Pemilihan poster wajah monyet sebagai simbol kampanye antirasisme di Liga Italia Serie A mengundang kecaman dari klub Serie A dan kelompok pemantau diskriminasi dalam sepak bola.
Oleh
J WASKITA UTAMA
·2 menit baca
ROMA, SELASA - Niat baik tidak selamanya mendapat dukungan jika jalan yang dipilih untuk mewujudkannya malah mengundang kontroversi. Pada Selasa (17/12/2019), dua klub Liga Italia Serie A menggugat pilihan Liga yang menggelar kampanye antirasisme dengan poster bergambar monyet.
Direktur Pelaksana Serie A Luigi De Servio di Milan, sehari sebelumnya meluncurkan kampanye antirasisme berupa pakta yang ditandatangani 20 pemain yang mewakili 20 klub Serie A. Kampanye ini ditandai dengan karya grafis tiga monyet karya seniman Italia Simone Fugazzotto, dengan perbedaan warna di sekitar wajah monyet.
Meski ocehan monyet kerap dipakai para pelaku rasisme untuk mengejek pesepak bola berkulit hitam di lapangan, Fugazzotto mengatakan, lukisan ini mewakili tiga ras berbeda untuk menunjukkan, ”Kita semua adalah ras yang sama.”
Lewat akun twitter, AC Milan mengaku terkejut dengan minimnya konsultasi antara pihak Liga dengan klub sebelum meluncurkan kampanye tersebut.
”Seni bisa sangat berdampak sangat kuat. Tetapi kami sangat tidak setuju dengan penggunaan gambar monyet sebagai wajah untuk berperang melawan rasisme. Kami juga terkejut karena tidak ada konsultasi sebelumnya,” demikian tulis akun resmi AC Milan, Selasaeted on Tuesday.
Klub AS Roma juga mengaku terkejut dengan pilihan tersebut. ”Kami mengerti, Liga bermaksud untuk memberantas rasisme. Tetapi kami tidak yakin ini cara yang tepat untuk melakukannya,” demikian tulis akun resmi AS Roma.
Kulit hitam
Rasisme kembali menjadi masalah di Serie A, dengan cemoohan pada pemain seperti Romelu Lukaku (Inter Milan), Franck Kessie (AC Milan), Dalbert Henrique (Fiorentina), Ronaldo Vieira (Sampdoria), Kalidou Koulibaly (Napoli), Mario Balotelli (Brescia), dan Miralem Pjanic (Juventus). Kecuali Pjanic, pemain asal Bosnia, pemain yang menjadi sasaran serangan rasisme itu semuanya berkulit hitam. Kerap kali, pelaku rasisme itu luput dari hukuman.
”Seni murni adalah provokasi. Ide dibalik karya Fugazzotto adalah, siapapun yang menyerukan rasisme menurunkan dirinya sendiri ke status primitif sebagai monyet,” demikian pernyataan liga Italia.
Lebih lanjut dijelaskan, Serie A memutuskan setiap tahun artis berbeda akan menginterpretasikan kerusakan yang terjadi akibat rasisme. ”Simone Fugazzotto, yang menyaksikan sendiri cemoohan pada Koulibaly di Stadion San Siro, membuat karya provokatif yang menekankan, pelaku itu justru seperti monyet.”
Fare, kelompok pemantau diskriminasi dalam sepakbola, menyebut karya itu ”lelucon yang menyedihkan” dan ”biadab”. ”Kampanye itu justru kontraproduktif dan merendahkan manusia keturunan Afrika. Siapa sih yang diajak berdiskusi oleh Serie A? Ini saatnya suara klub-klub yang berpikiran maju untuk didengar,” demikian Fare. (AFP/REUTERS)