Dewan Keamanan PBB Diminta Cabut Sanksi atas Korut
China dan Rusia mengusulkan draf resolusi agar Dewan Keamanan PBB mencabut sejumlah sanksi terhadap Korea Utara.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
NEW YORK, RABU — China dan Rusia mengusulkan draf resolusi agar Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa mencabut sejumlah sanksi terhadap Korea Utara. Selain alasan kemanusiaan, kedua negara ini berpendapat, pencabutan sanksi dapat memuluskan kembali perundingan denuklirisasi Korea Utara dengan Amerika Serikat.
China dan Rusia, yang merupakan sekutu Korut, mengusulkan hal tersebut pada Senin (16/12/2019) kepada 15 negara anggota Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB). Usulan tersebut terdiri dari pencabutan larangan ekspor patung, makanan laut, dan tekstil serta pelonggaran pembatasan proyek infrastruktur dan bekerja di luar negeri bagi warga Korut.
”Berkenaan dengan sanksi, hal ini juga menjadi perhatian Pyongyang dan kekhawatiran mereka wajar. Jika ingin mereka melakukan sesuatu, Anda perlu mengakomodasi kekhawatiran mereka. Itulah logika di balik inisiatif China dan Rusia,” kata Duta Besar China untuk PBB Zhang Jun, Selasa.
Ia melanjutkan, China akan melanjutkan usulan draf resolusi tersebut ke tahap pemungutan suara jika telah mendapat dukungan kuat. Untuk lolos, sebuah resolusi membutuhkan sembilan suara yang mendukung dan tidak ada veto dari Amerika Serikat, Perancis, Inggris, Rusia, atau China.
Bank Korea yang berbasis di Korea Selatan memperkirakan, produk domestik bruto (PDB) Korut berkontraksi hingga 4,1 persen pada 2018 sehingga menjadi yang terburuk dalam 21 tahun terakhir. Terpuruknya perekonomian Korut disebabkan oleh sanksi internasional dari PBB dan AS serta musibah kekeringan.
DK PBB melarang Korut mengekspor dan mengimpor produk-produk andalan serta melarang warga Korut bekerja di luar negeri guna menekan pembiayaan program nuklir Pyongyang sejak 2016 dan 2017. AS memberlakukan sanksi serupa untuk semakin menekan Korut.
Namun, di tengah tantangan tersebut, perundingan denuklirisasi Semenanjung Korea antara Washington dan Pyongyang hingga kini masih mandek. Pertemuan resmi terakhir antara Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Korut Kim Jong Un terjadi pada Februari 2019 di Hanoi, Vietnam. Pada Desember 2019, seorang pejabat Korut menyatakan, negosiasi denuklirisasi tidak akan berlanjut.
”Sekarang bukan waktunya untuk mempertimbangkan mencabut sanksi PBB terhadap Korea Utara. Negara itu mengancam untuk terus melakukan provokasi, menolak membahas denuklirisasi, serta mempertahankan dan memajukan senjata yang dilarang, yakni program pemusnah massal dan rudal balistik,” tutur seorang pejabat Kementerian Luar Negeri AS.
AS, Inggris, dan Perancis bersikeras agar DK PBB tidak mencabut sanksi apa pun selama Korut tidak mengambil langkah konkret untuk menghentikan program nuklir dan rudal balistik. Pencabutan sektor industri seperti yang diusulkan China dan Rusia di masa lalu dapat menghasilkan pendapatan hingga ratusan juta dollar AS.
Satu suara
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang mengatakan, China berharap agar DK PBB dapat satu suara tentang masalah Korut. Hal ini termasuk dengan mencapai konsensus mengenai rancangan resolusi yang diusulkan tersebut.
Zang menyampaikan, usulan resolusi pencabutan sanksi Korut tidak bertujuan untuk memecah belah DK PBB, tetapi merupakan pendekatan terpadu dalam mewujudkan perdamaian dan keamanan di kawasan.
”Tujuan intinya adalah mengirim pesan positif dan konstruktif kepada pihak-pihak yang berkepentingan bahwa kami tidak menginginkan situasi memburuk dan konfrontasi,” katanya.
Kekhawatiran internasional terhadap program nuklir dan rudal jarak jauh Korut terus bertumbuh. Pyongyang tanpa henti melakukan uji coba rudal yang jangkauannya dapat mencapai Korsel dan Jepang pada tahun ini.
”DK PBB selalu dan harus terus bersatu dalam menangani Korut. Kami bersedia mempertimbangkan tindakan bersama, tetapi tindakan itu harus memajukan komitmen dari Presiden Trump dan Pemimpin Kim yang dibuat di Singapura,” ujar Duta Besar AS untuk PBB Kelly Craft melalui Twitter.
Sementara itu, Utusan Khusus AS untuk Korut Stephen Biegun akan berkunjung ke China pada 19-20 Desember 2019. Biegun akan bertemu dengan para pejabat China untuk membahas perlunya mempertahankan persatuan internasional terkait Korut. (REUTERS)