Masa tugas Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Ilegal, Tidak dilaporkan, dan Tidak Diatur berakhir dua pekan lagi. Belum ada kejelasan soal keberlanjutannya.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS--Peran Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Ilegal, Tidak Dilaporkan, dan Tidak Diatur atau Satgas 115 diperkirakan bakal berakhir. Hal ini seiring dengan masa tugas anggota Satgas 115 yang selesai per 31 Desember 2019.
Berakhirnya masa tugas anggota Satgas 115 diharapkan tidak melemahkan upaya pemerintah dalam pemberantasan penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan dan tidak diatur (IUU Fishing).
Namun, Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Mohammad Abdi Suhufan, di Jakarta, Selasa (17/12/2019), menilai, kelembagaan Satgas 115 bakal mati suri jika tidak ada kejelasan tentang kelanjutan satgas tersebut.
Satgas 115 dibentuk melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 115 Tahun 2015. Tugas Satgas antara lain mengembangkan dan melaksanakan penegakan hukum dalam pemberantasan penangkapan ikan secara ilegal melalui koordinasi lintas instansi.
Unsur-unsur Satgas 115 meliputi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut, Kepolisian, Kejaksaan Agung, dan Badan Keamanan Laut (Bakamla). Adapun Komandan Satgas 115 adalah Menteri Kelautan dan Perikanan.
Selama 2015-2019, Satgas 115 yang dipimpin Komandan Satgas 115 Susi Pudjiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan 2014-2019, telah melakukan sejumlah terobosan dalam pemberantasan perikanan ilegal. Terobosan itu di antaranya, penanganan kasus perbudakan manusia dengan korban 1.020 orang di Benjina (Maluku), analisis dan evaluasi kepatuhan 1.132 kapal eks asing, penghentian operasi kapal eks asing yang melakukan IUU Fishing, serta penenggelaman 516 kapal ikan ilegal hingga Mei 2019.
Di tingkat internasional, Satgas 115 membangun jaringan perikanan global untuk memberantas IUU Fishing.
Abdi menilai, ada indikasi pemerintah akan mengurangi peran Satgas 115 untuk beralih ke KKP atau Bakamla. Meski demikian, pemerintah perlu mengadopsi keberhasilan Satgas 115 dalam mekanisme koordinasi, sistem komando, pertukaran data, dan sistem operasi dalam upaya pemberantasan IUU Fishing.
“Jangan sampai, ketika (peran dan fungsi satgas) beralih ke instansi lain, kinerja pemberantasan penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur, justru memburuk,” katanya.
Di tangan Presiden
Secara terpisah, Koordinator Staf Khusus Satgas 115 Mas Achmad Santosa membenarkan, masa kerja anggota Satgas 115 akan berakhir pada 31 Desember 2019. Pihaknya mengaku belum mengetahui keberlanjutan Satgas 115.
Saat ini, kajian mengenai Satgas 115 sedang dilakukan Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Adapun keputusan akhirnya ditetapkan presiden.
“Apakah (Satgas 115) mau diteruskan, dilebur ke Kementerian Kelautan dan Perikanan atau Badan Keamanan Laut, atau dibubarkan, karena tidak diperlukan lagi,” katanya.
Jumlah anggota Satgas 115 sebanyak 136 orang. Mereka terdiri dari pimpinan, staf khusus, tim penyidik, jaksa peneliti, pusat pengendali, dan tim ahli. Dari jumlah itu, personel yang bertugas penuh waktu sekitar 30 persen.
Menurut Mas Achmad, sudah saatnya fungsi dan tugas Satgas 115 diemban institusi seperti KKP atau Bakamla. Akan tetapi, Bakamla saat ini tidak memiliki kewenangan penyidikan. Sementara, jika dilebur ke KKP, maka KKP harus mampu mengoordinasikan secara efektif proses penegakan hukum penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur, kejahatan perikanan, hingga kejahatan terorganisasi trans-nasional di bidang perikanan.
“Diperlukan langkah serius agar proses transisi dari Satgas 115 ke KKP atau Bakamla berjalan dengan baik dan benar,” katanya. (LKT)