Peluncuran Buku ”Air Kata Kata” dan ”Air Kehidupan” Karya Sindhunata di BBY
Buku puisi karya Sindhunata berjudul ”Air Kata Kata” dan ”Äir Kejujuran” merangkum perjalanan kepenyairan Sindhunata sejak tahun 1980-an. Puisi-puisi Sindhunata tentang masyarakat kecil.
Oleh
Aloysius Budi Kurniawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bentara Budaya Yogyakarta bekerja sama dengan Penerbit Gramedia Pustaka Utama meluncurkan dua buku puisi karya Sindhunata berjudul Air Kata Kata dan Air Kejujuran di Bentara Budaya Yogyakarta, Kamis (19/12/2019), pukul 19.00. Dua buku yang diperkaya dengan ilustrasi seni para perupa ini merangkum perjalanan kepenyairan Sindhunata sejak tahun 1980-an.
Sindhunata menekuni dunia jurnalistik dengan menjadi wartawan muda di majalah Teruna, kemudian berlanjut menjadi wartawan Kompas. Dari jurnalistik pula Sindhunata memulai kegiatan menulisnya.
Ketika Kompas memintanya untuk mengisi ruang kosong dengan cerita bersambung, Sindhunata menulis kisah wayang Ramayana yang kemudian kita mengenalnya dengan judul Anak Bajang Menggiring Angin. Beberapa tahun kemudian cerita bersambung itu diterbitkan dalam bentuk novel dengan judul yang sama.
Seperti tulisan-tulisannya yang selalu membumi dengan kisah-kisah masyarakat akar rumput, puisi-puisi Sindhunata juga tidak berbicara tentang orang-orang besar, tapi tentang masyarakat kecil. Puisi-puisi Sindhunata tidak berkosakata indah, tidak pula bermainkan kata-kata elok dari bait ke bait.
Keindahan syair-syair Sindhunata justru terletak pada kisah-kisah yang dia ceritakan di dalamnya, kisah-kisah kehidupan orang-orang yang tetap berani untuk hidup, berani memilih hidup dengan segala risikonya, puisi yang berbicara pahit getir kehidupan sosial tanpa harus nyinyir terhadap situasi yang dihadapi.
Membaca puisi-puisi Sindhunata ibarat membaca kehidupan kita sendiri. Puisi Sindhunata seperti feature dalam surat kabar, karena Sindhunata memang memiliki kelebihan dalam menulis feature.
Puisi-puisi Sindhunata memberi kita gambaran hidup manusia yang sesungguhnya. Maka, sangat tepat kalau judul puisi Sindhunata selalu memakai kata air.
Puisi-puisi Sindhunata memberi kita gambaran hidup manusia yang sesungguhnya.
Peluncuran buku ini akan dimeriahkan dengan penampilan musik, pertunjukan pantomim, pentas jula-juli, serta tentunya pembacaan puisi.
Mereka yang akan berpartisipasi antara lain Bagus Mazasupa, perupa Nasirun, esais Iqbal Aji Daryono, musisi Yuliono Singsot, Ficky Tri Sanjaya (Bengkel Mime), Bengkel Sastra Sanata Dharma, Gendhis Gandhes, dan Novi Indrastuti.
Inisiasi Bentara Budaya
Tahun 1982 Sindhunata bersama dengan wartawan Kompas lainnya menginisiasi pendirian Bentara Budaya di Yogyakarta. Kehadiran Bentara Budaya Yogyakarta (BBY) didedikasikan sebagai ruang bagi seni-seni yang terpinggirkan.
Mulai saat itulah, BBY menjadi tempat titik pijak berkembangnya seni pinggiran. Orang tidak akan membayangkan payung Juwiring, wayang suket, atau tenun Troso akan dipamerkan serta dikenal banyak orang.
Dari BBY mereka yang terpinggirkan memiliki suara untuk tampil, untuk menyatakan kepada publik bahwa mereka merupakan kekayaan kita yang terlupakan, dan sudah saatnya untuk menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat luas.
Bukan hanya keseniannya yang ditampilkan, seniman-seniman yang berada di luar lingkaran para elite seniman Indonesia juga dihadirkan di BBY dengan karya-karya mereka. Maka, tidak mengherankan jika nama-nama seperti Martopangrawit, Gondodarman, Mbah Gepuk, dan Bu Dewi penari topeng, tampil di BBY.
Merekalah seniman-seniman yang memiliki ketekunan dan menghabiskan sisa hidupnya untuk kesenian. Dari mereka yang terpinggirkan ini juga Sindhunata menuliskan puisi-puisinya, selain pengalaman-pengalaman hidupnya.