Perlindungan terhadap tenaga kerja Indonesia asal Provinsi Lampung masih lemah. Hingga saat ini, diprediksi masih ada ribuan TKI asal Lampung yang nasibnya tidak menentu di luar negeri.
Oleh
VINA OKTAVIA
·2 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Perlindungan terhadap tenaga kerja Indonesia asal Provinsi Lampung masih lemah. Hingga saat ini, diprediksi masih ada ribuan TKI asal Lampung yang nasibnya tidak menentu di luar negeri. Mereka tidak terdeteksi karena berangkat tidak sesuai dengan prosedur.
”Lampung tercatat sebagai daerah pengirim TKI terbesar di Sumatera, tetapi hak-hak buruh migran masih terabaikan,” ujar Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Lampung Sukendar saat aksi memperingati Hari Buruh Migran Internasional di Tugu Adipura, Bandar Lampung, Rabu (18/12/2019).
Aksi damai itu diikuti sekitar 20 orang. Mereka membentangkan spanduk berisi tuntutan kepada pemerintah untuk lebih peduli terhadap nasib buruh migran. Selain itu, mereka juga menggelar aksi teatrikal berdiam diri beberapa menit dan tabur bunga sebagai simbol matinya keadilan bagi buruh migran.
Sukendar mengungkapkan, selain gaji yang tidak sesuai, buruh migran juga kerap tidak mendapatkan hak untuk libur atau cuti saat bekerja. Selain itu, buruh migran juga rentan mengalami kekerasan fisik oleh majikannya.
Hingga Desember 2019, tercatat 14.786 buruh migran asal Lampung yang berangkat ke luar negeri. Lampung Timur menjadi kabupaten pemasok buruh migran terbanyak, mencapai 5.469 orang. Namun, diprediksi jumlah buruh migran asal Lampung 40 persen lebih banyak. Mereka tidak terdata karena pergi ke luar negeri melalui jalur ilegal.
Meskipun Lampung telah memiliki peraturan daerah terkait perlindungan buruh migran, advokasi terhadap buruh migran kerap tidak tuntas. Hingga saat ini, SBMI mencatat masih ada 10 buruh migran asal Lampung yang mengalami masalah di Malaysia.
Ketua Solidaritas Perempuan Sebay Armayanti Sanusi mengungkapkan, saat ini pihaknya tengah mengadvokasi tiga kasus terkait buruh migran. Dua di antaranya merupakan kasus hilang kontak, sedangkan satu lainnya merupakan kasus pembatalan pemberangkatan.
Menurut dia, sekitar 80 persen buruh migran merupakan kaum perempuan yang rentan mengalami tindak kekerasan seksual hingga ancaman kematian. Untuk itu, pihaknya mendesak agar pemerintah mengeluarkan regulasi guna menjamin perlindungan terhadap buruh migran sejak sebelum diberangkatkan hingga setelah diberangkatkan.
Lampung tercatat sebagai daerah pengirim TKI terbesar di Sumatera, tetapi hak-hak buruh migran masih terabaikan.
Pihaknya juga meminta agar pemerintah menindak tegas calo buruh migran secara ilegal. Hingga kini, masih banyak calo yang mencari calon buruh migran, khususnya kaum perempuan, di perdesaan. Mereka kerap menjanjikan upah yang tinggi di luar negeri.
Namun, tidak sedikit buruh migran yang ditipu dengan modus gagal diberangkatkan atau tidak digaji selama bekerja di luar negeri. Padahal, calon buruh migran sudah mengeluarkan banyak uang dengan menjual sawah atau kebun demi berangkat ke luar negeri.