Merebaknya demam babi afrika di 16 kabupaten/kota di Sumatera Utara membuat provinsi lain harus ekstra waspada. Ekspor babi dari Kepulauan Riau bisa terhenti jika virus itu menyebar hingga ke Batam.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Merebaknya demam babi afrika di 16 kabupaten/kota di Sumatera Utara membuat provinsi lain harus ekstra waspada. Ekspor babi dari Kepulauan Riau bisa terhenti jika virus itu menyebar hingga ke Batam. Setiap hari, Singapura mengimpor lebih kurang 1.000 babi dari Pulau Bulan, Batam.
Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas II Tanjung Pinang Donni Muksydayan, Rabu (18/12/2019), mengatakan, ternak dan segala olahan daging babi dari Sumut telah dilarang masuk ke Kepri sejak dua bulan lalu. Hal itu dilakukan bekerja sama dengan Balai Karantina di Belawan dan Tanjung Balai Asahan.
Donni menjamin, saat ini seluruh wilayah Kepri masih aman dari ASF. Pada November lalu, audit bersama dengan Balai Karantina Singapura juga telah dilakukan untuk memastikan ternak di Pulau Bulan aman dari penyakit itu dan aktivitas ekspor babi hidup masih berlangsung.
Demam babi afrika atau African swine fever (ASF) tidak berbahaya bagi manusia. Namun, ASF sangat mematikan untuk babi dan belum ada obatnya sampai sekarang. Sejak Agustus, ASF diperkirakan telah membunuh 22.900 babi di Sumut.
Kementrian Pertanian pun telah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Pertanian Nomor 820/KPTS/PL.320/12/2019 tentang Pernyataan Wabah Penyakit Demam Babi Afrika (African Swine Fever)pada Beberapa Kabupaten/Kota di Sumatera Utara tertanggal 12 Desember 2019. Di SK dinyatakan, terdapat 16 kabupaten/kota di Sumut yang terjangkit virus ASF.
Virus ASF sangat mudah menyebar. Penularan bisa melalui kontak langsung dengan hewan terinfeksi atau karena memakan olahan dagingnya. Karena tingginya ketahanan virus terhadap lingkungan, penularan juga dapat melalui benda mati yang terkontaminasi, seperti pakaian dan kendaraan.
”Penularannya bisa lewat banyak cara. Untuk itu, di bandara dan pelabuhan seluruh Kepri sekarang penumpang masuk dilarang membawa produk apa pun yang mengandung babi,” kata Donni.
Penjualan babi hidup dari Pulau Bulan ke pasar domestik di Kepri untuk sementara waktu terpaksa dihentikan.
Satu-satunya peternakan babi skala besar di Kepri terdapat di Pulau Bulan, Batam. Data dari laman Badan Karantina Pertanian menunjukkan, sepanjang 2018, peternakan yang dikelola PT Indotirta Suaka itu mengekspor 271.000 babi ke Singapura. Nilainya diperkirakan mencapai sekitar Rp 1,1 triliun.
Menurut Donni, penjualan babi hidup dari Pulau Bulan ke pasar domestik di Kepri untuk sementara waktu terpaksa dihentikan. Hal ini dilakukan karena kapal-kapal pengangkut ternak dari kabupaten/kota lain dikhawatirkan dapat menjadi sarana pembawa virus.
Adapun pulau yang terdekat dengan Pulau Bulan adalah Batam. Potensi ASF menyebar di Batam sangat tinggi karena setiap hari ada belasan ribu orang keluar dan masuk ke Indonesia lewat kota itu. Apalagi, di Batam juga terdapat banyak peternakan babi liar yang tidak terpantau jumlah dan kondisinya.
”Upaya pencegahan yang kami lakukan berlapis. Pertama, mengawasi kontak Kepri dengan provinsi atau negara lain. Kedua, membatasi interaksi Pulau Bulan dengan kabupaten/kota lain di Kepri,” ujar Doni.
Manajer Biosekuriti dan Pencegahan Penyakit PT Indotirta Suaka Paulus Mbolo menyatakan, Pemerintah Kota Batam harus segera mengambil tindakan tegas terhadap peternakan liar. Ia khawatir tanpa manajemen biosekuriti yang baik, peternakan liar itu cepat atau lambat akan tertular ASF.
Selain itu, Paulus yang juga menjabat sebagai Ketua Asosiasi Dokter Hewan Monogastrik Indonesia, meminta, pemerintah pusat untuk segera turun tangan mengaudit semua peternakan di Sumut agar ada jaminan daging yang beredar telah dipastikan aman dari ASF. Hal ini penting untuk memberikan rasa aman agar masyarakat tidak khawatir mengonsumsi daging babi.
”Kalau orang di Sumut takut makan babi, padahal peternaknya terus memproduksi, pasti ada saja yang menyelundupkannya ke Batam lewat pelabuhan-pelabuhan ilegal karena mereka butuh pasar. Wabah ini harus ditangani secara sistematis agar dampaknya tidak merembet ke provinsi lain,” kata Paulus.