Pada masa lalu, wilayah Jakarta adalah habitat ular, termasuk ular kobra. Jadi, kemunculan ular kobra di Jakarta belakangan ini bukanlah hal mengejutkan.
Oleh
Tim Kompas
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Kemunculan ular kobra di wilayah DKI Jakarta belakangan ini bukanlah hal mengejutkan. Daratan Jakarta awalnya merupakan habitat alami ular kobra.
”Hal ini dikonfirmasi dengan ditemukannya ular kobra di Suaka Margasatwa Muara Angke, salah satu hutan mangrove yang tersisa di Jakarta Utara,” kata Kepala Seksi Konservasi Wilayah III Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Ida Harwati, Selasa (17/12/2019). Sejak 1 Januari hingga 16 Desember, Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan DKI menangani 216 kasus ular. Jumlah ini dua kali lipat dibandingkan dengan 2018, yaitu 105 kasus.
Kemunculan ular ini meresahkan warga. Kejoy (32), warga Kembangan, Jakarta Barat, mengaku panik saat tiga ular muncul di sekitar tempat kerjanya di Jalan Langgar RT 004 RW 003 Kelurahan Joglo, Kembangan, Minggu (15/12). ”Mulanya keluar tiga ular kecil. Setelah ditelusuri, ternyata hampir 18 ular bersarang di suatu lubang saluran air,” katanya, kemarin.
Ketua RT 004 RW 007 Rawajati, Jakarta Selatan, Ihin Solihin menyatakan, ular dan hewan berbahaya lain sering muncul saat musim hujan. Permukiman tersebut berlokasi di pinggir sungai sehingga kerap ditemukan ular dan biawak. Saat hujan pada Februari 2019, warga heboh karena menemukan sarang ular di selokan rumah.
”Sebagian wilayah dekat sungai mungkin begitu. Kalau ketemu ular atau biawak, warga ada yang nekat menangkap. Tahun 2006, ada yang meninggal karena digigit ular saat banjir,” ujar Ihin.
Warga di Jalan B, Rawabambu, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, menemukan 13 anak ular kobra selama sepekan terakhir. Kepanikan turut dialami Amran (42), warga Tanjung Priok, Jakarta Utara. Saat itu, Jumat (13/12), warga geger ketika ular kobra memasuki perkampungan. Tidak ada warga yang berani menangkap ular itu.
”Tidak ada warga yang tahu cara menangani ular. Sampai kemudian warga meminta bantuan petugas damkar. Ini bukan pertama kali ular masuk ke wilayah manusia. Sebelumnya ada ular kobra juga, tidak besar, tetapi tetap membuat warga takut,” tutur Amran.
Penelusuran Litbang Kompas dari pemberitaan di harian ini dan Kompas.com, pada 21 Agustus 2019, dilaporkan ada petugas keamanan di kawasan perumahan di Gading Serpong, Tangerang Selatan, tewas digigit ular. Selain data di atas, di luar Jakarta, ular juga dilaporkan masuk ke permukiman. Di Depok, Jawa Barat, tiga orang digigit ular kobra. Satu korban dirawat di rumah sakit.
Di Desa Munjul Jaya dan Desa Karoya, Purwakarta, Jawa Barat, Senin (16/12), indukan ular kobra ditemukan di kamar dan gudang koperasi desa. Sebelumnya, Kamis (12/12), ditemukan 13 anak ular kobra di rumah Rudi Irawan, warga Desa Nagri Kidul, Purwakarta.
Tetap tenang
Menurut kurator satwa di Bandung Zoological Garden, Kota Bandung, Panji Ahmad Fauzan, ular cenderung memilih tempat yang tak terlalu jauh dari makanannya, seperti tikus. Karena itu, masyarakat disarankan membersihkan permukiman dari sampah makanan yang dapat mengundang tikus.
Ular, lanjut Panji, cenderung menghindari manusia. ”Jangan panik jika bertemu ular. Ular cenderung tidak akan menyerang jika tidak diganggu, tetapi harus tetap waspada,” ujarnya. Ligar Sonagar Risjony, pendiri Taman Belajar Ular Indonesia, menjelaskan, ular memiliki daya adaptasi yang bagus. Di kawasan apa pun, ular hidup selama ada makanannya.
Populasi ular kian banyak karena predatornya berkurang.
Di Jakarta, selain bangunan, ada sejumlah sungai. Di sekitarnya ada pula hutan kota dan taman hutan rakyat. Tempat itu bisa menjadi habitat ular. Biasanya ular muncul di perumahan yang berdiri di atas lahan bekas rawa atau sawah yang sebelumnya habitat ular. Populasi ular kian banyak karena predatornya berkurang.
Kemungkinan lain, kata Ligar, ada pemelihara ular yang melepaskan ular karena sudah tidak mau memelihara lagi. Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan DKI Lies Dwi menyatakan, belum ada korban akibat gigitan ular di Jakarta. Serum anti-bisa ular tersedia di 14 rumah sakit di Jakarta.
Pakar gigitan ular dan toksikologi Tri Maharani mengatakan, warga yang terkena gigitan ular sebaiknya menjalani teknik imobilisasi sebagai pertolongan pertama. Teknik ini dilakukan dengan mengikat bagian tubuh yang terkena gigitan dengan bidai, kayu, atau benda kaku lainnya agar pergerakan otot di sekitar luka gigitan berkurang. Setelah itu, korban harus dibawa ke rumah sakit. (HLN/DEA/DIV/GIO/AYU/TAM/MEL)