Presiden Joko Widodo masih memfinalisasi nama-nama calon ketua dan anggota Dewan Pengawas KPK. Menurut rencana, lima nama ketua dan anggota Dewas KPK dilantik bersama pimpinan KPK pada 20 Desember 2019.
Oleh
NINA SUSILO DAN RIANA A IBRAHIM
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Presiden Joko Widodo hingga kini masih memfinalisasi nama-nama calon ketua dan anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurut rencana, lima nama ketua dan anggota Dewas KPK yang ditunjuk dan dipilih Presiden Jokowi akan langsung dilantik bersama komisioner KPK pada 20 Desember 2019.
Namun, siapa nama calon ketua dan anggota Dewas KPK, Juru Bicara Presiden Bidang Hukum Dini Shanti Purwono saat dihubungi, Minggu (15/12/2019) malam, tak merinci. Presiden disebutkan tak akan memilih sembarang orang duduk di Dewas KPK. Sebaliknya, Presiden memilih sosok terbaik.
Pemilihan anggota dan ketua Dewas KPK oleh Presiden sesuai Pasal 69A Ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan kedua UU No 30/2002 tentang KPK menyatakan, untuk pertama kalinya ketua dan anggota Dewas KPK ditunjuk dan diangkat oleh presiden.
Bahkan, Pasal 69A ayat 2-nya menambahkan, kriteria ketua dan anggota Dewas dimaksud, termasuk dan tidak terbatas pada aparat penegak hukum yang sedang menjabat dan yang telah berpengalaman paling sedikit 15 tahun.
Dengan demikian, presiden berdasarkan UU tersebut tidak membentuk panitia seleksi (pansel) seperti saat mencari komisioner KPK, tetapi langsung menunjuk dan memilih sendiri calon-calon yang ada. Pansel Dewas KPK baru akan dibentuk pada Dewas KPK di periode yang kedua. Sejauh ini, nama-nama yang ditelusuri Kompas berasal dari mantan pimpinan KPK, hakim Mahkamah Agung, serta kalangan akademis dan praktisi hukum.
”Yang berpikir negatif akan menggunakan kata ’intervensi’. Namun, yang berpikir positif akan menggunakan kata ’pengawasan’. Memang tugas Dewas di antaranya mengawasi kinerja KPK agar tidak ada penyimpangan dan bekerja efektif dan efisien”
Terkait kekhawatiran calon ketua dan anggota Dewas yang ditunjuk Presiden bisa membuat KPK tak independen karena diintervensi, Dini menepis. ”Yang berpikir negatif akan menggunakan kata ’intervensi’. Namun, yang berpikir positif akan menggunakan kata ’pengawasan’. Memang tugas Dewas di antaranya mengawasi kinerja KPK agar tidak ada penyimpangan dan bekerja efektif dan efisien,” tuturnya.
Dini juga meyakinkan agar tidak perlu ada kekhawatiran berlebihan terhadap Dewas KPK. Pasalnya, Presiden mengikuti syarat yang ditetapkan UU. Suatu lembaga, tambah Dini, juga tidak sehat jika memiliki kekuasaan absolut dan tidak bisa diawasi sama sekali. Semua lembaga di Indonesia, termasuk presiden sekalipun, tetap diawasi. ”Sistem check and balances harus ada untuk menghindari penyalahgunaan wewenang,” tutur Dini lagi.
Ada keraguan
Keraguan terhadap keberadaan Dewas KPK muncul dari sejumlah kalangan penegak hukum dan pemberantasan korupsi. Tak hanya kelembagaannya, tetapi juga sosok yang akan dipilih Presiden.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Asfinawati menilai, Dewas KPK sejak awal ditolak publik. Terlebih lagi pemilihan dan penunjukannya pertama kali oleh Presiden Jokowi. Hal itu menimbulkan dugaan kecurigaan, KPK secara kelembagaan dikendalikan Presiden.
”Pimpinan KPK dipilih lewat seleksi ketat pansel. Artinya, lebih sulit pimpinan KPK, tetapi wewenangnya lebih besar Dewas”
”Pimpinan KPK dipilih lewat seleksi ketat pansel. Artinya, lebih sulit pimpinan KPK, tetapi wewenangnya lebih besar Dewas,” kata Asfinawati.
Hal senada disampaikan peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana. ”Siapa pun yang ditunjuk Presiden jadi Dewas menggambarkan negara gagal memahami konsep penguatan lembaga antikorupsi. Ada berbagai alasan membuat Dewas akan memengaruhi kinerja KPK secara keseluruhan,” katanya.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, eksistensi Dewas KPK menjadi wewenang Presiden yang sesuai dengan UU No 10/2019. Sikap KPK sudah dinyatakan, keberadaan Dewas akan berpengaruh terhadap kinerja KPK.