Ruang bagi penyandang disabilitas untuk berperan aktif dan berkontribusi dalam pembangunan sangat terbatas. Selain tidak bisa mengakses pendidikan yang inklusi, peluang kerja mereka juga sangat kecil.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Perhatian negara dan masyarakat terhadap penyandang disabilitas, jangan hanya berhenti di tingkat kebijakan, tetapi harus diwujudkan dalam bentuk konkret untuk mewujudkan pembangunan yang inklusif. Selain mendorong dan mendukung penyandang disabilitas berprestasi di bidang olahraga dan seni, peluang untuk bekerja bagi penyandang disabilitas haruslah dibuka.
Dengan membuka peluang kerja bagi penyandang disabilitas, akan meningkatkan angka partisipasi kerja. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah angkatan kerja pada Februari 2019 sebanyak 136,18 juta orang. Jika mengacu data Survei Ketenagakerjaan Nasional (Sakernas) tahun 2016, sekitar 15 persen angkatan kerja di Indonesia merupakan penyandang disabilitas.
Namun, ruang bagi penyandang disabilitas untuk berperan aktif dan berkontribusi dalam pembangunan sangat terbatas. Selain tidak bisa mengakses pendidikan yang inklusi, peluang kerja mereka juga sangat kecil. Program pemerintah belum banyak menyentuh disabilitas.
“Untuk bisa meraih pendidikan dan pekerjaan yang layak, penyandang disabilitas harus melewati proses yang panjang dan mengalami diskriminasi berlapis,” ujar Koordinator Koalisi Nasional Kelompok Kerja RUU Penyandang Disabilitas (Pokja Penyandang Disabilitas) Ariani Soekanwo di Jakarta, Senin (16/12/2019).
Untuk bisa meraih pendidikan dan pekerjaan yang layak, penyandang disabilitas harus melewati proses yang panjang dan mengalami diskriminasi berlapis.
Hal tersebut terjadi karena amanat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas untuk menerima pegawai/karyawan dari penyandang disabilitas, di instansi pemerintahan (2 persen) dan perusahaan swasta (1 persen) belum diimplementasikan secara serius. “Sepertinya pemerintah dan swasta tidak ikhlas merekrut penyandang disabilitas,” ujar Ariani.
Menjembatani kondisi tersebut, Thisable Enterprise, misalnya, mendorong perusahaan yang bekerja sama dengannya mempunyai pemahaman tentang disabilitas sebelum menerima penyandang disabilitas. Langkah ini penting untuk memberikan kenyamanan dan memastikan karyawan disabilitas bekerja secara optimal. Thisable Enterprise adalah organisasi yang melatih dan menyediakan tenaga kerja disabilitas.
“Ketika masuk lingkungan kerja baru, yang kaget bukan hanya penyandang disabilitas, tetapi juga karyawan lain. Selain audit aksesibilitas kantor untuk penyandang disabilitas, kita juga memberikan pemahaman kepada karyawan lain mengenai disabilitas, dan bagaimana berkomunikasi dengan mereka,” kata Fanny Evrita dari Thisable Enterprise, ketika ditemui di kantornya di Jakarta, pekan lalu.
Organisasi yang didirikan Angkie Yudistia, kini Staf Khusus Presiden, tersebut telah menempatkan 260 penyandang disabilitas untuk bekerja sebagai mitra GoLife (Gojek) untuk layanan pemesanan pijat, perawatan rumah, mobil, dan lainnya yang disediakan aplikasi Gojek.
Tumbuh kesadaran
Meski belum banyak, komitmen dan kesadaran di perusahaan swasta untuk mempekerjakan karyawan disabilitas mulai tumbuh. Grab juga menerima 90 disabilitas sebagai mitra pengemudi di Jakarta, Bandung, Medan, dan Surabaya. Begitu juga sejumlah kafe memperkerjakan penyandang disabilitas sebagai barista, seperti Sunyi House of Coffee and Hope dan Kopi Tuli di Jakarta.
Komitmen dan kesadaran di perusahaan swasta untuk mempekerjakan karyawan disabilitas mulai tumbuh.
Di Yogyakarta, Pusat Rehabilitasi, Yayasan Kristen untuk Kesehatan Umum (Yakkum), lembaga yang bergerak di bidang pelayanan dan pemberdayaan penyandang disabilitas, memberikan pelatihan bagi penyandang disabilitas agar bisa bekerja di berbagai bidang usaha yang sedang tren di masyarakat. Misalnya, pelatihan Barista Inklusif yang mencetak barista dari penyandang disabilitas.
"Pada 2018 ada sekitar 1.200 kafe di Yogyakarta. Jadi, peluang kerja untuk teman-teman yang mengikuti pelatihan Barista Inklusif itu cukup besar. Selain bekerja di Cupable Coffee di Yogyakarta, alumni pelatihan bekerja di kedai kopi lain, bahkan ada yang membuka kedai kopi sendiri," ujar Kepala Divisi Informasi dan Komunikasi Pusat Rehabilitasi Yakkum, Muhammad Aditya Setyawan
Begitu juga Tokopedia Care di Yogyakarta, mulai merekrut penyandang disabitas sebagai karyawan. Mereka bekerja sebagai customer care. Toko baju dan aksesoris H&M Indonesia di AEON Mall BSD City, Tangerang, Banten kini mempekerjakan 10 disabilitas rungu.
Inisiatif untuk mendorong penyandang disabilitas berdaya juga dilakukan secara perseorangan, seperti dilakukan Bintang Oei Matan (38), yang sejak 2015 membuka pelatihan komputer bagi penyandang disabilitas. Sudah lebih 400 penyandang disabilitas belajar komputer di tempat Bintang, untuk tambahan keterampilan saat melamar pekerjaan.
Di Yogyakarta, Triyono (38), penyandang disabilitas, mendirikan perusahaan transportasi Difa Bike. Perusahaan ini penyedia layanan ojek sepeda motor, dengan para penyandang disabilitas sebagai pengemudinya. Difa Bike memiliki 26 pengemudi. Sepeda motor dimodifikasi sesuai kondisi mereka. Pelanggannya adalah warga yang memakai kursi roda, yang kerap kesulitan mengakses angkutan umum. Armada sepeda motor Difa Bike dimodifikasi dengan menambahkan tempat khusus untuk kursi roda.
Difa Bike merupakan perusahana penyedia layanan ojek sepeda motor, dengan para penyandang disabilitas sebagai pengemudinya.
"Sekitar 70 persen pelanggan kami adalah difabel. Selain menyediakan layanan untuk mengantar penumpang, Difa Bike juga menyediakan layanan lain, seperti pengantaran barang, paket wisata keliling kota, serta layanan pijat oleh disabilitas netra,” kata Triyono.
(HARIS FIRDAUS / AYU PRATIWI / ERWIN EDHI PRASETYA / COKORDA YUDISTIRA / YOLA SASTRA / JUMARTO YULIANUS / FAJAR RAMADHAN)