Popularitas polo air melonjak setelah merebut medali emas pada SEA Games Filipina 2019. Untuk menjaga momentum itu, PB PRSI siap menggulirkan liga polo air nasional pada 2020.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sorak-sorai penonton tak henti saat tim putra DKI Jakarta melawan Jawa Barat, laga pamungkas disiplin polo air pada Kejuaraan Akuatik Indonesia Terbuka (IOAC) 2019 di Arena Akuatik Senayan, Jakarta, Selasa (17/12/2019). Dukungan suporter kedua tim bersahut-sahutan menggunakan pengeras suara.
Tribune penonton juga lebih padat ketimbang final renang. Sekilas, antusiasme penonton seperti menyaksikan pertandingan basket ataupun futsal. Pemandangan cukup unik untuk cabang olahraga permainan yang tidak terlalu populer di Tanah Air.
Seusai laga yang dimenangi DKI Jakarta atas Jawa Barat, 14-10, para penonton turun mendekati para pemain. Mereka berfoto bersama, terutama dengan para pemain timnas SEA Games 2019 yang memperkuat DKI Jakarta, Jawa Barat, atau Jambi. Dalam kejuaraan ini, emas kategori putra diraih DKI Jakarta, perak oleh Jawa Barat, dan perunggu oleh Jambi. Untuk kategori putri, emas direngkuh oleh Jawa Barat, perak oleh DKI Jakarta, dan perunggu oleh DI Yogyakarta.
Pelatih polo air DKI Jakarta, Benny Respati, merasa antusiasme terhadap polo air meningkat. Selain penonton yang kian tertarik, pemain dari sejumlah daerah juga bergairah untuk menunjukkan persaingan yang ketat.
Bagi DKI, ini adalah gelar ketiga berturut pada IOAC setelah 2016, 2017, dan 2019. Namun, kali ini, mereka tidak menang dengan mudah. Jabar dan Jambi menunjukkan perlawanan ketat. Jabar diperkuat empat pemain timnas dan Jambi diperkuat oleh dua pemain timnas.
”Pemain-pemain timnas ini semangatnya masih tinggi setelah mendapat emas kemarin. Mereka turut menularkan semangat positif kepada rekan-rekannya. Iklim seperti ini harus dijaga agar persaingan polo air lebih merata,” ujarnya.
Kepala Bidang Pembinaan Prestasi PB PRSI Wisnu Wardhana menuturkan, untuk menjaga momentum itu, mereka akan menggelar liga polo air mulai semester I tahun 2020. Liga akan dibuat untuk tingkat pelajar, mahasiswa, dan klub. Formatnya seri dan setengah kompetisi. Telah ada 20 klub dari delapan provinsi yang akan berpartisipasi.
”Selama ini kendala polo air adalah regenerasi. Banyak daerah tidak menjadikannya prioritas karena hanya ada satu medali emas. Kini, kami akan buat olahraga ini menarik lewat liga. Dengan ini, diharapkan banyak daerah terpacu untuk fokus ke pembinaan polo air. Kelak, regenerasi atlet polo bisa lebih baik dan merata, tidak hanya di Pulau Jawa saja,” kata mantan perenang nasional ini.
Kapten tim polo air Jambi sekaligus pemain timnas di SEA Games 2019, Yusuf Budiman, mengatakan, daerah tertinggal karena minim kompetisi polo air skala lokal maupun nasional. Keberadaan liga sangat baik untuk memicu daerah membina polo air.
”Polo air kini didominasi DKI Jakarta dan Jawa Barat karena banyak klub renang yang juga membina polo air. Mereka juga rutin menggelar kompetisi lokal dan ikut kejuaraan internasional. Di daerah, selain minim atlet, juga tidak ada kompetisi. Liga sangat baik untuk membuat iklim pembinaan dan kompetisi polo air lebih merata di semua daerah,” tuturnya.
Renang
Pada displin renang, tim asal Jawa masih mendominasi perolehan medali. Klub MNA dari Jakarta Pusat keluar sebagai juara umum dengan 22 emas, 23 perak, dan 26 perunggu. Menyusul tim Petrokimia Gresik, dengan 10 emas, 13 perak, dan 18 perunggu. Tim ESC asal Bandung, Jawa Barat, di urutan ketiga dengan 10 emas, 12 perak, dan 12 perunggu.
Wisnu mengatakan, memang ada lima atlet potensial yang direkomendasikan pelatih asal Perancis, David Armandoni. Namun, PB PRSI berharap jumlah atlet potensial yang dibina di pelatnas mencapai 20-30 atlet. Hal itu agar bisa mengisi setiap lapisan tim pelatnas, mulai dari lapis satu, dua, hingga tiga.
Yang menjadi kendala, pelatnas belum tentu dimulai sejak awal tahun. Berkaca pada 2019, anggaran pelatnas dari Kemenpora baru turun pada Mei. Jumlahnya pun amat terbatas. Akibatnya, mimpi PB PRSI untuk membentuk tim yang ideal yang diisi perenang muda di tiap lapisan belum tentu terwujud.
Padahal, untuk membentuk tim yang optimal, pelatnas harus diisi oleh banyak perenang muda di setiap lapisan dan berlangsung tanpa putus. Hal itu dilakukan Indonesia pada dekade 1980-1990-an sehingga bisa menguasai renang Asia Tenggara, terutama ketika diperkuat sejumlah perenang muda alumnus Amerika Serikat di SEA Games.
”Sekarang, Singapura dan Vietnam meniru cara Indonesia di 1980-1990-an. Untuk bisa menyaingi mereka, kita harus memulai lagi program yang sama. Namun, itu juga perlu dukungan penuh dari pemerintah. Apalagi renang adalah salah satu olahraga lumbung medali dan kategori Olimpiade. Dengan anggaran mandiri dari federasi, kami mungkin cuma bisa melakukan pelatnas berkelanjutan untuk beberapa perenang elite yang ada sekarang,” kata Wisnu.