Diprotes, 4.000 Mangrove di Muara Banyuwangi Gagal Dibabat
Rencana pemotongan 4.000 mangrove di muara Sungai Kali Lo, Banyuwangi, Jawa Timur, dibatalkan oleh Dinas Lingkungan Hidup Banyuwangi menyusul adanya protes dari sejumlah aktivis lingkungan.
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·4 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS — Rencana pemotongan 4.000 mangrove di muara Sungai Kali Lo, Banyuwangi, Jawa Timur, dibatalkan oleh Dinas Lingkungan Hidup Banyuwangi menyusul adanya protes dari sejumlah aktivis lingkungan. Normalisasi di aliran sungai di muara Selat Bali itu akan dikaji lagi tanpa membabat mangrove.
Sebelumnya muncul petisi yang berisi penolakan pemotongan 4.000 mangrove yang tumbuh di muara Sungai Kali Lo. Petisi itu muncul di Change.org sebagai reaksi dari rencana Pemerintah Kabupaten Banyuwangi yang merekomendasikan membabat mangrove di kawasan tersebut.
Pemkab Banyuwangi lewat Dinas Lingkungan Hidup pada 25 November lalu mengeluarkan surat rekomendasi pemotongan pohon mangrove kepada Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur. Dalam surat tersebut dinyatakan bahwa pohon mangrove yang penanamannya masuk dalam program Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur tahun 2016 itu hendak ditebang untuk mendukung penataan kawasan oleh PT Pelindo Properti Indonesia.
Dalam surat rekomendasi pemotongan pohon mangrove dijelaskan keberadaan mangrove menyebabkan tumpukan sampah, sedimentasi yang membuat aliran sungai tidak mengalir dan menimbulkan nyamuk, serta menyebabkan ikan dan biota lainnya mati. Karena itu, Dinas Lingkungan Hidup Banyuwangi hendak menebang 4.000 pohon mangrove di wilayah seluas 16.000 meter persegi dari Jembatan Gantung hingga alur sungai di Kampung Mandar.
”Saya akui surat itu keliru. Tidak benar kalau hanya karena sampah harus mengorbankan mangrove yang menghasilkan oksigen dan menyerap karbon dioksida,” ujarnya.
Saya akui surat itu keliru. Tidak benar kalau hanya karena sampah harus mengorbankan mangrove yang menghasilkan oksigen dan menyerap karbon dioksida.
Husnul mengatakan, pihaknya segera merevisi surat tersebut. Hal itu dilakukan agar normalisasi Kali Lo dapat masuk dalam program Dinas Pekerjaan Umum dan Pengairan Kabupaten Banyuwangi pada 2020.
”Permohonan itu akan saya cabut untuk kemudian dikaji kembali. Kami akan melihat berapa realitas kebutuhan mangrove yang harus ditata untuk normalisasi sungai. Intinya, kami tidak ingin merusak lingkungan,” ujar Kepala Dinas Lingkungan Hidup Banyuwangi Husnul Chotimah, di Banyuwangi, Senin (16/12/2019).
Asisten Administrasi Umum Pemkab Banyuwangi sekaligus Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pengairan Banyuwangi Guntur Priambodo mengatakan, sedimentasi yang terjadi di muara Sungai Kali Lo berpotensi menyebabkan banjir. Oleh karena itu, diperlukan normalisasi Kali Lo.
”Banyuwangi memiliki siklus banjir 25 tahunan yang debit airnya bisa mencapai 250 meter kubik per detik di Sungai Kali Lo. Sedangkan saat ini, akibat sedimentasi, daya tampung Sungai Kali Lo hanya 50 meter kubik per detik,” ujar Guntur.
Normalisasi dilakukan dengan membuat kembali alur sungai hingga ke bibir pantai. Saat ini, kondisi muara tersebut banyak ditumbuhi oleh pohon mangrove. Dengan demikian, semakin mempercepat proses sedimentasi dan penyempitan aliran sungai.
Guntur mengatakan, normalisasi dilakukan dengan membuat aliran sungai selebar 15 meter dari plengsengan (dinding sungai). Nantinya penataan pohon mangrove tetap harus dilakukan untuk membuat aliran sungai tersebut.
”Kami akan potong sedikit. Tidak sampai ribuan, mungkin puluhan. Mangrove yang ada akan ditata sehingga bisa menjadi destinasi wisata. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi bersama Pelindo Properti Indonesia (PPI) selaku pengelola Pantai Boom akan membuatkan jalur joging untuk memudahkan penataan aliran sungai yang bakal dibuat,” ujarnya.
Kepala Rukun Warga 002 di Lingkungan Kampung Ujung, Kelurahan Kepatihan, Banyuwangi, Dwi Sasongko mengatakan, daerah muara Sungai Kali Lo dulunya adalah tempat yang luas dengan genangan air yang cukup dalam. Pada 2010, terdapat program penanaman mangrove di Pantai Boom yang bibitnya didapat dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur. Penanaman mangrove tersebut terus merambat hingga masuk ke muara Sungai Kali Lo.
”Mangrovenya semakin tebal sehingga sedimennya menumpuk. Akibatnya, aliran air tidak lancar. Sekarang banyak sampah dan rawan banjir,” ungkap Sasongko.
Sasangko-lah yang kemudian berkirim surat kepada Dinas Lingkungan Hidup Banyuwangi untuk memohon rekomendasi penebangan mangrove. Surat dari Sasongko dijadikan dasar oleh Dinas Lingkungan Hidup Banyuwangi untuk berkirim surat ke Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur.
Surat dari Dinas Lingkungan Hidup Banyuwangi tersebut lantas menjadi polemik di kalangan aktivis lingkungan dan masyarakat. Pegiat lingkungan Widie Nurmahmudy bahkan menggalang tanda tangan petisi melalui Change.org. Petisi berjudul ”Desak Bupati Menolak Pembabatan 4.000 Mangrove Banyuwangi” tersebut hingga Senin (16/12/219) pukul 17.00 sudah ditandatangani oleh 1.945 orang.
”Surat dari dinas lingkungan hidup menampilkan kesan buruk mangrove. Kalau ada sedimentasi, seharusnya melakukan pengerukan, bukan penebangan. Mangrove juga disebut menyebabkan penumpukan sampah. Seharusnya yang disalahkan manusia yang buang sampah bukan mangrovenya,” tutur Widie.
Ervina, dosen Ilmu Perikanan sekaligus Wakil Dekan I Fakultas Pertanian dan Perikanan Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi, juga menyayangkan rencana penebangan mangrove di muara Sungai Kali Lo. Ia menilai rencana tersebut tidak dilakukan berdasarkan kajian ilmiah.
”Mangrove merupakan tanaman dengan penyerap karbon tertinggi. Keberadaan mangrove juga menjadi pencegah intrusi air laut. Kalau mangrove ditebang, air tanah di permukiman warga akan menjadi payau,” tuturnya.
Ervina menjelaskan, keberadaan mangrove juga menjadi filter alami agar sampah yang terbawa air sungai tidak hanyut ke laut. Ia juga membantah bahwa keberadaan mangrove membuat ikan-ikan mati. Keberadaan mangrove justru menjadi tempat yang baik bagi ikan-ikan untuk melakukan pemijahan.
Manajer Operasional PT Pelindo Properti Indonesia (PT PPI) Nurlima Septanti menyebut, dalam cetak biru pengembangan kawasan Pantai Marina Boom tidak pernah ada rencana pembabatan mangrove tersebut. Namun, pihaknya siap membantu penataan kawasan yang menjadi batas wilayah yang dikelola PT PPI tersebut.