan dipasangi GPS ”collar” agar pergerakan satwa liar itu bisa terpantau. Pemasangan GPS untuk kedua kalinya ini dilakukan untuk meminimalkan konflik gajah dengan manusia.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Kawanan gajah liar di Kabupaten Tanggamus, Lampung, akan dipasangi global positioning system (GPS) collar agar pergerakan satwa liar itu bisa terpantau. Pemasangan GPS untuk kedua kalinya ini dilakukan untuk meminimalkan konflik gajah dengan manusia di Kecamatan Semaka, Tanggamus. Dua tahun terakhir, konflik gajah dengan manusia di kabupaten itu telah menelan dua korban jiwa.
Pelaksana Tugas Kepala Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan John Kenedie, Senin (16/12/2018), mengatakan, GPS collar ditargetkan bisa terpasang paling lambat akhir Desember. Menurut rencana, pemerintah bersama mitra terkait akan memulai pemasangan GPS collar pada 25 Desember.
Namun, pihaknya masih menunggu Koordinator Lapangan Elephant Respons Unit (ERU) Taman Nasional Way Kambas Nazaruddin yang saat ini masih berada di Laos. Pasalnya, Nazaruddin akan menjadi pawang yang memandu pemasangan GPS tersebut.
Nantinya, GPS akan dipasang di leher satu gajah liar yang dominan dalam rombongannya. Dengan alat tersebut, petugas dapat memantau pergerakan gajah setiap hari.
”Ini adalah salah satu upaya untuk mitigasi konflik manusia dengan gajah,” kata John di sela-sela rapat terkait rencana pemasangan GPS collar di Dinas Kehutanan Provinsi Lampung.
Dia menjelaskan, pemerintah bekerja sama dengan mitra terkait, antara lain WWF-Indonesia dan Rumah Kolaborasi. PT Komipo Energy Indonesia melalui Rumah Kolaborasi juga memberikan bantuan 5.000 dollar AS untuk pemasangan GPS. Adapun WWF-Indonesia memberikan bantuan Rp 50 juta. Sejumlah pihak lain yang ikut membantu pemantauan GPS adalah BKSDA Lampung-Bengkulu dan Wildlife Conservation Society (WCS).
Di Kecamatan Semaka ada sembilan desa yang berbatasan dengan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Sembilan desa yang kerap jadi sasaran gajah adalah Desa Margomulyo, Sedayu, Sukaraja, Way Kerap, Srikaton, Parda Waras, Sidomulyo, Talang Asahan, dan Karang Agung. Dengan mengetahui pergerakan gajah lewat GPS, masyarakat bisa lebih waspada dan lebih mudah melakukan penggiringan.
Selain pemasangan GPS, masyarakat juga mendapat pendampingan penanganan konflik dengan satwa liar. Petugas bersama masyarakat juga melakukan penggiringan gajah ke dalam kawasan TNBBS bersama-sama.
Project Leader WWF-Indonesia Regional Sumatera Bagian Selatan Yob Charles mengatakan, sebelumnya, kawanan gajah liar yang berjumlah 12 ekor ini pernah dipasangi GPS pada April 2018. Namun, saat ini GPS sudah tidak aktif, diduga baterainya habis. Dia berharap GPS kedua yang akan dipasang ini bisa bertahan selama dua tahun.
Selain mengetahui pergerakan gajah, pemasangan GPS ini juga berfungsi untuk mengkaji ruang jelajah gajah. Berdasarkan analisis, diketahui ruang jelajah minimal gajah liar terpantau seluas 12.963 hektar.
Data itu dapat menjadi acuan bagi pemerintah untuk bisa mengambil kebijakan lainnya guna memitigasi konflik gajah dengan manusia. Salah satu upaya yang digagas adalah membuat rekayasa habitat untuk menekan konflik dengan cara membudidayakan tanaman pakan gajah di area perbatasan antara hutan lindung dan taman nasional.